Mengulik Aksesibilitas Sebagai Syarat Kota Inklusif Disabilitas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan dalam melakukan perjalanan dari lokasi tempat tinggal ke lokasi pelayanan yang dibutuhkan. Ukuran kemudahanlah yang kemudian dijadikan indeks aksesibilitas. Ada dua macam aksebilitas, yaitu fisik dan non fisik. Aksesibilitas fisik adalah aksesibilitas terkait dengan infrastruktur bangunan dan lingkungan, seperti gedung, dan website. Aksesibilitas nonfisik terkait dengan lingkungan sosial, seperti etika interaksi, penyampaian informasi, dan teknologi dan disertai perspektif dan paradigma.

Aksesibilitas secara umum diatur pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PermenPUPR) Republik Indonesia No. 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung. PermenPUPR tersebut merincikan kelengkapan sarana dan prasarana pemanfaatan bangunan gedung untuk memudahkan pengguna dan pengunjung bangunan gedung dalam beraktivitas. Selain PermenPUPR, fasilitas ramah disabilitas sudah diatur dalam berbagai kebijakan, antara lain : Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Ruang kota yang aksesibel dan inklusif adalah pondasi yang mendasari pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial di kota. Namun saat ini, masih banyak ruang di kota-kota Indonesia yang belum mengakomodir kebutuhan aksesibilitas kelompok rentan, seperti lansia dan warga dengan disabilitas. Dalam upaya pengarusutamaan kota yang inklusif-disabilitas, ketersediaan data kontekstual mengenai kebutuhan dan aspirasi warga dengan disabilitas serta keterlibatan warga yang bermakna menjadi dua langkah praktis yang penting untuk dilakukan oleh pemerintah kota, masyarakat sipil, serta pemangku kepentingan lainnya.

Hal itulah kemudian yang melatarbelakangi selama beberapa tahun terakhir ini Yayasan Kota Kita Surakarta (Kota Kita) telah bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta dan Kota Banjarmasin untuk memperkuat aksesibilitas yang inklusif melalui program AT2030 : Assistive Technology for All yang dikoordinasikan oleh Global Disability Innovation Hub. Adapun dua inisiatif utama yang telah dilakukan selama tahun 2019 - 2021 adalah Studi mengenai Infrastruktur Inklusif di Kota Surakarta: Inisiatif riset di Kota Surakarta menggunakan berbagai metode partisipatif bersama warga disabilitas untuk meneliti terkait inklusivitas lingkungan terbangun dan mendalami pengalaman penyandang disabilitas ketika menggunakan ruang-ruang di kota.Kedua adalah melakukan Co-Design Ruang Publik yang Inklusif bersama Warga di Kota Banjarmasin: Melalui diskusi berbasis komunitas, inisiatif co-design di Kota Banjarmasin mengumpulkan aspirasi dan mengelompokkan ide serta kebutuhan prioritas warga  untuk kemudian diwujudkan dalam pembangunan Ruang Publik Inklusif di dua kelurahan: Pelambuan dan Kelayan Barat.

Dalam zoom penutupan dan peluncuran hasil inisiatif yang dilaksanakan pertengahan Mei lalu yang bertajuk “Inclusive Infrastructure” dan “Build Capacity and Participation” Yayasan Kota Kita mengundang aktor yang terlibat dan pemangku kepentingan di Kota Surakarta dan Banjarmasin untuk berpartisipasi dalam acara “Dari Warga untuk Kota: Pendekatan Partisipatif untuk Membangun Kota Inklusif-Disabilitas”. Acara puncak ini merupakan agenda untuk meresmikan dan menandai berakhirnya kedua inisiatif di mana laporan dan temuan dari Surakarta serta pengalaman dan hasil pembangunan ruang publik.

Mikaela Patrick dari GDI Hub dalam zoom mengemukakan bahwa pada April dan Agustus 2021 pihaknya melakukan penelitian yang melibatkan 17 disabilitas dan 20 pemangku kepentingan. Studi kasus bertujuan di antaranya adalah : 1. menilai keadaan aksesibilitas dan inklusi saat ini di Solo dan Banjarmasin 2. memahami pengalaman hidup penyandang disabilitas co-design dan planning. 3. hambatan penelitian dan peluang untuk desain dan perencanaan kota yang inklusif. 4. Melibatkan pemerintah daerah, kebijakan dan pemangku kepentingan industri 5. Menyampaikan rekomendasi dan tindakan nyata.

Mikaela menambahkan bahwa kota inklusif adalah kota yang telah menempatkan penyandang disabilitas sebagai pelaku pembangunan. Kuncinya ada di sana, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pemantauan hingga evaluasi atau umpan balik.

Bidang peluang itu ada di : infrastruktur inklusif yang berkelanjutan, kualitas desain dan implementasi, keselaraan dengan visi inklusi yang lebih besar.Sedangkan rekomendasi-rekomendasi yang diajukan adalah : 1 Melakukan kerja sama, kolaborasi, koordinasi : lintas sektor pemerintahan, dengan praktisi dengan masyarakat kota inklusif dibangun bersama. 2. Mengembangkan ruang partisipasi warga yang inklusif dalam perencanaan infrastruktur perkotaan, khususnya partisipasi penyandang disabilitas. 3. Mengatur skala dan meniru apa yang berhasil, di mana inovasi telah berhasil, serta belajar dari mereka dan menguji bagaimana hal-hal tersebut dapat diterapkan di tempat lain. (Ast)