Konferensi Pers Festival HAM : Dari Indeks Demokrasi Turun sampai Demokrasi dari Bawah

Penilaian: 4 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Dalam demokrasi ada yang disebut "demokrasi dari bawah" atau democracy from below, demikian dikatakan oleh Atnike Sigiro, Ketua Komnas HAM menjawab pertanyaan wartawan disesi tanya jawab konferensi pers dan pembukaan Festival HAM yang diselenggarakan di Kota Bitung, Sulawesi Utara 29-31 Juli 2024. Ia menambahkan bahwa ketika melihat institusi politik di Indonesia yang jumlahnya tidak kurang, seperti Mahkamah Konsitusi (MK), pemilu yang multipartai, tetapi dengan adanya democrazy from below gunanya untuk memastikan bahwa institusi berjalan sesuai undang-undang.

Peran penting dari organisasi masyarakat sipil, warga dan pers juga diperlukan sebab pers masuk dalam pilar society. Seperti Mahkamah Konstitusi (MK), ketika mereka menyimpang maka masyarakat tetap bersuara. Atnike mengutip istilah "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Maka menurutnya seluruh amanah dan mandat harus diawasi oleh masyarakat. Dan ada banyak pengawasan melalui seperti ini. Ada mekanisme demokrasi melalui pemilu dan pilkada.

Nah, apakah penyelenggaraannya sudah memenuhi warga atau melenceng. Masyarakat sipil boleh memberikan  penilaian dan lantas apakah indeks demokrasi menurun? Tidak hanya berhenti di situ  tetapi harus dilakuan kepada penyelanggara contohnya salah satunya penyelenggaraan festival HAM. Termasuk kebebasan pers dan di dalam pilkada yang rentan money politic.

Atnike mengapresiasi dengan baik atas kesediaan kota Bitung sebagai penyelenggara. Ia berharap ada inisiasi dari kabupaten/kota lainnya sehingga HAM tidak menjadi benda asing bagi kota/kabupaten. 11 tahun penyelenggaraan festival HAM, maka penting pula mengevaluasi  sejauh mana festival membawa perubahan.

Sementara itu Ketua Dewan Pengurus INFID,  Khairina Arifin mengatakan bahwa inisiatif festival kabupaten/kota HAM diselenggarakan sejak tahun 2014. Awalnya berupa konferensi lantas menjadi festival hingga melewati satu dekade dan ini tahun ke-11. INFID juga menyusun refleksi baru dekade festival HAM serta merefleksi pelaksanaannya.

Khairina memaparkan banyaknya peserta menurut data yang diterima per 28 Juli,  jumlah prosentase peserta adalah 500 orang berasal dari multistakeholder, 50%pemerintah dan 18% CSO atau organisasi masyarakat sipil dan 14% akademisi, disabilitas serta masyarakat adat.

Selama tiga hari ada dua pleno dan tujuh panel seminar yang diselenggarakan baik luring maupun daring. Terkait bahwa Indonesia pernah mengalami turun demokrasi, Khairina menegaskan bahwa festival kali ini yang juga disiarkan secara langsung adalah ruang aman bagi konsolidasi terutama di Sulawesi Utara dengan agenda bersama untuk memajukan demokrasi, pemenuhan HAM, dan penguatan partisipasi masyarakat dari
daerah hingga nasional.

Festival HAM yang digagas oleh masyarakat sipil memberikan ruang kebebasan penuh untuk kritik. Realita menunjukan bahwa Indeks demokrasi di Indonesia menurun maka negara harus mengakomodir insiatif-inisiatif dari daerah dan agar upaya masyarakat kecil atas pencapaian kecil di tingkat pemda kota/kabupaten dianggap sebagai forum penting.


Sementara itu, Deputi V Kantor Staf Presiden, Prof. Rumadi Ahmad mengatakan bahwa festival HAM yang pada mulanya inisiatif Infid kemudian didukung dan berkolaborasi dengan pemerintah. KSP mendukung sebab pelaksanaan dan pemenuhan HAM membutuhkan peran semua pihak  baik pemerintah, lembaga independen seperti Komnas HAM lalu masyarakat dan pemerintah daerah.

Ia juga berharap isu lain di luar HAM bisa kolaborasi artinya HAM jangan dipikirkan sebagai sesuatu yang mengerikan. HAM adalah hak manusia sehari-hari. HAM harus menjadi perspektif termasuk ketika menyusun penganggaran,  jangan hanya kebebasan berekspresi 
membatasi HAM saja tetapi juga misalkan masyarakat bisa mendapat hak pendidikan, perumahan yang layak dan kesehatan. "Saya ingin HAM diterjemahkan dalam cara pandang yang lebih rileks. Dalam konteks festival HAM kita ingin persoalan HAM bisa dilihat secara rileks dan implementasi bisa diterapkan sehari-hari,"pungkasnya. (Ast)