#NGO-PHI Seri Ke-8 Wujudkan 16HAKTP Inklusif

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

16HAKTP sebuah kampanye yang dilakukan setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan seksual terhadap perempuan dan menggalang dukungan masyarakat dalam mendorong pemenuhan hak-hak perempuan. Kampanye ini bertujuan untuk melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan dan mempromosikan kesetaraan gender. Kampanye melibatkan berbagai kegiatan 16 Nopember sampai 10 Desember  2023. Kampanye yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi sosial, masyarakat sipil, organisasi perempuan dan organisasi-organisasi lainnya   adalah upaya bersama untuk menciptakan dunia yang lebih adil.  Aman dan bebas dari kekerasan pada perempuan.

Haryati Panca Putri, Direktur Pelaksana Yayasan Yaphi yang menjadi narasumber Podcast Ngobrol Bersama Yaphi atau #NGO-PHI ke-8  adalah seorang aktivis di era 97-98. Ia bekerja di NGO selama 36 tahun, dan bermula dari pengorganisasian  masyarakat di akar rumput hingga saat ini.

Yayasan Yaphi adalah sebuah lembaga non pemerintah yang melakukan gerakan advokasi dan pemberdayaan masyarakat dari tahun ke tahun. Yaphi memiliki tantangan luar biasa terkait perkembangan zaman dan dalam konteks teknologi juga luar biasa sehingga mengikuti kekinian dengan pemanfaatan kampanye lewat media sosial salah satunya memiliki kanal YouTube bertema #NGO-PHI.  

Dalam visi ke depan Yaphi memiliki tujuan yakni  cinta persaudaraan, kebenaran, keadilan yang berwujud pada masyarakat marjinal. misi yang jauh tinggi dan besar. Kami mewujudkan dalam misi melakukan transformasi sosial bersama masyarakat marjinal dalam pemenuhan  HAM. Untuk itu maka ada pemberdayaan, advokasi HAM dan advokasi kebijakan dan bekerja di isu lingkungan, agraria, buruh, perempuan dan anak.

Menurut perempuan yang biasa dipanggil Putri dalam podcast yang dipandu oleh Christina Vera bertema 16HAKTP ini, bicara perempuan tidak bisa dipisahkan dengan anak. Yayasan Yaphi merayakan perempuan dengan tema yang sama dengan tahun lalu, yang sampai sekarang tema itu masih berelasi, salah satunya bagaimana perempuan sekarang di banyak hal belum dihargai.

Di isu penanganan kasus perempuan dan anak, ada fenomena peningkatan luar biasa. Makin ke sini tidak surut tetapi membuka gunung es. Dengan berbagai kesadaran dan upaya layak tetapi makin meningkat, ada enam kasus yang saat ini ditangani oleh Yayasan Yaphi. Namun yang lebih penting dari itu adalah harus ada gerakan terhadap pencegahan kekerasan, sedini mungkin. Sebab kembali menengok pada angka-angka kasus semakin tinggi, bertambah ragam, bahkan dengan  teknologi.

Ada banyak masyarakat masih melabeli atau memberi stempel pada korban, “salahnya mengapa rok mini”, padahal yang harus dibongkar adalah kesadaran. Karena anak-anak melakukan hal yang belum perlu dilakukan dengan cara meniru media sosial, tanpa filter. “Yang kita bangun adalah kesadaran menghargai perempuan atau personal. Yang harus dibongkar isi kepala,” ujar Putri.

Yaphi dalam memperingati menyambut 16 HAKTP mengambil tema  “Merayakan Perempuan Mendobrak Bias Menguatkan Sintas” dengan membongkar isi kepala sebab ada banyak bias, dikaitkan degan pelaku kekerasan, banyak pelaku adalah penguasa, orang pintar, kedua fakta yang sering didengar adalah selalu yang disalahkan adalah korban.

Menguatkan sintas adalah pemberdayaan, memperkuat posisi masyarakat supaya kuat salah satunya masyarakat tahu proses regulasi. Sebab negara memiliki amanat dan lembaga mempunyai tugas penguatan. Ketika melakukan advokasi kebijakan maka harus tahu mekanisme. Lalu aturan negara bagaimana? Apakah cukup mengakomodir?

Regulasi berupa produk hukum sedangkan bagaimana orang-orang melakukan atau mengimplementasikannya  itu adalah budaya. Masyarakat harus tahu produk hukum. Menguatkan korban, dengan tidak memberi stigma pada korban. Pendampigan hukum di tingkatan kepolisian dan kejaksaan agar korban kuat mendampingi korban. Terkait kebijakan publik mereka harus tahu prosesnya seperti apa. Ketika mereka tahu, mereka akan menghadapi semua.

“yang ingin saya tekankan di sini negara Indonesia telah memiliki banyak sekali produk hukum. Namun pelaksanaannya sangat tergantung bagaimana kita menerjemahkan, ketiga adalah budaya yang masih sangat  patriarkat,”jelas Putri. Yaphi sendiri selama ini berperan mengkritisi dan  terlibat penuh dan dalam advokasi agar produk hukum bisa diaplikasikan.

Terakhir, Putri menekankan bahwa untuk membangun sikap anti kekerasan tidak dibatasi waktu. Dan tahun ini Yayasan Yaphi merayakannya dengan konsep inklusi dengan mengajak teman disabilitas dengan segala ragamnya berpartisipasi penuh makna. Rangkaian kegiatan lainnya dengan melakukan diskusi-diskusi bersama aktivis perempuan Myra Diarsi, Purwanti dari Sigab Indonesia bersama Jaringan Visi Solo Inklusi, serta Komasipera dan diakhiri dengan panggung ekspresi “Merayakan Perempuan” di Studio Lokananta. (ast)