Difasilitasi TAD Surakarta, PT KAI Meminta Maaf atas Penolakan Calon Penumpang KRL

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Aldi Hakim, Manajer Sektor DAOP Wilayah Yogyakarta-Surakarta PT KAI Commuter menyatakan permintaan maaf atas perlakuan petugas PT KAI kepada salah seorang penumpang yang terjadi pada 25 Juli. Di hadapan perwakilan komunitas difabel dan wartawan, pertemuan yang diadakan di Gedung Sekretariat Bersama Jl Damar Surakarta, Selasa (2/8) Aldi juga menyatakan bahwa pihaknya telah bertemu secara langsung dan meminta maaf secara khusus kepada Ilham, difabel warga Yogyakarta, calon penumpang KRL yang ditolak dan termuat dalam video yang viral di masyarakat. Pertemuan berlangsung pada hari Senin (1/8) dan difasilitasi oleh Triyono, pendiri Difa Bike.

Aldi berharap bahwa setelah bertemu dengan Ilham pada Senin (1/8) dan perwakilan komunitas difabel yang difasilitasi oleh Tim Advokasi Difabel (TAD) Kota Surakarta, pihaknya jadi lebih peduli dan akan meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat difabel. Ia mengakui bahwa kesalahan terletak kepada kurangnya pemahaman petugas KRL tentang kebutuhan difabel terkait dengan alat bantu yang digunakannya. Petugas tersebut tidak paham jika Ilham memiliki alat bantu berupa kursi roda modifikasi roda tiga dengan mengoptimalkan gerakan kaki sebab kedua tangannya tidak bisa mengayuh karena kondisi cerebral palsy, sehingga ketika ada tawaran untuk berganti alat bantu kursi roda yang disediakan oleh PT KAI, Ilham menolak.

Aldi menambahkan bahwa pihaknya meminta saran dan masukan terkait pengetahuan beberapa macam bentuk kursi roda dan apakah ada standar acuan dan jenisnya seperti apa, panduannya seperti apa. Dan jika ada pedomannya pihaknya butuh sehingga petugas yakin dan akan dijadikan bahan edukasi kepada petugas KRL. Termasuk mengetahui berbagai macam ragam disabilitas.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi difabel di Surakarta juga memberikan berbagai catatan masukan seperti bahwa masih dibutuhkan beberapa sarana aksesibilitas bagi Tuli seperti penanda berupa LED atau teks berjalan setiap kereta turun di stasiun. Sebab penanda yang sudah ada hanya suara (voice) yang tentu tidak akses bagi Tuli. Sedangkan untuk mereka menghafalkan satu per satu bentuk gedung stasiun yang dilewati selama perjalanan, ada yang mampu menghafal dan ada yang tidak. Masukan juga datang dari perwakilan difabel mental psikososial yang mengharapkan para petugas PT KAI memiliki kepedulian terhadap difabel mental psikososial yang secara visibilitas, mereka  tidak terlihat/tampak kedisabilitasannya. kepedulian itu untuk mengantisipasi apabila mereka mengalami anxietas/kecemasan atau relaps/kekambuhan saat naik kereta.

Sri Sudarti, Ketua Pengurus Harian (PH) TAD sebagai fasilitator pertemuan menyatakan bahwa dengan duduk bersama antara komunitas difabel dengan PT KAI  kejadian seperti ini jangan sampai terulang lagi. “Saya tekankan dan tegaskan PT KAI wajib punya SOP dalam melayani difabel berkursi roda termasuk modifikasi. PT KAI tidak boleh menolak difabel dengan alat bantu yang melekat pada tubuhnya. Untuk teman difabel kita wajib tahu mencari tahu naik KRL SOP-nya seperti apa termasuk kursi roda memungkinkan tidak untuk naik kereta api,” pungkasnya. Ia juga berharap ke depan ke depan para petugas perlu diberi pelatihan sensitivitas disabilitas. (Ast)