Gerakan Buruh Perempuan di Saturday Nite Letss Talk

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Dian Septi Trisnanti, pemimpin umum marsinah.id, dan berasal dari organisasi Perempuan Mahardhika dalam lettstalk_sexualities edisi IG Live Saturday Nite Letss Talk_Sexualities bersama Diah Irawaty, (9/2,) menceritakan. perjalanan aktivismenya yang dimulai dari mendefinisikan diri sebagai anak muda, setelah mahasiswa apa, menjadi jurnalis radio dan akhirnya membuat serikat pekerja.

Dian kemudian mendapat tawaran tinggal di Depok untuk mengorganisir buruh yang ada di Jakarta Utara. Dengan nada guyon Diah bercerita akhirnya berangkat dengan menggadaikan anting-anting yang ada akhirnya tidak bisa ditebus karena tidak digaji. Pengalamannya pernah tinggal di Jogja, ia tidur di sekretariat organsiasi dan tahun 2022 ia baru bisa punya kos.

Latar belakang mengapa Dian memilih isu gerakan buruh ini karena aktivisme. yang dilakukan setelah mengidentifikasi lalu yang pertama adalah mengingat cerita tentang orangtuanya yang juga pekerja dan ada peran ganda di sana.

Waktu itu Dian sudah menjadi jurnalis dan disampaikan kalau jurnalis itu profesi tapi juga pekerja. Ia membeli ponsel sendiri untuk modal kerjanya dan untuk transportasi/bensin juga membeli sendiri, sampai akhirnya ia disuruh bikin iklan karena upah tidak cukup.

Kemudian ia tinggal di Jakarta lalu mengorganisir buruh di Marunda dan modalnya hanya nomor kontak orang. Dian lalu mengorganisir KBM Marunda yang dekat dengan pantai dengan aksi mengorganisir pemogokan.Ia menemani dampingannya di kantor Polresta Marunda.

Sebagai perbandingan pada tahun 2009 Dian hidup di Jogja dengan upah 500 ribu sekian. Lalu di Jakarta sudah 3 jutaan. Ia lantas menyadari dalam kelas pekerja ada kelas sosial dengan kerentanan yang berbeda misalnya : buruh garmen, perempuan pekerja rumahan, dan pekerja rumah tangga.

Sesi talkshow kemudian menarik ketika host menanyakan yang disebut buruh itu apa? kenapa kita perlu menyebut buruh? bukan pekerja? apa ada istilah politikal?Lalu implikasinya apa kalau mereka disebut buruh? kaitannya dengan kelas sosial yang di cerita awal.

Terkait pemakaian istilah ada "harga" di pasar pekerja yang berbeda. Para Pekerja Rumah Tangga (PRT) upahnya dihargai jauh lebih rendah dari buruh di pabrik karena pekerjaan domestik tidak dinilai atau kurang penghargaan. Padahal pekerja domestik karena dia memulihkan tenaga kerja produktif dari yang lelah menjadi tidak lelah, mestinya ini jadi perhitungan .

Berbeda lagi ketika mereka diakui sebagai profesi : dokter, perawat, yang dianggap profesi karir dan memiliki upah lebih. Lalu ada yang dianggap "unskill" misalnya buruh.

Istilah-istilah atau relasi-relasi diciptakan untuk menjadi blur, ini penting untuk disosialisasikan baik di kelas buruh maupun pekerja meski masing-masing punya prefllese berbeda-beda. Pasca reformasi, Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sosialisasinya masih kurang. Ada yang lebih cocok dijadikan karyawan karena punya upah tetap. Dan ini yang diciptakan oleh pemilik modal. Lalu ada politik pecah-belah. Mereka kemudian ada yang lebih suka dibilang karyawan, tidak mau disebut buruh sebab karyawan dianggap lebih tinggi. Sedangkan konotasi buruh lebih dianggap sebagai buruh pabrik.

"bagaimana kekuasaan menciptakan self determination dan menciptakan satu payung dalam istilah buruh ini memang tidak mudah," ujar Diah Irawaty, host Letss Talk. Ia menambahkan bahkan orde baru pernah menggunakan eufemisme sebagai penghalusan bahasa untuk menutupi ketimpangan-ketimpangan.

Kemudian timbul pertanyaan bagaimana gerakan buruh? apakah harus di union/serikat?

