Yayasan YAPHI Dampingi Anak-anak Jemaat GKJ Slogohimo Edukasi Hak Anak dan Pencegahan Kekerasan Seksual

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Mahas, salah seorang anak, jemaat sekolah Minggu Gereja Kristen Jawa Slogohimo, Wonogiri, tampak riang gembira ketika menerima arahan para pendamping dari Yayasan Yaphi yang pada siang hari itu berkegiatan di gereja. Tak hanya Mahas namun lebih dari 30 anak lainnya mengikuti acara yang dihelat akhir Juli tersebut. Bermain dan bergembira adalah salah satu syarat agar hak mereka terlindungi. Belajar dengan syarat hati harus bergembira tidak mesti disampaikan dengan cara kaku dan normatif.

Mereka, anak-anak sekolah Minggu itu menerima pemahaman betapa pentingnya untuk melindungi bagian tubuhnya sendiri. Mereka harus tahu siapa saja yang boleh memegang alat kelaminmya dan juga anggota tubuh lainnya yang tertutup seperti payudara. Hanya orangtua dan dokter atau perawat saja yang boleh memegang. Selain itu tidak.

Salah satu bagian dari pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi adalah dengan mengenalkan anak-anak pada alat reproduksi yang telah dimiliki dan fungsinya. Termasuk memberikan arahan perlindungan. Dengan mengenal nama-nama anggota tubuh dan jenis kelamin, mereka tidak lagi memberi nama yang lain dan keliru serta bias sehingga membuat pemahaman yang beda, seperti kata "vagina" diganti dengan "tahu" atau "tempe."

Sebagai representasi dari pengetahuan yang diberikan lalu diputarlah sebuah video lagu  berjudul 'sentuhan boleh, sentuhan tidak boleh." Mereka menyanyi sambil memperagakannya dengan menari.

Tak hanya anak-anak yang pada hari itu dibagi menjadi dua kelompok besar, para orangtua pun ikut kegiatan dengan seksama. Mereka yang duduk di kursi belakang anak-anak, terkadang turut memperagakan lagu dan tarian kampanye mengenal tubuh sendiri. Tatik, seorang ibu pensiunan guru sekolah negeri di Wonogiri kepada suarakeadilan.org menyampaikan bahwa kegiatan yang dihelat oleh Yayasan Yaphi bekerja sama dengan GKJ Slogohimo sangat bermanfaat bagi dirinya dan cucunya. Menurutnya, pelajaran terkait kesehatan reproduksi hanya sedikit muatannya di sekolah dan tidak disampaikan secara komprehensif. Jadi ketika para pendamping dari Yaphi memberikan pendidikan dan pemahaman dengan cara yang unik dan menggembirakan, pihaknya senang. Ia berharap kegiatan semacam itu kembali diadakan dan mengambil hari libur sekolah agar lebih banyak lagi menggaet peserta anak-anak.

 

Pendeta Wuri Ajeng Septaningrum, gembala jemaat GKJ Slogohimo pun menyatakan kegembiraannya tatkala mendampingi kegiatan yang dilaksanakan mulai tengah hari hingga pukul delapan malam. Menurutnya, kegiatan inilah yang sudah ia impikan sejak tahun 2017. Bahwa jemaat memiliki hak untuk memperoleh pendidikan bagaimana mengupayakan pencegahan kekerasan seksual. Ia memprihatinkan angka kekerasan seksual yang tinggi di Kabupaten Wonogiri.

 

Tak hanya itu, pengetahuan tentang hak anak dan pencegahan  kekerasan menurutnya juga penting sebab beberapa remaja jemaat gereja juga ada yang mengalami perundungan dan korban intoleransi beragama. Jadi, ketika Yayasan YAPHI mengajak bekerja sama dengan pihak gereja, itu seperti gayung bersambut. Apa yang sudah menjadi cita-citanya sejak enam tahun lalu akhirnya terwujud. Bahwa para jemaat ke gereja tidak hanya untuk urusan peribadatan saja namun bagaimana mereka juga meng-update pengetahuan dan pemahaman kekinian sebagai upaya untuk pencegahan terjadinya tindak kekerasan dan pemahaman tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

 

Latar Belakang Mengapa Pendampingan Anak dan Orangtua di GKJ Slogohimo

Pada semester awal di tahun 2023, Kabupaten Wonogiri mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak seiring meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak. Dikutip dari Solopos.com, hingga pertengahan tahun ini tercatat ada 30 anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat anak mencari ilmu berubah menjadi ajang para predator memuaskan hawa nafsu. Oknum tenaga pendidik yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membimbing proses belajar di sekolah malah berbalik menjadi pelaku kekerasan (seksual) terhadap naradidiknya.

Demikian pula di lingkungan terdekat anak, keluarga, saudara, juga tetangga yang seharusnya membimbing dan mengayomi anak, seringkali menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Dewasa ini, anak diperhadapkan dengan situasi yang tidak aman bahkan cenderung mengancam tumbuh kembang anak. Situasi kekerasan terhadap anak menjadi puncak gunung es atas fenomena kekerasan yang sampai hari ini masih dipandang sebagai aib.

Kabupaten Wonogiri dengan sebagian besar penduduk usia produktifnya memilih untuk merantau, menyerahkan pengasuhan anak kepada orang tua (kakek dan/atau nenek) yang sudah lanjut usia. Perkembangan teknologi, akses media sosial yang tidak terkontrol, bahkan tidak diimbangi dengan kecakapan literasi digital semakin membuat anak larut didalamnya. Peran orang tua yang seharusnya jadi kontrol atas situasi ini, nyatanya tidak bisa mengimbangi perkembangan teknologi yang terjadi.

Masalah kekerasan pada anak memang sangat kompleks. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya kekerasan pada anak, mulai dari lingkungan keluarga, sosial, hingga faktor psikologis pelaku. Namun, satu hal yang pasti, anak-anak adalah korban yang sangat rentan dan tidak berdaya dalam situasi tersebut. Diperlukan kesadaran semua pihak untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan memberikan ruang yang aman bagi anak.

Yayasan YAPHI sebagai lembaga yang fokus pada isu perlindungan anak dan perempuan merespon kritis situasi yang terjadi di Kabupaten Wonogiri sebagai salah satu wilayah pelayanannya. Begitupun dengan Gereja Kristen Jawa Slogohimo yang merupakan salah satu gereja tua di Kabupaten Wonogiri sejak tahun 1936 memiliki kegelisahan tersendiri atas meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak di wilayah mereka. Atas dasar kesadaran dan kesepahaman bersama untuk melakukan perubahan, maka Yayasan YAPHI dan Gereja Kristen Jawa Slogohimo sepakat untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak yang dimulai dari lingkungan Gereja Kristen Jawa Slogohimo.

Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan bersama Gereja Kristen Jawa Slogohimo bertujuan agar jemaat memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Sehingga setelah mendapat pengetahuan itu mereka mampu melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak.

Tujuan kedua adalah Gereja Kristen Jawa Slogohimo memiliki sistem pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak yang  berbasis masyarakat. (Handharu/ast)