Sunarman Sukamto, salah seorang inisiator Jaringan Visi Solo Inklusi dalam pertemuan bertajuk Halal Bihalal jaringan via zoom meeting pada Senin (14/4), mengatakan bahwa Perda Kota Surakarta nomor 9 Tahun 2020 tentang Penyandang Disabilitas sudah waktunya untuk dilakukan review /meninjau, mengulas atau mengevaluasi terkait dengan implementasinya. Ia mengatakan jika pembacaan kembali dilakukan secara metodologis dengan memunculkan fakta empiris dan data primer dan bukan hanya berdasar “katanya” saja.
Sunarman menambahkan kaitannya keberlangsungan Jaringan Visi Solo Inklusi, bahwa perlu diatur untuk topik-topik mendatang apakah akan masuk kepada topik nasional atau topik provinsi. Ia juga menanggapi bahwa perjuangan jaringan ini dilakukan karena adanya dorongan kuat dari salah seorang inisiator juga yang saat ini menjadi koordinator jaringan yakni Pamikatsih.
Seiring dengan pendapat Sunarman, Adi.C. Kristiyanto, moderator diskusi, menambahkan, terkait Perda No.9 Tahun 2020 mengandung amanat untuk dilaksanakan baik oleh pemangku kebijakan atau pejabat berwenang. Artinya akan dilihat sampai sejauh mana implementasinya. Mengapa perda ini penting di-review sebab dikaitkan dengan hambatan pelaksanaannya atau justru ada aturan yang memang tidak bisa dilakukan. Apalagi saat ini sudah ada aturan yang ada di bawahnya yakni, Perwali No. 27 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda nomor 9 Tahun 2020. Artinya apakah perwali tersebut sudah memfasilitasi atau masih ada yang kurang atau bahkan aturannya tidak bisa dilaksanakan.
Jaringan Visi Solo Inklusi Lahirkan Kelas Belajar GEDSI
Pamikatsih, koordinator Jaringan Visi Solo Inklusi dalam diskusi via zoom menyatakan bahwa jaringan ini dibentuk bukan untuk melahirkan organisasi atau komunitas baru lagi, meski telah melahirkan kelas Gender, Equality, Disability, Social Inclusion (GEDSI). Kelas training GEDSI menggandeng Yayasan YAPHI selama delapan bulan sudah melakukan proses training bagaimana mengenalkan isu GEDSI ke dalam beberapa anggota Jaringan Visi Inklusi Solo. Pamikatsih menjelaskan terkait review aksesibilitas yang sudah dilakukan dengan GEDSI, dilakukan dengan harapan untuk mewujudkan inklusi sosial dan aksesibilitas yang layak. Temuan-temuan tersebut, terkait aksesibilitas, hanya dijalankan saja sebagai proyek, namun tidak bisa dimanfaatkan oleh difabel. Menurut Pamikatsih, pihak Dinas Pekerjaan Umum/PUPR sendiri dalam wawancaranya menjelaskan jika sudah berkonsultasi dan melibatkan difabel. Kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mengenai fungsi ramp/plengsengan dan guiding block atau jalur pemandu, dimana dianggap sebagai batas penjual/warung. Pamikatsih juga menemukan jalur pemandu yang dipagar di area stasiun sehingga tidak bisa digunakan, namun dari PT KAI belum ada kelanjutannya terkait masalah ini.
Pamikatsih menekankan harapannya bagaimana tindak lanjut dari Jaringan Visi Inklusi Solo sebab masih penting terkait persoalan-persoalan mengenai disabilitas di Solo yang masih bukan yang utama. Seperti problem yang diutarakan oleh Hermin Yuni Astuti tentang aksesibilitas Rumah Susun (Rusun) terbaru di wilayah Kerten yakni di luar terlihat akses namun saat di dalam, tidak akses terhadap difabel pengguna kursi roda. Ada lagi persoalan yang disampaikan oleh Hermin, yakni difabel anggota Program Keluarga Harapan (PKH) yang harus mengambil dana setiap tiga bulan sekali namun setiap kali turun dana, mereka kesulitan mengakses mesin ATM karena tidak akses bagi mereka. (Renny Talitha/ Yosi Krisharyawan/ Ast)