Mahkamah Konstitusi Harus Terima Ini : Gratiskan Biaya Pendidikan Dasar

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Bulan Mei masih berjalan dan kita masih diingatkan akan momentum 2 Mei  yang diperingati sebagai Hari  Pendidikan Nasional. Mengambil tema Pendidikan Gratis, dilansir dari YouTube @SahabatICW beberapa waktu lalu, Almas Sjafrina dari Indonesia Corruption Watch (ICW),mengatakan bahwa sudah diamanatkan di Pasal 34 ayat 2 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya.

Namun realitanya sampai saat ini pendidikan dasar tidak benar-benar bebas biaya. Saat ini para pegiat isu yang tergabung dalam jaringan pemantau pendidikan serta sekelompok wali murid sedang melakukan Juditial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menuntut agar tafsir pada pasal tersebut diperjelas agar ke depan pendidikan dasar untuk anak-anak Indonesia benar-benar gratis.

Pada diskusi yang dihelat oleh ICW tersebut hadir sebagai narasumber adalah Jumono dari perkumpulan wali murid. Dan Ledia Hanifa Amaliah, anggota komisi X DPR RI yang sehari-hari mengurusi bidang pendidikan. Narasumber lainnya adalah Ubaid Matraji dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia.

Pendidikan dasar tidak sepenuhnya gratis, aturan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) memaksa siswa yang tidak diterima di jenjang pendidikan dasar, Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, mendaftar di sekolah-sekolah swasta.

Pada tahun 2020 terdapat 140.000 siswa SD yang mendaftar ke SMP Negeri. Sayangnya, sebanyak 48% dari total tersebut atau sekitar 48.000 peserta didik tidak tertampung ke SD negeri dan memaksa mereka untuk bersekolah di sekolah swasta, dan dampaknya orangtua murid harus menanggung biaya pendidikan selama bersekolah di sana.

Para orangtua murid dan koalisi masyarakat peduli pendidikan menggugat ke Mahkamah Konstitusi untuk mempertegas penafsiran pendidikan dasar bebas biaya yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Gugatan ini untuk mempertegas frasa "Wajib Belajar Minimal Pada Jenjang Pendidikan Dasar Tanpa Memungut Biaya" pada pasal 34 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuannya adalah untuk menafsirkan pendidikan dasar yang tanpa memungut biaya yang tidak hanya pada sekolah negeri saja tetapi juga di sekolah swasta.

Banyak anak yang tidak diterima di sekolah negeri lalu mereka bersekolah di sekolah swasta dan berbiaya. Seiring berjalannya waktu biaya tersebut menghambatnya karena keterbatasan ekonomi. Padahal semestinya pendidikan dasar itu gratis. Bahkan di Undang-undang Perlindungan Anak pun dicantumkan.

Kemudian apa latar belakang hal-hal yang melatari Jumono dan kawan-kawan datang ke MK membawa kuasa hukum. Mereka menanyakan ke MK tentang tafsir atas Pasal 34 yang belum jelas. Jumono pernah melakukan kampanye ke masyarakat soal ketentuan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya.

Jika pernyataan pemerintah bahwa 20% APBN untuk anggaran pendidikan ternyata bukan hanya diperuntukkan ke kementerian pendidikan saja tetapi ke kementerian yang memiliki lembaga-lembaga pendidikan seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Agama.

Menurut Ledia, saat ini baik sekolah negeri atau swasta dalam konteks Biaya Operasional Sekolah (BOS) semua sama klusternya adalah kluster kemahalan biaya hidup, namun BOS tersebut jika dihitung-hitung tidak cukup untuk anak SD dan SMP. Jadi ketika anggaran itu ada di berbagai kementerian, termasuk Kementerian Perindustrian dengan SMK, namun saat ini yang diperlukan itu adalah pendidikan dasar, jadi harusnya fokus ke situ.

Sementara itu data yang dikumpulkan oleh ICW terkait korupsi di sektor pendidikan sepanjang tahun 2023 ada 60 kasus dan korupsi ini 30% masih terkait dana BOS. (Ast)