Anak Disabilitas dan Pentingnya Penyusunan Modul Pendataan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Profil Anak Indonesia pada 2020 dituliskan, dari 84,4 juta anak di Indonesia, terdapat 0,79 persen atau 650.000 anak penyandang disabilitas.

Pada Susenas ada 485 ribu anak difabel sangat krusial untuk dibantu pemenuhan haknya sesuai UU nomor 8 tahun 2016 yang didalamnya juga memastikan masyarakat difabel dalam pendataan.

Unicef dan Bappenas pada Desember 2023 merilis lanskap anak difabel. Berlatar belakang itulah kemudian dilakukan analisis yang bertujuan memberikan. masukan program pada anak difabel sehingga dibutuhkan data analisis sebab data analisis bisa jadi informasi bagi publik. Demikian siaran webinar memajukan inklusi : analisis lanskap anak penyandang disabiitas  pada Youtube AJI Indonesia yang dimoderatori Sinta Maharani dan menghadirkan beberapa narasumber. 

Hari ini belum ada satu teknologi yang bisa diakses dengan baik oleh semua kelompok disabilitas. Pedoman sudah ada tetapi belum ada satu teknologi yang bisa diakses dengan baik oleh semua kelompok difabel. Bahkan perusahaan media baik media luar negeri atau dalam neger,  terutama  kesulitan mencari teknologi yang dapat diakses semuanya. Ada harapan  kolaborasi ke depan termasuk dengan perusahaan teknologi yang punya perspektif baik dan bisa diakses oleh disabilitas. Termasuk pemerintah dan lembaga negara serta Komnas HAM, Komnas Perempuan serta tak kalah penting adalah perusahaan teknologi

Upaya peningkatan kualitas data anak difabel melalui modul disabilitas penting sebab nantinya semua akan berbasis data. Permasalahanan mendasar saat ini ada 80 jutq kelompok disabilitas. juga anak disabilitas. Apakah sudah terpenuhi hak-haknya. Padahal sudah tertuang di SDGs bahwa difabel ada di Goals 4,8,10 dan 17. bahkan RPJMN 2020-2024 sudah ada program Inklusi. Juga sudah lahir peraturan-pertaruan pemerintah sebagai turunan dan undang-undang penyandang disabilitas.

Pengukuran data anak disabilitas harus yang sesuai dengan konsep bagaimana anak disabilitas, termasuk mempertimbangkan kelompok umur. Karena ketika mengidentifikasi anak disabilitas yang usianya masih muda misalnya 2-4 tahun akan berbeda dengan usia 5-17 tahun dan akan berbeda dengan usia dewasa. Maka penting melakukan pendataan dengan modul disabilitas. dan disabilitas iini sudah ada tersedia waktu untuk kerja sama dengan BPS dan Unicef untuk penerapan modul anak disabilitas. Demikian dikatakan oleh Wahyu Winarsih salah seorang pejabat di BPS. Ia menambahkan BPS sudah berpartisipasi sejak tahun 1980. Tetapi konsep disabilitas mengalami perkembangan. Pada tahun 1980-an masih memakai konsep kecacatan. Tahun 2006 menggunakan konsep disabilitas. Tahun 2009 konsep balik ke kecacatan. Tahun 2010 digabung konsep kecacatan dan disabilitas. Dalam pengumpulan data terjadi pergulatan dari kementerian dan lembaga serta organisasi.

Pada tahun 2023 pendataan masih dilaksanakan terutama Susenas dan sudah menggunakan konsep Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 dan surveyanya mengunakan instrumen Washington Group Questions (WGQ).

Namun di usia anak 5-17 tahun idealnya menggunakan konsep yang berbeda karena konsep di atas dianggap kurang mencermati kejadian disabilitas di antaranya kelompok disabilitas yang masih muda. sehingga ketika nekad digunakan bisa under estimate, angka lebih rendah dari angka yang terjadi sebenarnya di populasi. Angka perbandingan anak disabilitas di dunia internasional di Eropa 5,4% anak difabel. Di Amerika Utara 9,9% dan di dunia internasioanl 1 dari 10 penduduk bumi adalah disabilitas. Tetapi dari survey yang menggunakan WGA angka yang dihasilkan masih terlalu rendah misalnya di tahun 2018 perkiraan 1,1% anak disabilitas dan bahkan kecenderungan menurun. Bila dibandingkan Riskesdas 3,3% anak disabilitas orangtuanya masih bertanya-tanya apakah instrumen itu positif dan masih memotret dengan utuh anak-anak disabilitas dan apa yang terjadi dengan kelompok anak disabilitas? (ast)