Isu Kesehatan Mental di Tempat Kerja

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Dokter Zulvia Oktanida Syarif, Sp. KJ, atau dikenal sebagai dr. Vivi Syarif Sp.KJ,, dalam siaran YouTube RSUD Tarakan mengatakan kesehatan mental mencakup kondisi kesehatan mental setiap orang. Kalau di tempat kerja berarti spesifik di tempat kerja. Dikatakan tidak hanya sehat mental tetapi mampu menghadapi kekurangan dan kelebihan serta tekanan serta mampu produktif dan berkontribusi untuk masyarakat.

Menurut WHO dan Undang-Undang Keswa yang memuat tentang kesehatan jiwa dinyatakan bahwa orang yang memiliki masalah gangguan mental tetapi ia bisa produktif dan bisa mengatasi tekanan hidup, maka ia bisa dikatakan sehat secara mental.

Ada juga orang yang dia tidak pernah datang ke psikolog dan psikiater serta tidak terdiagnosis tetapi sebenarnya dia tidak sehat secara mental dengan gejala susah tidur, mudah stress, setiap mau berangkat kerja stress, setiap di rumah saat berinteraksi dengan keluarga masih teringat dengan pekerjaan dan beberapa gejala lain jangan-jangan itu menandakan bahwa orang tersebut sedang tidak sehat secara mental. Jadi mengangkut relasi sosial juga.

Lalu situasi yang bagaimanakah di tempat kerja yang menimbulkan masalah mental? Menurut dr. Vivi kesehatan jiwa bisa terusik karena lingkungan kerja atau orang tersebut memiliki masalah di luar seperti masalah keluarga, dengan pasangan, atau orang lain. Kalau di lingkungan kerja biasanya masalah itu berasal : dari pekerjaan itu sendiri, beban kerja, budaya organisasi yang tidak membiarkan orang untuk maju, adanya bully, pelecehan, adanya budaya blaming menyalahkan, ada jam kerja yang terlalu panjang, dan tidak ada batasan yang jelas bagaimana mengelola stress.

Lalu, bagaimana cara mengenalinya ?Ada Burnout (lelah mental) dengan tanda-tanda lelah sepanjang waktu, ada demotiviasi (tidak ada gerak),berangkat kerja tetapi produktifitas menurun, Ada rasa tidak belonging, sinis terkait aturan dan kebijakan, Saran dr. Vivi Syarif maka jangan impulsif, sadarii bahwa "aku bosan", "aku lelah", Sesimpel cari rute yang berbeda, make it fun, pasang bundaries atau batas bikin nyaman, ada variasi, butuh cuti, bicara dengan pimpinan perusahaan, mungkin bisa digeser posisinya, resign nantilah, Kemudian konsultasi ke psikolog atau. psikiater.

dr .Vivi menambahkan setiap menghadapi masalah sebetulnyq pilihannya simpel, mau diambil atau buang, Kalau seterpaksa-paksanya sudah sangat tidak tahan ada pilihan pergi dan tinggalkan. Tapi ada pilihan untuk diambil da diterima sebab : rekan kerja tidak enak, pimpinan tidak asih, tempat kerja jauh dari rumah, Kalau begitu maka perlu beradaptasi alias tetap di-accept dengan berbicara pada diri sendiri "oh ya aku bekerja di tempat seperti ini." atau "aku bekerja di boss yang seperti ini," atau "oh, oke, aku bekerja di rekan kerja yang seperti ini." Cara beradaptasi :mengubah respon dan jika ada pekerjaan yang bikin stress, menghadapinya bisa lebih arif dan terima dulu.

Jika terjadi burnout : sakit fisik diobati maka burnout pun perlu untuk sadari juga kalau butuh dan berlanjut.

Sebagai manusia punya defence mechanism ketika seseorang harus mengakui kalau sakit, maka butuh ke psikiater. untuk mengetahui jika dirinya stress atau jangan-jangan depresi. Itu akan membuat rasa tidak nyaman. Apalagi ada stigma tidak bersyukur yang membuat lebih tidak nyaman lagi.

Saat ini instansi pemerintah sudah menyediakan layanan yang akses. Lalu langkah apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk kesehatan mental bagaimana para karyawannya? dr. Vivi memberikan tips yakni dengan memperhatikan kesejahteraan jam kerja, dan jika ada karyawan yang memiliki problem dia tahu harus ke mana misal ke HRD, menyediakan klinik karyawan yang ada psikolog-nya, ada jalur khusus yang dapat diakses oleh karyawan bahwa akan ada layanan kesehatan mental, ada ruang untuk main game, karaoke, musik, atau ada ruang untuk tidur siang. Orang yang sehat mentalnya pasti akan lebih produktif. Dia akan balance dengan pekerjaannya dan keluarganya. Bagi pekerja yang pekerjaannya menatap layar komputer, per dua jam ada screen.

Orang Indonesia rata-rata bekerja seminggu 40 jam dan ini penting adanya regulasi yang memberi akses fasilitas kesehatan mental baik di instansi pemerintah/perusahaan. Penting juga untuk menyediakan ; fasilitas kesehatan mental, regulasi,SOP anti kekerasan, bullying harus dipastikan tidak boleh ada, no blaming culture, ada cek kesehatan mental dan alatnya adalah kuisioner,serta ada hasil yang mesti dikonsultasikan terlebih dahulu.

Nah, sekarang bagaimana jika punya pemimpin yang workholic maka penting untuk setting bundaries/batasan. Saat jam kerja maka wajar, tetapi saat di luar jam kerja, kita boleh tolak.

Ketika terjadi burnout maka yang dilakukan adalah :
1. Melepaskan dengan istirahat, take a breath, healing, refreshing., 2. Mengubah mindset (Ast)