Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Indonesia dan 18 Kantor LBH APIK di Indonesia menolak Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dapat melemahkan supremasi sipil dan melegitimasi Dwifungsi Militer. Saat ini Revisi UU TNI tengah dibahas secara diam-diam dan serampangan.
Jika revisi ini lolos, maka TNI bisa masuk ke berbagai sektor sipil yang berakibat : 1.Membuka jalan bagi supremasi militer yang berbahaya bagi demokrasi,
2. Membuat batas antara tanah militer dan sipil akan semakin kabur. Otoritas sipil yang jadi bentuk pengawasan dan kontrol terhadap militer tidak akan berjalan, 3. Berpeluang besar bagi penyalahgunaan kekuasaan militer dalam urusan sipil.
Dwifungsi militer mengancam kehidupan perempuan dan memukul mundur agenda kesehataraan Gender Di Indonesia. Apa saja?
Bahayanya jika perwira TNI aktif menduduki posisi Mahkamah Agung. Revisi UU TNI berpotensi memperluas kewenangan. TNI dalam struktur lembaga negara, termasuk Mahkamah Agung.Sebagai kekuasaan Yudikatif, Mahkamah Agung tidak boleh diintervensi dan dipengaruhi kekuasaan lain, apalagi militer.
Praktik ini akan berpotensi menguatkan peran peradilan militer untuk menangani kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP). Berkaca dari pengalaman kasus, kasus-kasus KtP yang melibatkan prajurit seharusnya bisa diselesaikan melalui peradilan umum,diarahkan prosesnya ke peradilan militer. Catatan kantor LBH APIK bahwa peradilan militer selama ini belum menetapkan Peraturan MA nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Akibatnya intervensi militer dalam KtP berdampak pada impunitas pelaku dan tidak terpenuhinya hak-hak korban.
Jika revisi UU TNI dilakukan, hal ini akan menciderai konsep penting dalam akses keadilan bagi perempuan, di mana lembaga peradilan harus bertindak imparsial.
Pemerintah dan DPR seharusnya lebih fokus kepada revisi UU Peradilan Militer yang perlu menguatkan prinsip equity before law (persamaan di depan hukum) sebagaimana dimandatkan dalam konstitusi.
Beberapa media memberitakan terkait Militer dilibatkan dalam proyek Food Estate di Merauke, masyarakat adat "ketakutan" - 'Kehadiran tentara begitu besar seperti zona perang."
Menguatnya legitimasi kekuatan militer dalam proyek-proyek pembangunan yang berpotensi mengancam kerja-kerja Perempuan Pembela HAM (PPHAM).
Sepanjang reformasi berlangsung, tindakan represif melalui operasi militer yang berujung pada kriminalisasi dan tindakan kekerasan terhadap perempuan sangat banyak, terutama PPHAM yang memperjuangkan hak atas tanah dari ruang hidupnya.
Penggunaan kekuatan militer dalam kasus-kasus agraria telah menambah potensi trauma dan kerentanan perempuan atas kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Potensi merampas akses perempuan terhadap jabatan-jabatan strategis di berbagai sektor sipil
Jika militer aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil, ini berpotensi merampas peluang dan semakin memarginalkan akses perempuan terhadap jabatan-jabatan strategis di berbagai sektor sipil, seperti Kementerian dan Lembaga Negara, BUMN/BUMD, dan sektor lain.
Lebih lanjut meningkatnya keterlibatan militer dalam sektor sipil dapat membuka peluang mengubah orientasi kebijakan menjadi kurang inklusif dan tidak adil gender.
Kembalinya Ibuisme Negara ala Orba
Pendekatan militeristik dalam pemerintahan cenderung menekan gerakan perempuan dan membatasi ruang ekspresi kelompok tertentu, terutama mereka yang aktif dan kritis terhadap kebijakan yang dibuat. Melemahnya supremasi sipil dapat menghidupkan kembali konsep Ibuisme Negara saat Orde Baru yang secara sosial politik menempatkan perempuan dalam ranah publik, termasuk politik dan kepemimpinan
Ancaman terhadap kebebasan berekspresi perempuan dan masyarakat sipil. Hal ini dikarenakan kewenangan yang nantinya diemban oleh TNI menjadi sangat luas, termasuk dalam bidang keamanan negara di ruang siber dan operasi militer non perang dalam rangka tugas keamanan negara dan ketertiban masyarakat. Di mana kedua hal tersebut dilakukan sesuai dengan kebijakan dan keputusan politik negara yang bisa saja menggunakan kaca mata patriarkis. []*
*sumber : Instagram LBH APIK