Komnas Perempuan dalam Satu Tahun UU TPKS

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Siti Aminah Tardi dalam konferensi pers yang dihelat oleh Komnas HAM, KND, KPAI dan Kemeterian PPPA beberapa waktu lalu menyatakan bahwa di setuap pasal UU TPKS ada pengalaman korban bahkan setiap pengalaman korban tersebut menjadi dasar  pembentukan sebuah ketentuan. Ia menjelaskan terobosan  yang didapatkan dari  UU TPKS selama satu tahun ini.

Setidaknya ada 6 terobosan hukum yang diharapkan dan menjamin  pemenuhan hak korban atas perilindungan dan penanganan serta pemulihan, tiga di antaranya adalah

 

1. Tindak pidana kekerasan seksual.

2  Ketentuan pidana yang di dalamanya sanski pidana pokok dan tindakan

3. Hukum acara pidana khusus, mulai dari pelaporan, penyidikan, penyelidikan pemeriksaan sampai pelaksanaan putusan. Ini adalah perlakuan khusus untuk korban kekerasan seksual  yang belum diakomodir dalam KUHP.

 

Tindak Pidana kekerasan seksual sendiri adalah tindakan pidana yang unsur-unsurnya disebutkan dalam UU TPKS namun unsur-unsurnya soal itu tidak hanya di UU TPKS tapi juga di luar  UU TPKS.

Di UU TPKS pasal 4 ayat 2 menyebut bahwa TPKS  meliputi perkosaam, pencabulan anak kemudian persetubuhan terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan, pornografi,  perkosaan , pemaksaan perkawinan, pelacuran, TPPO, kekerasan seksual dalam lingkup keluarga dan tindak pidana pencucian uang yang pidana asalnya dari kekerasan seksual dan tindak pidana lain yang akan diatur di peraturan perundang-undangan. Perkosaan, pencabulan dan kesusilaan diatur dalam KUHP. Persetububan dengan anak, pornografi anak, persetubuhan terhadap anak diatur di UUPA, UU  Pornografi, tindak pidana eksploitasi seksual orang diatur dalam UU TPPO juga untuk kekerasan seksual dalam lingkup  keluarga juga diatur dalam UU PKDRT dan UU Pencucian Uang.  Artinya ini dinyatakan sebagai TPKS sehingga hak-hak korban mengikuti yang ada di UU TPKS. Hukum acaranya  mengikuti UUTPKS  karena itu dibuatlah pasal ini untuk menjembatani tindak pidana-tindak pidana yang ada pada undang-undang  di luar UU TPKS karena itu kemudian advokasi berlanjut ke RKUHP saat itu. Di dalam RKUHP Komnas Perempuan setelah berhasil bersama mendorong UU TPKS lalu melakukan advokasi ke RUU KUHP khususnya kriteria yang ini yakni dimensi kekerasan berbasis gender, berdampak pada jaminan perlindungan HAM perempuan, mempertimbangkan modalitas pengetahuan yang dimiliki dan pembagian kerja.

 

Komnas Perempuan terfokus pada kekerasan berbasis gender dan khusus pada kekerasan seksual adalah memastikan pasal-pasal tentang kekerasan seksual di dalam KUHP dinyatakan sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Mengapa? Agar nanti di tahun 2026 ketika UU KUHP diberlakukan maka perlindungan korban dan hukum acaranya ikut UU TPKS dan di tindak pidananya Komnas Perempuan berhasil mendorong di pasal 23 khususnya tindakan pencabulan dengan kualifikasinya dan inces sebagai tindak pidana kekerasan seksual dan untuk aborsi jika dilakukan oleh korban tindak pidana kekerasan dipidana kemudian juga untuk pasal-pasal terkait  perkosaan dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Siti menambahkan bahwa terkait struktur, undang-undang tidak akan berbicara kalau tidak ada aparat penegak hukum.

 

Setelah  UU TPKS terbit, Kapolri kemudian  menerbitkan Telegram yang memerintahkan seluruh penyelidik dan penyidik untuk menggunakan UU PTPK namun  ada tantangan di internal kepolisian bahwa peraturan-peraturan di kepolisian itu  harus disinkronkan dengan hukum acara di UU TPKS seperti pada perkap nomor 6 tahun 2019  tentang penyidikan tindak pidana dan tentang penindakan tindak pidana. Berdasarkan keadilan restoratif  yang perlu ruangan khusus, Komnas Perempuan berpandangan perlu disinkronkan dan diharmonisasi dengan UU TPKS. Mengapa? Karena kepolisian menjadi tempat pertama selain  UPTD PPA sehingga siap dulu infrastuktur dan SDM-nya. Dan semua pihak terlibat dalam proses sinkronisasi dan harmonisasi ini.

 

Pertanyaannya adalah apakah dengan UU TPKS kasus akan turun? Jawabnya tidak. Karena memang UU TPKS tidak ditujukan untuk menghilangkan tetapi yang akan diperbaiki adalah memberikan layanan yang tepat dan membantu korban untuk pulih.Kalau data memang ada peningkatan, Kekerasan seksual di angka 2.228 pada tahun 2022, dan ada 4102 kasus kekerasan seksual yang tercatat di lembaga layanan. Yang masih mengemuka KBGO untuk konteks advokasi kebijakan untuk memberi masukan pada UU ITE. Komnas melakukan sinkronisasi UU TPKS dengan UU ITE.

 

Setelah satu tahun UU TPKS dalam konteks evaluasi kebijakan menurut Siti Aminah Tardi belum lengkap karena infrastruktur belum ada.

 

Komnas Perempuan merumuskan hambatan umum yakni :

1. UUTPKS belum disosialisaisk ke swluruj aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum belum memahami unsur-unsur tindak pidana. Ada kesulitan keterangan ahli  dalam memahami maka penyidik membutuhkan keterangan ahli. Pertanyaannya keterangan ahli dari mana. Perlu waktu bagi akademisi untuk memahami. Ada perbedaan pemahaman dan penafsiran UU TPKS dengan jaksa penuntut  sehingga berkas dikembalikan.

 

2. Mekanisme yang lain soal pendampingan korban dan saksi, belum semua kota memiliki lembaga pendamping. Juga tidak semua kota memiliki organisasi disabilitas sehingga kepolisian tanya ke Komnas Perempuan, lalu merujukkan meminta pendamping ke siapa?

Mekanisme perlindungan saksi dengan LPSK sebab selama ini LPSK bekerja berdasar UU LPSK belum dengan UU TPKS yang mungkin saat ini masih  berproses

 

3. Pendampingan yang belum ada upaya pemberdayaan hukum. (Ast)