Refleksi Pemolisian, Sumber Daya Alam, dan Pembangunan Indonesia Kisah Wadas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Muhammad Isnur, Direktur Eksekutif YLBHI dalam zoom meeting Forum Diskusi Salemba 76 yang dihelat oleh Ikatan Alumni/Iluni UI, Minggu (13/2) menceritakan terkait  keberulangan, sistematisasi dari korban yang masif yang menimpa warga Desa Wadas. Ia menyoroti peristiwa yang terjadi 23 April 2021, bahwa tidak ada pemberian sanksi terhadap bentuk kekerasan dan semua pelanggaran saat penyerangan. Saat itu ratusan polisi bersenjata memaksa dan melakukan penyiksaan terhadap warga dengan cara menarik, memukul, menginjak, serta mendorong warga yang berada di barisan paling depan terutama ibu-ibu. Beberapa warga yang berusaha menolong ibu-ibu juga mendapatkan penyiksaan dari aparat kepolisian.

Di tengah keributan, aparat kepolisian melepaskan beberapa kali tembakan gas air mata. Dengan adanya tembakan gas air mata, warga pun berhamburan menyelamatkan diri. Saat itu, 8 orang warga, 2 kuasa hukum warga dan seorang solidaritas warga ditangkap dan mendapatkan tindakan kekerasan dari aparat kepolisian. 11 orang yang ditangkap kemudian dibawa ke Polres Purworejo. Sepanjang perjalanan menuju Polres Purworejo, beberapa warga kembali mendapat tindakan penyiksaan. Di Polres Purworejo 11 orang yang ditangkap dipaksa untuk menghapus gambar

Muhammad Isnur kemudian membandingkan dengan peristiwa Februari 2022. Bahwa telah terjadi intimidasi awalan dengan pemanggilan sejak Juli 2021. Personil kepolisian membawa senjata laras panjang dan secara arogan mempertontonkan pada warga. Dalihnya bervariasi mulai dari patrolim membagikan masker, membagikan sembako, sampai dalih  silaturahmi ke rumah warga. Namun ketika ditanyai warga, pihak kepolisian selalu tidak mampu menunjukkan kelengkapan administrasi patroli seperti jadwal dan rencana patroli, surat tugas patroli, surat izin memegang  senjata api, dan kelengkapan administrasi patroli lainnya sebagaimana diatur dalam Perkabaharkam  Polri nomor 1 Tahun 2017 tentang Patroli.  

Selain itu juga terjadi pengkondisian lebih unsur pasukan dan kekuatan (sabhara, reserse, intelkam, brimob, K-9), pemadaman listrik, pelambatan internet,  penutupan semua akses jalan dengan dalih swab, Menahan masuk pendamping hukum dan logistic dengan dalih swab, menggunakan anjing pelacak mengejar warga ke tengah hutan, menggeledah rumah dan menyita ponsel, menangkap dan memburu di mana pun berada (termasuk masjid ketika orang hendak Sholat) dan ada juga yang hendak bekerja. Dilaporkan juga melakukan pemukulan dan kekerasan lainnya.

Ia pun mengutip Perkap nomor 8 Tahun 2009, tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara RI. Pada pasal 5 (1) instrumen perlindungan HAM yang perlu diperhatikan oleh setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas berdasarkan pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945, meliputi : hak untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya, dan hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia.

Muhammad Isnur juga menyampaikan sembilan pola serupa perampasan ruang hidup rakyat Wadas dan Kendeng yakni : membelah warga (mengadu domba pihak pro dan kontra proyek), kekerasan aparat pada aksi protes warga yang menolak proyek, narasi ada provokator (orang luar) di balik penolakan warga, narasi selalu untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat padahal abaikan hak-hak dasar dan keselamatan ruang hidupnya, kriminalisasi warga yang menolak proyek, tim advokat dipersoalkan/ditangkap, Buzzerp terlibat untuk mengaburkan fakta, ada Framing bahwa kekhawatiran masyarakat hanya asumsi padahal masyarakat juga mendapat kajian dari akademisi, stigma anti pembangunan kepada masyarakat yang mempertahankan haknya.  (astuti)