Refleksi Reforma Agraria dalam Temu Nasional

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ada satu pernyataan menarik dari Busyro Muqqodas, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah dalam Temu Nasional Reforma Agraria yang diselenggarakan akhir Januari lalu. Busyro selain memberi apresiasi kepada Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), ia juga mengambil data dari KPA bahwa ada penguasaan bisnis kalangan swasta di sektor Sawit seluas Pulau Jawa. Lalu hal ini mau disikapi bagaimana?

Busyro memberi beberapa langkah yakni : 1.  Refleksi  oleh KPA saat ini merupakan satu kekuatan riil masyarakat sipil diperlukan  untuk proses kedaulatan sesuai UUD 45, 2. Politik agraria sekarang bertentangan dengan UUD  45 yang tidak berkeadilan dan pemerintah membawa proses menjadi delegitimasi. Di balik itu tercerabutnya moralitas dan ketidakadilan dengan kekuatan tertentu oligarki yang menyebabkan satu proses pemiskinan dan itu sistemik.

Terjadinya politisasi di agraria, ada politisasi presiden akan memberi santunan tanah di Lampung, momentum ini sangat tepat dengan prinsip kedaulatan rakyat. Mengingatkan pada polutisi sejak di istana untuk kembali keinsyafan dan moralitas.

Lalu bagaimana memanfaatkan sisa waktu yang tersedia? Busyro Muqqodas kembali menyoroti elit politik untuk mohon kepada mereka dengan nurani dan akal sehat, melihat sektor agraria dari tahun ke tahun seperti apa. Seperti pada tayangan di video saat temu nasional dan apa faktanya tadi apa akan dipertahakam seperti itu.

Terbitnya Undang-undang IKN, UU Ciptaker dan kemudian diperparah dengan Perppu menjadi realita yang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Dalam waktu yang sempit masyarakat semakin melek nurani dan pikir dan maka harus dibimbing, dan didampingi terus serta tunjukkan sikap moralitas dengan cara adab.

Kemudian bagaimana caranya? Ada rembuk, perlu rakyat lebih jujur. Bagaimana rakyat berdaulat dengan rembuk nasional lintas NGO, masyarakat sipil, masyarakat adat juga ormas agama yang bisa mengambil topik terkait agraria. Lalu dikonkritkan dalam waktu tidak lama. Bahwa ada temu wicara masyarakat sipil, Muhhamadiyah akan concern.

Pentingnya Akses Teknologi

Narasumber lainnya, Arif Satria, Rektor IPB menyoroti akses pada teknologi dengan  inklusi dan presisi. IPB saat ini sudah hadir di 4300 desa dan mendekatkan diri dengan pendekatan teknologi. Teknologi dapat memberikan impact, barang masuk pasar moderen lalu masuk impor.


Yang dimaksudkan dengan presisi yakni teknologi harus relevan dengan perkembangan zaman. Butuh institusi  engginering yang bisa sigab secara kolektif. Di IPB ada pusat pendidikan agraria. Menurut Arif Satria, politik agraria pun bisa diselesaikan dengan teknologi agar lebih presisi. Sekarang banyak petani muda di bidang hortikultura dan e-commerce.

Arif menambahkan bahwa sistem demokrasi di Indonesia transaksional bukan substansial. Perlu rekonstruksi desain sistem demokrasi Indonesia biar lebih kondusif. Demokrasi yang hanya berbasis elektoral, maka saat ini diperlukan gagasan dan ide ide.  Politik itu untuk mensejahterkaan dan berkelanjutan maka perlu pendekatan sistem dan aktor. Kita banyak aktor. “Kita perlu membangun komunikasi, koalisi yang konsekuen dengan idealisme. Orang-orang yang masih memiliki idealisme harus berkumpul bersama untuk melakukan aksi, apa yang harus bisa dilakukan saat ini,”pungkas Arif.

Sedangkan narasumber dari Partai Buruh mengatakan bahwa salah satu yang memicu pergerakan buruh adalah lahirnya UU Ciptaker yang kemudian membangun kesadaran politik secara masif di buruh. Isu  agraria dekat dengan buruh. Kalau dari partai sendiri yang diangkat adalah kesetaraan, redistribusi kekayaan, salah satunya tanah dan upah yang adil dan pajak yang adil sebab problem bangsa Indonesia saat ini  adalah ketimpangan dan yang dihadapi petani adalah masalah tanah. Ia menambahkan bahwa partainya adalah salah partai  yang berpihak kepada petani dan  reforma agraria. “Parlemen jalanan tidak boleh ditinggalkan. Ini adalah partai gerakan,” ungkapnya. (Ast)