Bagaimana Satu Tahun UU TPKS Menurut KND

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Tantangan Komisi Nasional Disabilitas  (KND)  sangat luar biasa dalam penanganan kasus yang melibatkan perempuan difabel sebagai korban kekerasan seksual. Konteks ini bertentangan dengan batin dan berkaitan tugas dan fungsi KND sebagai lembaga yang seharusnya memantau, memenuhi serta memberi perlindungan  dalam pemenuhan HAM perempuan difabel. Perempuan dengan disabilitas dan anak dengan disabilitas, kerentanannya bertambah dengan beberapa hal yang sering didengar melalui media. Konteks kekerasan seksual pada perempuan dan anak dengan disabilitas lebih kejam dari melanggar aspek kemanusiaan. Demikian dikatakan Jonna Aman Damanik, komisioner KND pada konferensi satu tahun disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

 

Bagaimana dan apa yang sudah dilakukan dalam konteks UU TPKS,  Jonna menyampaikan bahwa yang pertama di internal, KND sudah melakukan capacity building tentang Hak Kesehatan dan Reproduksi Seksual (HKSR) dan konten UU TPKS. KND juga meminta Komnas Perempuan untuk memberi pemahaman dan pembelajaran kepada mereka. Kedua, melakukan sosialisasi kepada difabel atau komunitas difabel di seluruh indonesia karena konten dan konteks UU TPKS masih butuh sosialisasi. Hal ini menjadi kewajiban KND dalam mengedukasi teman difabel. KND sudah melakukan penelitian terkait media yang memberitakan kekerasan seksual utamanya kepada disabilitas. KND berharap bisa di-desiminasikan segera. Titik fokus dari riset media ini mereka berharap akan mengaya analisis terkait kekerasan seksual di Indonesia. Tahun lalu KND bersama NLR mengupdate terkait turunan kebijakan. Tanggal 16 Juni nanti, KND akan beremu Dirjen HAM dalam sinkronisasi ini.

Jonna juga memperkenalkan kanal Dita 143 sebagai sarana  pengaduan. KND mensosialisasikan dan memasukkan unsur UU TPKS sebab menurut Jonna mereka harus mempunyai satu mekanisme bersama.

 

Catatan KPAI : Angka Kekerasan Meningkat

Dyah Puspitasari, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) narasumber lain pada konferensi mengatakan bahwa kasus kekerasan meningkat dan ada anak korban, pelaku dan saksi. Kasus anak sebagai  pelaku juga tinggi. Pada tabulasi data di tahun 2023  hingga 30 April saja ada 229 kasus. Angka paling tinggi Jaw Barat disusul DKI, Sumatera Utara, dan Jawa Timur dengan kasus anak berkonflik hukum terutama anak pelaku yakni pelaku kekerasan seksual berjumlah 333 kasus, anak pelaku kekerasan psikis dan anak berkonflik hukum sebagai pelaku pencabulan.

 

Beberapa hal yang sangat penting untuk disampaikan sehingga perlu digarisbawahi adalah :

1. APH banyak yang belum paham implementasi UU TPKS, 2. Perspektif dan paradigma  APH jadi keprihatinan terutama terhadap anak pelaku dan anak saksi. 3. Kualitas SDM di UPTD di daerah pinggir sehingga kasus dialihkam kepada organisasi masyarakat sipil. 4. UPTD belum memberikan pendampingan anak berkonflik hukum, termasuk penyediaan rumah aman untuk anak jangan dijadikan satu dengan korban dewasa. Pelaku juga demikian efeknya.

 

5. Selain itu yang menjadi kekhawatiran KPAI, media belum aware, yang harusnya pemberitaan tentang anak jangan diekspos baik sebagai anak pelaku dan anak korban, 6. Banyak kasus  berhenti dengan damai. Di Pariaman pelaku pegawai kelurahan dan menyelesaikan kasus di meja makan. 6. Memastikan anak dalam perlindungan,  pendidikan keluarga dar kejahatan seksual palimg banyak dengan cara keluarga mengoptimalkan  anak dari kejahatan cyber.

 

Beberapa rekomendasi  khusus disampaikan oleh KPAI adalah : 1. Memastikan layanan dan pemulihan tersedia . Kalau UPTD belum banyak menyediakan ruang aman karena sebagian besar pelaku adalah orang dekat maka sebaiknya mereka di rumah aman, 2. Pemenuhan dan pelindungan anak yang berperspektif HAM dan menjunjung tinggi martabat manusia, 3.Memastikan strategi didesain agar tepat sasaran terutama di keluarga dan lembaga pengasuhan dan pendidikan.  Beberapa kasus terjadi di panti asuhan dilakukan oleh pendamping. (ast)