Mewujudkan Negera yang Ramah Difabel terkait Aksesibilitas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Cucu Saidah, inisiator Jakarta Free Barier Tourism (JBFT) dalam diskusi Forum Denpasar 12, mengatakan bahwa untuk memastikan pemenuhan hak difabel maka yang selalu dibicarakan adalah kebijakan,  baik di pusat maupun daerah  serta bagaimana perlakuan diskriminatif  terhadap difabel akan semakin berkurang. Namun dari itu semua yang paling utama adalah kerja sama antar pihak. Terkait bicara  aksesibilitas tentu manfaatnya bagi semua dan merata. Tentang aksesibilitas ini  misalnya, ada di pihak penyedia jasa bangunan awalnya tugasnya adalah mempermudah bagi difabel, bagaimana kebermanfaatannya.

Berbicara tentang aksesibilitas bukan hanya kemudahan, tetapi konteks keselamatan, bagaimana aksesibilitas ini mendukung kemandirian. Ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja tetapi juga swasta. Lalu ketika berbicara soal infrastruktur selama ini apakah sudah bicara dengan swasta? Bagaimanapun di sektor pariwisata pelakunya banyak dari pihak swasta, serta asosiasi-asosiasi profesi seperti asosiasi profesi arsitektur, asosiasi jasa bangunan, serta bagaimana para pihak aktif menginformasikan pemenuhan hak aksesibilitas.

Cucu Saidah menambahkan bahwa untuk memastikan layanan publk, pemenuhan hak identitas yakni kepemilikan KTP, hingga layanan  transportasi, maka  perlu memahami Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Di IMB tersebut ada ketentuan, bahwa yang ingin mendirikan harus melampirkan gambar rencana arsitektur. Terkait aksesibilitas bisa dipastikan lewat gambar, juga dengan jasa konstruksi fisik.  Apalagi pembangunan transportasi di Indonesia masif dilakukan tetapi menafikan aksesibilitas, termasuk catatan terkait aksesibilitas kereta cepat yang beberapa waktu lalu diresmikan,  pintu kereta sulit diakses kursi roda.

Ia mengusulkan, dengan pembagunan yang luar biasa saat ini terjadi maka  banyak hal yang ingin dicapai. Tetapi yang belum dilihat adalah adanya kebutuhan, ada yang mengisi, perlu ada post “accecibility liaison officers’ dan ini akan jadi peluang besar misalnya kerja sama dengan asosiasi profesi. Liaison officers harus bersama dengan disabilitas, dari perencanaan, evaluasi dan pengawasan.

Beberapa waktu lalu Cucu bekerja sama dengan sektor transportasi Amerika Serikat  bahwa di bawah dirjen udara, ada accesebility liaison officers. Hal ini akan  menjadi pekerjaan besar : salah satu cara pemenuhan hak aksesibilitas ini adalah bagaimana  bisa berbicara terkait kebijakan juga, yang kemudian melahirkan extra cost disabilitas yang sangat signifikan. Cucu berharap ini menjadi inspirasi yang bisa dilakukan dan diadvokasi bersama.

Menutup diskusinya, Cucu memberikan poin-poin bagaimana setiap pihak mengadvoaksi supaya  ada klausul aksesisbilitas pada kontrak dengan penyedia bangunan. “Kita dorong agar aturan ada. Ada satu yang bolong adalah bagaimana dengan swasta khususnya penyedia jasa konstruksi, “pungkas Cucu. (ast)