Panggung Ekspresi Inklusif dalam Rangka 16HAKTP Diawali dengan Panduan Senstivitas Disabilitas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ada hal menarik dari gelaran panggung ekspresi bertema merayakan perempuan  mendobrak bias menguatkan sintas yang dihelat oleh Yayasan YAPHI berkolaborasi dengan Lokananta, Ruang Atas, Kembang Gula dan Radio Immanuel, Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Surakarta, dan Deaf Volunteer Organization (DVO),  Sabtu 16 Desember 2023. Pada panggung yang berlatar lukisan serta bertuliskan Merayakan Perempuan, Galih Saputro menerangkan tentang bagaimana seseorang berinterakasi dengan teman Tuli, Hard of hearing atau Tuli yang mempu dengan bahasa gestur. Dengan bahas isyarat Indonesia, Galih menjelaskan bahwa jika memang seseorang itu tidak bisa berbahasa isyarat, maka bisa dengan menuliskannya di kertas.

Selain Galih, ada Agustina Wanisari Rahutami, dari komunitas Bipolar Care dan Mother Hope Indonesia yang mewakili disabilitas mental kemudian menyampaikan bahwa orang-orang dengan bipolar bagi lingkungan di kantor, misalnya, dianggap aneh. Ia lmenerangkan bahwa bipolar yang mereka alami ada di dua fase yakni fase manic. Di fase ini biasanya orang dengan bipolar  tidak merasa  capai selama 24 jam tapi ketika depresi, jangankan keluar rumah, mereka maunya mematikan lampu lalu hanya tiduran untuk merawat diri mereka, bahkan tanpa membersihkan diri/mandi.

Belum lagi misalnya ketika mau berangkat karena ada acara, misalnya ada yang mengalami  overthinking. Saat ini banyak drama series Korea secara yang bagus  bertema  bipolar, skizofrenia dan suicide  attack misalnya Daily Dose of Sunshine  tentang bagaimana  seseorang berinteraksi dengan pengidap skizofrenia dengan depresi, bahkan mereka yang memiliki keinginan untuk bunuh diri.

Menurut Agustina, orang dengan skizofrenia tidak banyak kontak mata, ini berbeda dengan Tuli. Karena kalau orang dengan skizofrenia ada kontak mata mereka tidak suka karena seolah-olah seperti diintimidasi. Orang dengan skizofrenia, atau psikososial, kalau ada yang datang di acara-acara seperti yang diadakan oleh Yaphi ada yang mengalami panic attack lalu gemetaran. Jika ia bekerja pada perusahaan atau instansi kalau ada pekerjaan yang menganggu dirinya maka bisa ketriger dan menyebabkan relapsm sehingga  butuh obat dan konsultasi rutin.

Kemudian apakah akomodasi yang mereka butuhkan? Di pekerjaan, mereka butuh satu hari dalam satu  bulan untuk konsultasi rutin. Kalau mereka bekerja, ada dosis obat yang bisa diganti atau dinaikan atau waktu istirahat dinaikkan. Di saat mereka bekerja biasan ada tiga jam sekali untuk istirahat.Intinya adalah  butuh ruang khusus untuk menenangkan diri. “Tolong, hindari stigma. Apalagi  olok-olokan di zaman sekarang sudah tidak zamannnya lagi. Yang penting saling memahami,” tegas Agustina.

 

Lalu Bagaimana Sensitivitas Difabel Netra?

Adi, relawan pendamping difabel yang bergiat di komunitas-komunitas difabel di Surakarta dan sekitarnya memberikan pemahaman tentang cara berinteraksi dengan difabel netra. Bahwa sebaiknya sebelum memberikan pertolongan kepada difabel netra, memperkenalkan diri dulu dengan menepuk pundak atau bahu, atau langsung menyentuh ke permukaan tangan dengan mengajak salaman kecuali yang berpandangan tidak bersentuhan (dalam konteks agama Islam), seseorang yang  bukan muhrim, sambil menyebutkan nama. Dengan menyebut nama, maka suaranya akan dikenali oleh teman netra.

Setelah itu baru bertanya apakah si teman netra itu membutuhkan pertolongan atau tidak. Saat mengenalkan tempat (orientasi mobilitas) pun juga orang bukan netra akan mengenalkan teman netra dengan menghitung langkah, dan menceritakan suasana dan posisi tempat. Hindari kata-kata sebagai pengganti kata tunjuk seperti “di sana”, “di sini”, “begini” tanpa ada penggambaran atau narasi dari apa yang dilihat atau lakukan.

Pernyataan bertanya atau ajukan permisi saat ingin membantu pun juga berlaku pada difabel fisik.

Sesi panduan sensitivitas disabilitas banyak diminati penonton panggung ekspresi. Terbukti beberapa orang memberikan pernyataan bahwa hal itu termasuk pengetahuan baru bagi dirinya, seperti yang disampaikan oleh Dita, seorang mahasiswa di perguruan tinggi swasta dan tinggal di Surakarta. (Ast)