Forum Diskusi Denpasar 12 : Perlu Sosialisasi UU TPKS dan Dorong Pemerintah Terbitkan Aturan (2)

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ali Khasan, Deputi di Kementerian PPPA, narasumber dalam zoom meeting yang dihelat Forum Denpasar 12 menyatakan perlu peraturan pelaksanaan UU TPKS untuk segera disahkan. Mengacu pada aturan paling tidak selambat lambatnya dua tahun, agar segera disahkan dan terbitkan. Kementerian PPPA sesuai tanggung jawab terkait pelaksanaan undang-undang ini sudah beberapa kali melakukan rapat untuk menyiapkan 10 amanat pasal  yakni 5 PP dan 5 Perpres. Ada wacana kemungkinan dari 5 PP tersebut disimplikasi menjadi hanya 3 PP, dari 5 amanat pasal, bisa disimplikasi menjadi 4 Perpres, ini pun diskusi berkembang terkait peraturan.

Ali berharap dari berbagai kalangan termasuk kementerian dan lembaga bahwa PP harus segera dapat disahkan sehingga APH khususnya kepolisian dan kejaksaan dalam mengimplementasikan tidak ada kendala. “Kementerian PPPA sudah melakukan beberapa pertemuan-pertemuan, memang ada tawaran berupa keputusan bersama terkait pedoman penanganan kekerasan seksual, dan akan kami bawa ke pimpinan,” jelas Ali Khasan.

Hadirnya UU TPKS ini diharapkan dapat memberi rasa aman, bebas dari perlakuan diskrisminasi dan kekerasan seksual, juga sebagai payung hukum bagi APH dalam memberikan rasa keadilan bagi korban, melindungi korban, bagaimana menangani, dan memberikan pemulihan kepada korban. Kementerian PPPA berusaha memberikan pengaturan hak-hak bagi korban bisa diselesaikan dengan baik, dan tidak ada tumpang tindih dengan peraturan dan kebijakan lain.

Diskusi-diskusi yang berlangsung selama ini diharapkan bermuara pada disahkannya peraturan sebelum dua tahun. Hal ini bisa dilihat kembali sejauh mana pelaksanaan di lapangan. Terkait penanganan dari pihak kepolisian dan kejaksaan sehingga pasal demi pasal dapat dilaksanakan dengan optimal. Menurut Ali Khasan, setiap undang-undang selalu terkait dengan SDM, sarana dan prasarana yang memadai.Tanpa adanya SDM dan anggaran, masih menjadi kurang begitu berjalan dengan lancar. Maka dengan adanya 5 PP dan 5 perpres, itu nanti akan ada pelatihan terpadu dalam menyamakan perspektif SDM juga tidak lepas dari kesiapan alur pemahaman. “Maka penting adanya pelatihan terpadu. Kami kerja sama dengan Kemenkumham, yang mengilhami kami adalah Undang-Undang Sistem Peradilan Anak,”pungkas Ali.

Harapan Para Pendamping Korban

Dalam sesi tanya jawab, Sonya Hellen, Jurnalis Kompas mengutip rilis forum wartawan Kementerian PPPA bahwa setiap hari selalu ada berita tentang kekerasan seksual seperti kasus Lampung, panti asuhan di Bitung, siswa SMP di Blitar, dua lansia di Tapanuli Utara. Di Gresik ada 28 kasus terjadi di pondok pesantren, juga di Banyuwangi. Baru-baru ini juga ada penggalangan dukungan berupa petisi di Lampung dan Riau. Hellen sependapat bahwa penting untuk dilakukan pelatihan hukum terhadap APH dan tetap melibatkan publik secara partisipatif. Ia berharap agar penyusunan aturan turunan kebijakan dilakukan terbuka dan partisipatif.

Senada dengan Hellen, Masnuah, pendamping korban yang juga paralegal menyatakan bahwa aturan turunan UU TPKS sangat perlu digodok atau kupas-tuntas, mau dibawa ke mana dan mau diapakan. Ia berharap kalau bisa jangan lama-lama dan baginya jika harus menunggu dua tahun itu lama. Ia bersama dengan teman paralegal berjejaring dengan LBH APIK, Kemenkumham, dan lembaga lain dan selama ini sudah bekerja sama 10 tahun. Ia tidak akan pernah berhenti mendampingi dan menunggu  implementasi di lapangan dilaksanakan dengan baik. “Kami bekerja untuk korban dengan berbagai keterbatasan, kami mendirikan posko perlindungan tingkat desa/basis, juga pendidikan pemberdayaan masyarakat secara umum, yang benar-benar bekerja untuk korban, mendirikan posko anggaran dari Tuhan. Jika ada kasus kekerasan seksual menimpa perempuan dan anak, ketika pemerintah bilang kami tidak ada anggaran, kami sering iuran, swadaya,” terang Masnuah. Ia menyinggung tentang kebutuhan adanya rumah aman yang tidak setiap kota/kabupaten menyediakan. (Astuti P)