Perbup Kabupaten Cianjur 38 tahun 2021 Pencegahan Kawin Kontrak dan Upaya Penghapusan Kekerasan Seksual

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ratna Susianawati, Deputi pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam sambutan webinar Perbup Kabupaten Cianjur Pencegahan Kawin Kontrak pada Senin (23/5) berdasar data dan survey kerja sama dengan BPS tahun 2016 survey pengalaman hidup anak dan remaja. 1-3 mengalami kekerasan. Tahun 2020 terjadi penurunan prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun dalam 1 tahun terakhir naik. Data Simfoni masih mencatat sistem per Mei 2022 dan kasus KDRT adalah terbesar. Data ini masih menjadi PR untuk membangun sinergitas dari hulu hingga hilir. Dari hulu adalah upaya melakukan pendampingan. Angka kekerasan meski terjadi penurunan tapi fenomenanya seperti gunung es. Juga perdagangan orang, termasuk kawin kontrak.

Baru saja Indonesia memiliki satu undang-undang khusus yang sejak tahun 2016 sudah diperjuangkan. Undang-undang nomor 12 tahun 2022 adalah komitmen negara dalam penurunan angka kekerasan seksual pada anak, penurunan angka perkawinan anak, penurunan angka pekerja anak dan penurunan kawin kontrak. Undang-undang ini juga memberi aturan bahwa penanganan kasus kawin kontrak bisa ditangani.

Dampak kekerasan seksual kepada korban sering tidak hanya alami kekerasan namun berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak, hak sipil anak dan stigma pada anak. Kehadiran negara sangat penting untuk memberi akesesibilitas pada perempuan dan anak yakni dengan call center 129 yang bisa diakses bahkan oleh orangtua dan masyarakat sebab dibutuhkan keterlibatan semua lapisan masyarakat sebagai agent of change.

Sebelumnya, dalam sambutannya, H. Herman Suherman, Bupati Cianjur menyatakan lahirnya perbup dilatarbelakangi bahwa tidak ada yang mau melaporkan terkait kasus kawin kontrak padahal secara realita banyak masyarakat Cianjur terlibat kawin kontrak. Mereka diberi rumah kontrak, mobil kontrak dan berbagai fasilitas oleh suaminya. Bupati mengemukakan yang baru-baru saja terjadi viral dari Cianjur adalah kasus poliandri namun sudah ada klarifikasi dari MUI.

Saat pandemi COVID-19 sebenarnya sudah ada sosialisasi terkait perbup ini terbukti banyak telepon mengapresiasi bagaimana nekatnya bupati meski dari pemerintah kurang mendukung, yang memengaruhi langkah ke depan untuk rencana pembuatan perda.

Bupati lalu mengemukakan bentuk tanggung jawab moral langkah antisipatif dalam melindungi perempuan dan anak sebagai kehadiran pemerintah yakni dengan melakukan. 1. Sosialisasi hingga menyentuh sasaran yang tepat.2. adanya koordinasi dan sinergitas stakeholder. 3 meningkatkan pentingnya peran keluarga. 4. Peningkatan kontrol dan kepedulian masyarakat  untuk melindungi kaum perempuan dan anak.

Kawin Kontrak dalam Pandangan Agama

Nur Rofiah, Dosen PTIQ, Founder Ngaji KGI memaparkan bahwa pandangan agama Islam tentang kawin kontrak ada pada fatwa MUI 25 Oktober 1997 dan Bahtsul Masail Dinyah Munas NU pada November 1997, dua duanya menyatakan bahwa hukum kawin kontrak haram dan tidak sah. Kawin kontrak diharamkan karena tidak  sesuai cita-cita yang disesuaikan dengan Islam. “Mindset jahiliyah melihat perempuan sebagai harta yang dimiliki secara mutlak oleh laki laki. Apakah kita masih hidup sebagai jahiliyah? Bebas termasuk menjual istri. Apa sih mindset yang melatarbelakangi? Perempuan sebagai makhluk seksual diperlakukan sebagai objek. Kesadaran seperti ini diubah Islam,” ungkap Nur Rofiah. Ia menambahkan bahwa perempuan adalah makhluk dan punya hati nurani.

Sebaiknya cara pandang laki-laki bukan hanya fisik tetapi spiritual. Perkawinan adalah antara dua jiwa. Tujuan perkawinan dalam islam untuk ketenangan jiwa keduanya. Dengan bergaul atas dasar mawadah warohmah. Mengapa kawin kontrak dilarang karena misi islam rahmatan lil alamin dan misi kawin adalah ketenangan jiwa keduanya. Perempuan mengalami kerentanan kekerasan, alami stigma sumber fitnah, rentan stigmatisasi yang seharusnya dia tidak peroleh. “Perempuan adalah makhluk berakal kecuali perempuan itu mengalami marjinalisasi, dan sub ordinasi,”imbuh Nur Rofiah.

Menurutnya banyak sekali kekerasan pada perempuan dan anak yang seakan akan dibolehkan Islam bahwa Islam sendiri punya cita cita kemaslahatan umat. Islam punya spirit kemanusiaan. Berislam itu proses panjang kemanusiaan.  Islam sebagai proses dan sistem, maka hati hati dalam pemahaman agama karena bisa menjadi musibah. Menikah itu harus dilaksanakan secara halalan toyyiban dan ma’ruf dalam fondasi iman. Dan bagaimana mengubah sistem sehingga lebih baik, semua ada petunjuk praktisnya di Alquran. “Jadi sebaiknya tidak boleh ada kezoliman. Kawin kontrak kendalanya adalah menyalahgunaan agama. Sebab kawin kontrak bukan kawin dan hanya akan menjadi prostitusi. Diperlukan sinergitas tokoh agama beserta masyarakat serta pemerintah,”terang Nur Rofiah.

Dalam sesi diskusi salah seorang peserta, Ancanawati dari YOAI mempertanyakan mengapa masalah kekerasan pada anak tidak terdeteksi di lingkungan RT, RW, menurutnya jika tidak ada empati maka tidak terdeteksi. Jadi dibutuhkan sosialisasi terus-menerus.

Menjawab penanya yang lain, Ratna Batara Munti, terkait mengapa prostitusi selalu ada, Bagaimana dengan perempuan yang dianggap men-suplay diri sendiri?Ia menjawab bahwa pencegahan lebih penting karena ada faktor kemiskinan. Tapi faktor itu tidak bisa melegitimasi terhadap praktik dehumanisasi. “Jadi hendaknya janganlah kemiskinan menjadi alat legitimasi. Harus kita luruskan. Wisatawan harus dijerat di Perda, tidak hanya dengan kurungan 6 bulan. Yang menarik, konsumen selama ini tidak kita jerat. Di Undang-undang TPKS akan dijerat. Mereka yang memanfaatkan kerentanan perempuan dengan membayar manfaat dari tubuh ada di pasal 12 dengan ancaman hukum 9 tahun. Kita melaksanakan undang-undang ini juga upaya pencegahan. Penting mindset diubah, pemberdayaan ekonomi dan penegakan hukum,”pungkas Ratna. Pihaknya juga sangat berharap perbub kawin kontrak ini akan melahirkan Perda. (Astuti)