Sigab, Yakkum dan Formasi Disabilitas Rilis Hasil Pemantauan Pemilu 2024

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi Yakkum, dan Formasi Disabilitas, melalui dukungan Program INKLUSI (Kemitraan Australia – Indonesia untuk Mewujudkan Masyarakat Inklusif), merilis laporan pemantauan pada Pemilu 2024 (Jumat, 22 Maret 2024). Laporan pemantauan menunjukkan pelanggaran yang dialami pemilih difabel selama proses penyelenggaraan Pemilu 2024.

Dalam sambutannya, M. Joni Yulianto, Direktur Sigab Indonesia bercerita tentang peristiwa 25 tahun lalu saat menjadi mahasiswa, dirinya diundang di forum sosialisasi pemilu yang aksesibel waktu itu PPUA mulai berbicara. Setelah dua dekade berlalu namun ceritanya masih sama. Termasuk dalam Catatan Tahunan Formasi Disabilitas juga terkait hak politik bahwa masih punya catatan buruk terkait hak pemilu difabel, dibanding data yang dipunyai, data difabel masih sangat kecil. Maka di hari itu Joni mengakui bahwa apa yang sudah mulai dikerjakan oleh Sigab, Yakkum dan Formasi Disabilitas beberapa waktu lalu dengan Catahu lalu melanjutkannya dengan melakukan  survey pemantauan pemilu ini bertujuan untuk melihat difabel melakukan persiapan dan ingin memulainya. Survey dilanjutkan dengan pemantauan bagaimana situasi dilakuan dan didapat angka bahwa 90% teman difabel sangat ingin menggunakan hak politiknya tetapi di saat yang sama, cerita yang sama, keadaannya masih seperti pemilu tahun 1999.

Masih ada hambatan akses, masih ada hambatan pada si penyelenggara atau PPS. Bahkan pendidikan politik di mahasiswa, politikus,akademisi sudah menjadi makanan sehari-hari itu tidak terjangkau oleh teman-teman difabel. Jadi menurut Joni sebetulnya ini cerminan dari situasi politik saat ini, mengapa kalau bicara tentang politik, money politic,yang masih saja terjadi. Barangkali pelaku kolektif penyelenggara belum mencerminkan bahwa mencerdaskan kapasitas berpolitik bangsa adalah hak bagi semua orang. Namun masih saja dijumpai percakapan-percakapan seperti ini, "Wong yang bukan difabel saja belum terpenuhi kok, apalagi difabel. " Joni yakin orang yang berkata demikian tidak paham Pancasila. Ia berharap hasil pemantauan akan jadi refleksi sehingga tidak mengulang cerita yang sama 25 tahun lalu. Apalagi ke depan akan diselenggarakan Pilkada serentak. Ia juga berharap hasil pemantauan menjadi kontribusi yang dijemput oleh penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR, yang akan menyelenggarakan pemilu dengan adil untuk semua.


Hasil Pemantauan
 
Pemantauan yang diinisiasi oleh Sigab, Yakkum dan Formasi Disabilitas atau disebut Aksi Kolektif ini dilakukan dari periode kampanye hingga pencoblosan dan rekapitulasi penghitungan surat suara dengan melibatkan 218 relawan pemantau dari 20 Provinsi. Para relawan pemantau disebar ke 218 TPS di 42 Kabupaten/Kota, di 20 Provinsi.

Hasil pemantauan mencatat 45% TPS tidak memiliki informasi data pemilih difabel. Situasi ini berimplikasi pada pengabaian terhadap layanan, aksesibilitas dan pendampingan yang dibutuhkan pemilih difabel. Temuan ini sama dengan hasil survei persepsi pemilih difabel yang dilakukan sebelumnya, bahwa rendahnya difabel yang tercatat sebagai pemilih difabel (35,7%). Sementara, 44,9% difabel terdata sebagai bukan pemilih dan sisanya 19,4% tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih. (Ast)