Dian mengutip penulis buku tentang gerakan buruh, Michele Ford, yang termasuk gerakan buruh bukan hanya serikat pekerja, tetapi mereka yang bekerja juga untuk kepentingan pekerja. Serikat buruh bukan hanya bekerja sebagai buruh tetapi yang juga bekerja mendampingi buruh. Termasuk LSM/NGO pendamping buruh.

Apakah buruh perlu berserikat? Jawabnya iya. Meski sekarang lebih rumit sebab UU masih sangat formal artinya hanya mengakomodir buruh di sektor formal, padahal komposisi buruh informasi sudah lebih dari 50 % dan organisasi yang dikenal sarekat pekerja. padahal sebelum 65 serikat pekerja itu banyak.

Dan saatnya sekarang tugas ke masyarakat untuk menyerap aspirasi sebab saat ini usaha yang patriarki tidak bisa diakui karena pekerja sekarang bentuknya berbeda-beda misalnya di media ada youtuber, influencer,yang sistem pekerjaan sangat fleksibel, sedangkan UU masih mengutamakan pekerja pabrik.Seharusnya membuat serikat kerja jangan terpatok UU, misal membikin ikatan pekerja. Di serikat pekerja juga ada anggota serikat buruh . misal ketika bekerja sebagai ojol mereka bilang mitra. Padahal sebenarnya mereka buruh.

Intinya sebaiknya jangan dibatasi, jangan hanya serikat pekerja. karena kalau seorang pekerja adalah bagian dari mitra, yang di situ mereka masih bekerja, maka itu bagian dari gerakan buruh. Atau bagi yang merasa menjadi buruh maka perlu berserikat.

Gerakan buruh bukan hanya gerakan serikat pekerja tapi juga NGO yang mendampingi buruh. Dan ternyata kalau mereka sudah keluar dari perusahaan, itu tidak langsung menggugurkan sebagai anggota atau serikat buruh.

Terkait perspektif gender dan implikasinya bagi gerakan buruh, diakui bahwa gerakan buruh masih berwatak maskulin, dan bukan hanya gerakan buruh tetapi gerakan rakyat juga maskulin. Khusus gerakan buruh, mayoritas pimpinan laki laki. misal di pabrik garmen massa perempuan tetapi pengurus laki laki sehingga ketika menjalankan organisasi masih banyak luputnya ketika mengakomodir kepentingan perempuan. membuat program tidak ramah gendre : rapat malam hari dan molor jamnya, perokok yang tidak sensitif saat ada perempuan membawa anak.

Cara berpikir berbeda karena pengalaman kebutuhan juga tidak ada, misalnya: pengalaman mengorganisir buruh perempuan, kalau mengundang harus memberitahu jauh sebelumnya misal ketika rapat anak yang jagain siapa, masih punya pekerjaan cucian atau tidak, atau pekerjaan rumah tangga lainnya sudah diselesaikan apa belum. Mereka para laki-laki bisa rapat sampai malam hari. ketika nongkrong bahkan sampai dini hari .

Perempuan lebih detail misalnya ketika mempersiapkan semuanya. Berbeda dengan cara berpikir laki laki. Jadi gender itu bukan hanya soal bisa angkat galon atau punya kamar tersendiri privilege.

Belum lagi masa juang buruh perempuan di organisasi sangat pendek alias yang kehilangan masa juang di organisasi adalah perempuan. Meski di awal jauh melesat misalnya yang buruh perempuan pikir organisasi buruh membahas bagaimana rumah aman bagi anak misal menyediakan day care untuk anaknya.

Penindasan terhadap buruh perempuan itu sangat genuine, sistemik, jadi penting untuk memahami bagaimana kapitalisme dan patriarki bekerja seperti itu. Banyak proses dinaturalisasi seolah olah alami.

Dan cara untuk mengetahui bahwa laki laki untuk mengenal atau mengetahui pengalaman ketubuhan perempuan dengan mendampingi buruh pabrik yang memohon cuti haid lalu diirikan oleh buruh laki laki. Oleh karenanya dibuat kelas reproduksi.

Kalau dalam menentukan pendidikan itu jika laki laki belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang reproduksi maka itu tidak tercapai. Penting untuk membuat kelas khusus perempuan dan khusus laki laki dan ada yang mix. Atau kalau tidak, laki laki harus mendapatkan. pengetahuan dasar dulu.

"Pendidikan itu sangat penting dan sebaiknya ditemani. Intens melakukan pendekatan. ngobrol secara informal,"pungkas Dian. (Ast)