Suara Pekerja dan Perppu Cipta Kerja

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

 

Menurut Konde.co, sedikitnya ada sembilan inti permasalahan terkait perburuhan yang ada dalam Perppu Cipta Kerja yakni pengaturan upah minimum, outsourcing, uang pesangon, buruh kontrak, pemutusan hubungan kerja,waktu kerja dan pengaturan cuti.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang  (Perppu) Cipta Kerj yang akhir tahun lalu yakni  di masa sunyi, disahkan sangat mendadak membawa gelombang tinggi orang-orang yang bersuara  kemudian mendesak pemerintah karena ada pasal-pasal yang bermasalah. Ketua FSPBI, Dian Septi Trisnanti menyatakan bahwa Perppu mencederai demokrasi

Setyo A. Saputro, Divisi Advokasi SINDIKASI Jabodetabek dalam IG Live Konde.co juga berbicara terkait tiba-tiba Presiden  Jokowi mengeluarkan Perppu tentang RUU Ciptaker. Oleh Gebrak dan Sindikasi lalu ajukan Juditial Review atas Undang-undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lalu dinyatakan inkonstitusional. Kemudian DPR diminta revisi. Tiba tiba Pemerintah mengeluarkan Perppu yang isinya hampir sama. Pemerintah sudah mengkhianati konstitusi. Pasal 184 ada PP Ciptaker masih berlaku padahal 185 UU Ciptaker dicabut. UU dicabut tapi PP pelaksana berlaku. Pemerintah dan DPR seperti bersekongkol dan rakyat dijerat. "Kita tahu UU Ciptaker ditolak ramai-ramai tetapi tetap disahkan. Pencederaan terhadap rakyat itu adalah juga ada pada lahirnya UU KPK dan KUHP,"terang Setyo.

Ada beberapa yang disorot dalam Perppu ini antara lain libur panjang yang dihilangkan. Soal PHK yang sekarang jauh lebih mudah dan murah. Sindikasi yang anggotanya pekerja dari media dan lain-lain sangat merasakan kegelisahan. Kalau dulu PHK untuk efisiensi dengan syarat perusahaan tutup permanen. Tetapi sekarang perusahaan hanya bisa mengaku rugi dan tidak tutup permanen sudah bisa melakukan PHK. Aturan lain yang rancu adalah tentang UMK, yang  dalam keadaan tertentu pemerintah bisa menganulir.

Menurut Setyo, intinya pemerintah dan DPR dalam hal ini mengeluarkan Perppu Ciptaker tidak taat konstitusi. Yang ia khawatirkan tentang PKWT, di Undang-undang Ketenagakerjaan, PKWT maksimal tiga tahun tapi di Perppu Ciptaker bisa lima tahun. Dan tidak ada pembahasan masa kontrak. Belum lagi outsourching dan nanti akan ada aturan lagi terkait ini. Tentang jam kerja, Setyo yang pernah bekerja di media. Sebagai anak media tidak kenal lembur padahal di UU Ketenagakerjaan lebih 40 jam diberi uang lembur apalagi sekarang ada tumpang tindih.Undang-undang Cipta Kerja dicabut lalu PP masih berlaku. Padahal Setyo berpikir sebenarnya tumpuan terakhir adalah presiden. Menurutnya pemerintahan tinggal satu tahun, alangkah baiknya meninggalkan legasi atau peraturan yang baik, seorang Jokowi akan diingat sebagai apa?

Dian, perwakilan buruh perempuan berpendapat bahwa semakin fleksibel aturan maka semakin  fleksibel mengekploitasi. Selain itu  hubungan kerja tidak jelas,  jam kerja tidak jelas serta dihitung satuan kerja satuan hasil yakni dihitung borongan atau harian lepas. Apa dampak bagi perempuan? Lebih berkali lipat sebab menanggung beban kerja reproduksi sosial yang jauh tidak ditanggung laki-laki. Kapitalisme tidak menanggung dan ketubuhan perempuan tidak diakui oleh sistem kapitalisme yang berlangsung. Tidak mengakui pula bahwa perempuan punya kebutuhan khusus misalnya saat menstruasi dan hamil. Bagi korporasi buruh hamil dianggap tidak menguntungkan. Apalagi buruh hamil butuh ke toilet berkali-kali, lebih parah lagi sebab  upah dihitung satuan kerja dan satuan hasil.

Dian menambahkan itulah situasi yang dihadapi buruh perempuan. Kalau pemerintah beberapa  saat lalu mengesahkan Omnibuslaw, seharusnya waktu dicanangkan memberi perlindungan yang kuat bagi perempuan. "Ketika memproduksi kebijakan yang baru dan merevisi harusnya memberi perlindungan yang lebih pada kelompok rentan misalnya perempuan,"ujar Dian.

Ia menambahkan semestinya pasal yang ada atau undang-undang yang ada sebelumnya diperkuat sehingga mendapat perlindungan lebih kuat karena ada potensi pelanggaran lebih kuat misalnya pekerja perempuan yang  hamil bekerja delapan jam atau lebih di banyak perusahaan manifactur yang terancam keguguran, juga tidak mendapat cuti serta yang hamil tanpa suami dianggap bukan seorang ibu dan tidak mendapat cuti. Kepengawasan juga lemah, harusnya ada di tingkat kota tak hanya provinsi. Ini tidak hanya tanggung jawab investor tetapi juga negara. Intinya diiperbaiki saja sistem hukumnya selama ini dan bagaimana pemerintah harusnya tidak tergantung investasi.

Sama saja pemerintah mempromosikan butuh tenaga kerja murah dalam jumlah besar tanpa perlindungan dan  tidak memikirkan kesejahteraan. Kata pemerintah yang penting kerja. Kalau pertumbuhan ekonomi jatuh, pemerintah kasih BLT. Juga  Perppu ini dikatakan untuk merespon krisis global. Tiap terjadi krisis yang dikorbankan kaum rentan. "Subsidi dipangkas, pajak dinaikkan. Rokok harus beli sebungkus tidak boleh ecer. Mempermudah investor dan menyengsarakan kita. Outsourching dibatasi meski tidak jelas. Soal outsourching disampaikan variabel tertentu. Pengaturan upah ada PP 36/2021. Di situ  politik upah murah menang. Kemarin naik 8% saja. Dulu tahun 2013 naik hingga 40%,"ungkapnya.

Soal inkonstitusional bersyarat di Undang- undang Cipta Kerja apa maksud dan kongkritnya, harusnya seperti apa untuk masukan ke pemerintah sebab seharusnya pemerintah dan DPR melakukannya. Menurut Setyo, Undang-undang  Cipta Kerja sudah disahkan namun berstatus Inkonstitusi Bersyarat. Ini suatu hal baru. Jadi menurutnya yang di Sindikasi, sebenarnya dari vonis itu cukup jelas bahwa diberi dua tahun untuk merevisi. Namun presiden dan DPR tidak melakukan apa yang disuruh MK. Presiden malah menerbitkan Perppu, yang ketika UU Ciptaker tidak direvisi tetapi PP berlaku. "Saya tidak tahu rakyat di mata presiden dan DPR dianggap apa. Kayaknya tidak dianggap subjek. Kita bebas bersuara tetapi kalau tidak didengar ya bagaimana,"terang Setyo. Ia atas nama Sindikasi menolak UU Ciptaker sebab berharap undang-undang yang berpihak kepada  pekerja. Ia juga berharap Presiden mencaput Perppu ini. (Ast)