Kekosongan Hakim Adhoc HAM Harus Diisi

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Dr. Dian Rositawati, S.H, M.A, akademisi, pengajar di STH Jentera, narasumber pada diskusi publik yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial bertema rekonstruksi penguatan pengadilan HAM melalui pengisian jabatan hakim adhoc HAM di Mahkamah Agung, Selasa (6/2),mengatakan bahwa pengadilan HAM buah reformasi dan sebuah keputusan sangat penting dan sangat relevan. Ia beberapa kali mengikuti proses dari observasi calon-calon yang berminat dan belum terpanggil  kembali mendaftar untuk mencalonkan diri sebagai calon hakim adhoc MA.

Menurutnya selama ini publik di luar berharap pengadilan memberikan keadilan bagi korban namun itu tidak bisa berjalan dikarenakan hakim adhoc yang tidak ada dan itu sangat disayangkan.

Ada empat bagian yang akan dibahasnya,  pertama : tujuan dan arti penting pengadilan HAM. kedua kerangka hukum kedudukan dan yurisprudensinya seperti apa dan hakim yang diharapkan bagaimana,  dengan urgensi perkara yang sudah disidangkan dan yang akan, peran Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung seperti apa dengan adanya pengadilan HAM.

Bila direfleksikan sejak tahun 1999 sampai kini, pengadilan HAM beroperasi sebagai pengadilan HAM adhoc. Dan seringnya berdasarkan pengamatan banyak orang yang agak sulit membedakan pengadilan HAM adhoc dan permanen. Pengadilan HAM adhoc harusnya mengadili perkara-perkara sebelum Undang-undang Pengadilan HAM muncul di tahun 2000 jadi kalau perkara yang ditangani sebelum UU disahkan maka yang membentuk pengadilan adhoc. Tetapi perkara muncul sesudah ada UU pengadilan HAM maka ditangani pengadilan HAM permanen yang sekarang ini ada di empat lokasi. Ada pengadilan di Makassar di tahun 2014. Tahun 1999-2000 pengadilan adhoc HAM (Kasus Timor Timur, Kasus Tanjung Priok-1984), tahun 2004-2006 Pengadilan HAM (permanen) (kasus Abepura -2000), tahun 2022 pengadilan HAM kasus Paniai.

"Artinya dari 2006-2022 tanpa pengadilan HAM. 16 tahun. Apa dampaknya? Hakim-hakim yang mengadili di awal tahun itu sebagian pensiun dan selama 16 tahun kita kehilangan pengetahuan," jelas Dian Rositawati.

Akhirnya kebutuhan akan kekosongan itu yang harus diisi. Bukan hanya hakim adhoc tapi juga hakim karir. karena majelis itu komposisi hakim karir dan adhoc. Jadi masalah yang akan di-adress oleh MA bukan hanya tentang kompetensi, bukan hanya menemukan hakim adhoc yang kompeten tapi juga hakim karir yang bisa terpapar pada isu- su tentang pelanggaran HAM berat khususnya pelanggaran yang terjadi. Menurut Dian mekanisme akuntabiliti sangat krusial dan punya tantangan besar untuk bisa beroperasi secara efektif untuk terlsengara pengadilan HAM.

Terkait pelanggaran HAM yang terjadi jangan hanya pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu yang sangat tinggi dimensi politiknya. Namun juga menuju ke depan risiko pelanggaran HAM bisa terjadi. Kalau dalam konstruksi hukum internasional dalam pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, tetapi otoritas atau entitas lain yang melakukan pelanggaran HAM, yang melakukan serangan ke kelompok masyarakat. Jadi pengadilan ini harus ada untuk mengatasi apapun yang terjadi di masa depan. "Jadi kita tidak hanya bicara masa lalu saja tetapi mengantisipasi yang terjadi di masa depan atau saat ini."ungkapnya.

Poin-poin selanjutnya, pengadilan HAM di Indonesia ada dimana? nasional yang diatur dalam kerangka hukum nasional yakni UU 26 tahun 2000. Pengadilan HAM di Indonesia adalah pengadilan domestik. Pembuktian pelanggaran HAM yang berat tidak sama dengan pembuktian tindak pidana biasa. Pelanggaran HAM yang berat adalah merupakan kejahatan internasional , maka prinsip-prinsip dan unsur-unsur tidak pidana dalam UU 26 tahun 2000 diformulasikan statuta Roma.

Di Indonesia diatur dua yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida. Meski Indonesia bukan anggota tapi di UU 26/2000 dalam penjelasannya menjelaskan bahwa tindak pidana yang ada di UU ini berasal dari Statuta Roma.

Dalam KUHP yang baru pun tidak menjelaskan elemen. Artinya mau tidak mau harus melihat preseden ketika statuta Roma itu dalam kejahatan internasional.

Satu lagi catatan, calon hakim adhoc harus sangat menguasai bukan hanya IUU 26/2000 tetapimenginterpretasikan apa yang ada di UU 26/2000 ini melalui bantuan dari hukum internasional.

UU 26/2000 menyatakan tentang pengadilan HAM ada dua yakni adhoc dan permanen. Yang dicari Komisi Yudisial saat ini adalah hakim pengadilan adhoc dan tantangan Komisi Yudisial menemukan orang orang yang bisa menerapkan UU 26/2000, Perpres terkait ini sudah ada dan bagaimana bekerja secara optimal. Saat ini
dicari 3 hakim adhoc di MA. Ketika nanti ada hakim 5 (2 hakim karir ) maka yang mayoritas adalah hakim adhoc. dan MA tentu sangat berkepentingan.

Beberapa Hal Kriteria Hakim Adhoc HAM

Apa sih kriteria kalau melihat tantangan? 1. punya pemahaman tentang tindak pidana pelanggaran HAM berat. Banyak akademisi dan praktisi yang tidak terlalu menyadari bahwa pembuktian pelanggaran HAM berat dan tindak pidana biasa itu beda sama sekali. Tindak pidana pelanggaran HAM berat punya unsur yang syarat pembuktian luar biasa dan cara pembuktian harus hati-hati karena punya dampak luar biasa. misalnya serangan itu apa dan harus dilakukan secara hati-hati,buktikan dulu. Kedua : mampu mengaplikasikan unsur-unsur tidak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kasus korupsi. Ketiga : memahami yurisprudensi pengadilan HAM nasional dan pengadilan HAM internasional (icc dan tribunal lainnya) 4. Berintegritas dan bebas tekanan politik.

Tantangan Persidangan Pengadilan HAM

1. Kegagalan membuktikan elemen kontekstual meluas atau sistematis. 2. Kegagalan membuktikan elemen serangan terhadap masyarakat sipil, 3. Kegagalan membuktikan teori pertanggungjawaban baik komando atau individu. 4. Semua terdakwa dalam perkara Timor Timur, Tanjungpriok dan Abepura dinyatakan bebas.

Peran Komisi Yudisial ; Memastikan terpilihnya kandidat hakim agung ad-hoc yang kompeten dan berintegrasi.

Peran Mahkamah Agung : Memastikan Keberlangsungan Pengadilan HAM : meningkatkan kapasitas Hakim Karir dan ad-hoc pengadilan HAM, Melakukan revisi atas Buku Panduan Kejahatan Kemanusiaan, Memastikan. terjadinya proses persidangan sesuai prinsip fair trial (termasuk memastikan keamanan persidangan dan perlindungan saksi/korban). (Ast)