Lintas Berita

WEBINAR YAYASAN IDEP SELARAS DENGAN ALAM - THE ROLE OF PERMACULTURE IN CONSOLIDATING FOOD SECURITY.

User Rating: 0 / 5

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Food security is a condition where the food need is fulfilled for all citizens of a nation, with regards to amount, quality, nutrition, safety, and affordability, in order to achieve a sustainable, healthy and productive life. Food security is key to addressing population growth, climate change, import dependence, and all other things that the government is campaigning with regards to food self-reliance by creating new rice fields, optimising land, and rehabilitating irrigation.

Then there is permaculture for food security by incorporating agriculture, ecology, and community planning in order to create an efficient and self-reliant environment. Proyek GRASS and Yayasan IDEP Selaras Alam then conducts an oline Webinar on the role(s) of permaculture to consolidate food security on Thursday (3/7). Karno Batiran, from Yayasan IDEP Selaras Alam, explains that the webinar is part of a seven webinars to happen between July and September 2025.

Sujono - Technical Agroforestry in GRASS – introduces Proyek GRASS which stands for Greening Agricultural Smallholder Supply Chains. GRASS aims to make food chain green for small-scale agriculture and plantation through contribution from BMZ who has national and local partners in government, with targeted districts such as Kapuas Hulu, in West Kalimantan Province with over 1,100 plantation operators growing rubber, oil palm, coffee, and cacao. Proyek GRASS is all for food security by self-reliant peasants by developing capacity of self-reliant peasants and extension workers, consolidating access to market and market position for self-reliant peasants, share tested knowledge and concept with government, and expand good practices, successful tools and dissemination of digital application.

Proyek GRASS wants people to grow more than one crop through food diversification in household in order to consolidate food security amongst self-reliant peasants which would lead to sustainable agriculture, innovation and technology, and socio-economic inclusion. The achievement may be seen via descent living standard through sustainable production to supply local and global markets. Sujono hopes to provide training for 1,100 peasants, and to food security extension workers for producer groups, and accompaniment for household halal processed food product certification (PIRT and Halal).

Sayu Komang selaku Master Trainer of Permaculture IDEP Selaras Alam menyampaikan bahwa Permakultur merupakan konsep tentang desain ekosistem yang seimbang dan bekelanjutan, baik bagi manusia maupun alam dengan 3 etika dan 12 prinsip yang saling melengkapi dan menghidupkan. Permakultur sendiri memiliki 5 zona: zona 1 (awal) adalah dimulai dari keluarga dan kemudian kepada daerah hutan. Dengan adanya Permakultur, mampu menjawab kegelisahan seperti ekspansi monokultur, deforestasi, dan petani rentan terhadap krisis iklim. Gerakan yang dilakukan dengan permakultur bisa menjawab bukan sekadar ekologi saja namun ekonomi dan sosial-budaya juga.

Manfaat Permakultur lebih kepada diversifikasi tanaman yang beragam untuk antisipasi gagal panen, pengurangan penggunaan kimia sintesis karena menggunakan kompos alami, pembenihan tanaman lokal secara mandiri, pengelolahan limbah rumah tangga untuk menunjang pertumbuhan tanaman di perkarangan, serta adanya pelibatan pelatihan yang mudah dijangkau dan melibatkan sebagian besar perempuan. Model Permakultur yang diterapkan seperti Hutan Pangan, Wana Tani, Pembenihan Mandiri, dan Pengelolahan pasca panen, di mana 4 model ini bisa sangat mungkin dilakukan dalam satu perkarangan rumah.

Sayu komang menjelaskan mengenai Hutan Pangan yang dilakukan adalah lebih berfokus kepada kemanfaatan hasil tanamnya yang bisa memberikan manfaat kepada petani, dimana ada rancangan panen di lahan dilakukan harian, mingguan, hingga bulanan guna mempertahankan hayati lokal. Pemanfaatannya bukan sekedar memenuhi kebutuhan pasar namun lebih kepada kebutuhan dasar hidup. Wana Tani merupakan bagian dari hutan pangan dan agroforestry dengan harapan bisa memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Prinsip Wana Tani lebih kepada keterpaduan antara pertanian pangan, perkebunan dengan kombinasi dengan perternakan dan/atau perikanan seperti bagaimana tanah sehat bukan hanya subur, bisa meminimalisir pencangkulan dan bagaimana retensi air permukaan, dan prinsip ini bisa memberikan kontribusi untuk menyimpan karbon.
Dijelaskan juga terkait Seed Saving, petani bisa menggunakan benih lokal dengan konsep open pollinated seed, sehingga petani tidak lagi bergantung kepada benih luar namun bisa memperbanyak benih dan berbagi kepada petani lainnya. Sedangkan Post Harvesting untuk mampu mengolah hasil pasca panen sehingga bisa memiliki nilai dan pendapatan. Program GRASS ini melihat adanya potensi yang memungkinkan untuk model ini seperti mandiri pangan, pemilihan ekosistem, diversifikasi pangan dan sumber daya lokal yang adaptif, dimana benih lokal bisa bertahan dengan perubahan iklim.

Terkait peran dari program GRASS memiliki keberlanjutan dan consent ke depan, dimana petani perlu untuk memikirkan terlebih dahulu konsumsi untuk keluarga. Dari terpenuhinya hal tersebut, produk tidak perlu untuk produk dipasarkan jauh. Peran dari program grass masih lanjut dan ini consent kedepan setelah petani semangat untuk menanam dan ketika ada produk lanjutan, ada kolaborasi dan bekerjasama dengan program pemerintah untuk pengembangan dan pemasaran produk. Yang disasar adalah pasar lokal namun tidak kepada segmentasi khusus seperti pasar untuk turis. Semakin dekat pasar semakin mudah untuk memasarkan. Menjelaskan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dengan permakultur, bahkan tanah yang tidak subur juga bisa ditanami kembali dengan tanaman pioneer dan baru jika nutrisi tanah sudah meningkat, maka dikembangkan kembali tanaman sekunder.

Petrus Drani selaku petani yang sudah melakukan Permakultur menceritakan bahwa di bulan Juni 2024, sudah mendapat pelatihan Permakultur dimana mengingatkan kembali tradisi lokal yang sudah dilakukan sejak nenek moyang seperti memperbanyak benih secara tradisional dan juga sudah memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam tanaman kebutuhan. Petani yang mendapat pelatihan sekitar 90 orang dengan presentase 70% yang masih melaksanakan, namun banyak petani yang stagnan. Pelatihan Bersama IDEP memberikan edukasi seperti mengetahui kesuburan tanah hingga sampah-sampah bisa menjadi aset untuk dimanfaatkan sebagai kompos. Bahkan dijelaskan juga dalam pelatihan IDEP membuat bedengan dan menanam tanaman di bedengan paling bawah seperti sayur-sayuran, bedengan tengah adalah jeruk, dan yang paling tinggi ditanam durian. Terkait kompos, sebenarnya air WC bagus untuk digunakan kompos, bahkan air kencing yang dicampur dengan air juga bisa menjadi kompos. Kotoran ayam tidak bisa langsung menjadi kompos namun perlu diolah kembali. (Renny Talitha Chandra)