Peringati 16HAKTP Yayasan YAPHI Gelar Pemutaran dan Diskusi Film Payung Dara

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Dorkas Febria, staf advokasi Yayasan Yaphi membuka diskusi pada pemutaran film Payung Dara besutan sutradara Reni Apriliana dengan mengemukakan dua hal penting terkait kekerasan seksual. Dua kalimat itu adalah kenali hukumnya dan lindungi korban. Jika pada peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Pada Perempuan (!6HAKTP)  Yayasan Yaphi memilih tema mendobrak bias dan menguatkan sintas, maka bias din sini artinya kenormalan. Seperti apa yang bisa dibayangkan sebagai  gelas berisi air lalu dimasukin sendok pasti bengkokn itu adalah budaya kenormalan. Misalnya ungkapan kepada anak kecil yang sering menangis, "cowok kok nangis ",  “anak perempuan harus bangun pagi" atau "perawan kok ngebo”. Panitia mengambil tema ini untuk mengajak seluruh masyarakat agar lebih memiliki kesadaran dan keadilan gender.

Kalimat kedua adalah menguatkan sintas. Diakui atau tidak, adanya bias menyebabkan meningkatnya angka kekerasan berbasis gender, mereka melakukan hingga meningkatkan luka dan banyak korban. tidak hanya perempuan tapi laki-laki. Menurut Dorkas, disadari bahwa para pendamping dipilih untuk menguatkan sintas. Alangkah baiknya  kala bertemu korban tidak menyalahkan korban "salahe mulih bengi", ,”salah e rokmu pendek”, “salahe kowe ora bengok”. Namun begitu hal ini bisa menjadi momentum semangat bagi semua untuk mencegah kekerasan seksual. Begitulah kalimat-kalimat pembuka yang disampaikan oleh moderator saat memandu sesi diskusi nonton film.

Dipandu oleh moderator Dorkas Febria, Reni Apriliana, sutradara film Payung Dara mengatakan bahwa merasa senang dan  bangga serta tidak menyangka, bahkan tidak memiliki  espektasi sehingga ia tidak tahu kenapa payungdara dapat nominasi dan  bisa masuk ke festival. Sedangkan Luxy Nabela Farez, Direktur Program Pusat Kajian Perempuan Solo (Pukaps) mengatakan bahwa sebelum pembuatan film, mereka membuat FGD dahulu baru kemudian ia merasa dekat.  Luxy menambahkan di lapangan masih banyak menganggap tabu bahasa- bahasa tentang pengalaman ketubuhan alias tidak berani ngomong kotang tetapi memilih kata daleman, jejerohan.

Luxy beberapa waktu sebelumnya  ikut keliling pemutaran film payungdara dan mendapati masih ada 34 persen perempuan yang mengalami pelecehan seksual oleh guru-guru mereka. Para pelaku masih menertawakan pengalaman ketubuhan seseorang. Sedangkan para anak perempuan kebanyakan masih mengalami kesulitan dalam menghadapi proses pubertas bahwa payudara besar adalah proses ketubuhan seorang anak perempuan. Ia mencontohkan mitos yang ia alami terkait payudara agar gedenya bisa sama. Ternyata itu normal meski bentuknya tidak sama besar. Faktanya hal seperti itu tidak pernah dibahas karena dianggap sesuatu yang tabu.

Luxy menambahkan beberapa waktu lalu pihaknya bersama  Kembang Gula menghubungi sebuah sekolah swasta untuk memohon izin pemutaran film di sebuah sekolah swasta di Surakarta. Ternyata ada proses perizinan, tentunya diputar dulu dan dilihat oleh bapak dan ibu guru.  Akhirnya pihak sekolah merekomendasikan yang menonton siswa perempuan saja. Menurutnya saat ini artinya masih ada batasan untuk mengetahui pendidikan seksual komprehensif artinya pendidikan seksual komprehensif yang bisa mempelajari hanya perempuan saja. Padahal kalau semua paham tentang konsep ketubuhan perempuan itu akan lebih adil.

Menjawab pertanyaan seorang peserta diskusi tekait karakter guru yang bercanda seksis apakah dicreate karakter itu apakah bagaimana, menurutnya ada beberapa institusi pendidikan. yang masih menyampaikan ucapan dan tindakan seksis ke muridnya. Yang kemudian dilakukannya adalah mengalami perjumpaan-perjumpaan dengan siswa SMP dan SMA untuk diobrolkan bersama dengan tujuan mengedukasi. Selanjutnya ada proses diskusi terfokus. Ia bahkan tak menyangkal bahwa masih ada talent yang menyampikan obrolan seksis.

Film Payung Dara  saat ini diputar di serangkaian distribusi, beberapa sekolah di Solo, komunitas di Solo dan Surabaya. Di Kota Solo, film Payung Dara pernah diputrar di even Patjar Merah Buku di Ndalem Joyokusuman. Untuk memutar film ini sangat mudah persyaratannnya. Menurut Reni dan Luxy, asal ada yang menarasikan maka dbolehkan sebab supaya tidak ada asumsi-asumsi. Jadi film ini diputar sebagai wahana pendidikan dan harus ada diskusi. (Ast)