Pasar GEDSI Berkumpul dan Belajar tentang RAN Penyandang Disabilitas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Menurut catatan Bappenas, ada 680.521 penyandang disabilitas yang tinggal di Jawa Tengah. Ini adalah daerah terbanyak kedua setelah Jawa Barat. Mengenai analisis inklusivitas penyandang disabilitas, dimana tingkat kemiskinan cenderung lebih banyak penyandang disabilitas yakni 13,81% dan kemiskinan nasional 9,36%. Masih kurang juga bagi penyandang disabilitas dalam pemenuhan jaminan kesehatan (hanya 24,34%), partisipasi angkatan kerja penyandang disabilitas (hanya 44%, sedangkan nasional 69%), kepemilikan rekening (hanya 23,65%, sedangkan nasional 41,02%) dan kepemilikan ijazah Pendidikan Dasar dengan minimal SD/paket A (hanya 67,76%, nasional yang bukan penyandang disabilitas 80,19%).

Penyandang disabilitas baik di DI. Yogyakarta maupun di Jawa Tengah didominasi oleh perempuan. Untuk  di DI. Yogyakarta, daerah Gunung Kidul, Sleman dan Bantul adalah daerah tinggi penyandang disabilitas, sedangkan Jawa Tengah ada di Brebes, Banyumas, dan Cilacap.

Terkait implementasi pembangunan yang inklusif disabilitas, dimana Bappenas telah melakukan asesmen dan asistensi untuk mendukung penyusunan Rencana Aksi Daerah  Penyandang Disabilitas (RAD PD) di 24 daerah, dan  29 provinsi sudah memiliki regulasi mengenai penyandang disabilitas. Kebijakan tersebut adalah 27 dalam bentuk Perda dan ada Pergub RAD PD yakni di Kalimantan Selatan, Aceh, dan Bengkulu.

Ada beberapa sektor prioritas pembangunan inklusif 2024 oleh BAPPENAS yang terdiri atas pendataan dan perencanaan inklusif dengan kebijakannya adalah pengumpulan dan harmonisasi data Penyandang disabilitas lintas sektor dan pelibatan peenyandang disabilitas  dalam proses perencanaan serta penganggaran yang inklusif. Kemudian juga penyediaan lingkungan tanpa hambatan dengan kebijakannya mengenai peningkatan pelayanan dan fasilitas publik yang mudah diakses, akses pemukiman yang terjangkau dan mudah diakses, penyediaan layanan transportasi publik yang mudah diakses, penyediaan sistem komunikasi dan informasi publik, juga perlindungan hak dan akses politik dan keadilan dengan kebijakannya yakni jaminan hak politik secara penuh bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam pemilu tanpa diskriminasi, perlindungan penyandang disabilitas dari kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran dalam proses peradilan dan tahapan pelaksanaan putusan, serta peningkatan kesadaran akan perlindungan terhadap tindak kekerasan bagi penyandang disabilitas.

Hal lainnya adalah pemberdayaan dan kemandirian penyandang disabilitas dengan kebijakannya yakni meningkatkan kapasitas layanan habilitasi dan rehabilitasi oleh lembaga dan masyarakat, meningkatkan dukungan dan kapasitas pendamping masyarakat dalam melakukan dampingan, serta meningkatkan cakupan program kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas miskin dan rentan. Kemudian juga perwujudan ekonomi inklusif dengan kebijakan yakni memperkuat pemahaman terntang ketenagakerjaan inklusif pada kantor pemerintahan, memperluas akses lapangan kerja bagi penyandang disabilitas untuk meningkatkan kesejahteraan, dan meningkatkan literasi keuangan inklusif bagi penyandang disabilitas. Kemudian juga pendidikan dan keterampilan dengan kebijakan yakni memperkuat kemampuan institusi pendidikan dan tenaga pendidik untuk memberikan layanan pendidikan inklusif, memperkuat upaya pengurangan kesenjangan dalam mengakses pendidikan bagi penyandang disabilitas, memastikan inovasi dan reformasi tata kelola kelembagaan pendidikan dan pelatihan keterampilan, serta membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas di bidang seni dan olahraga.

Terkait akses pemerataan pelayanan kesehatan dengan kebijakan yakni upaya  peningkatan kemampuan penyedia layanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas, pencegahan dan intervensi dini layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas yang efektif dan komprehensif, serta perluasan kepesertaan dan manfaat jaminan kesehatan nasional bagi penyandang disabilitas.

Demikian beberapa penjelasan yang disampaikan oleh Nuraini, seorang pegiat isu disabilitas mengutip catatan  Bappenas beberapa waktu lalu saat pertemuan dan diskusi Pasar GEDSI yang diselenggarakan oleh Yayasan YAPHI Surakarta  dan bertempat di Ruang Anawim. Menarik sekali karena pertemuan oleh kelompok yang dibentuk setahun lalu  ini sudah diselenggarakan tujuh kali.

Seperti disampaikan oleh  Haryati Panca Putri, Direktur Pelaksana Yayasan Yaphi bahwa  Yayasan YAPHi telah memfasilitasi Pasar GEDSI telah dengan materi-materi seperti inklusi dalam GEDSI, konsep dasar disabilitas, mendorong kebijakan pro difabel, gender intersection, terakhir  menjelaskan hambatan serta kebijakan di surakarta, dan melanjutkan keberlangsungan Pasar GEDSI.

Pasar GEDSI setahun ini sudah melakukan keseluruhan yang dipaparkan oleh Bappenas dalam konnteks daerah, dan akan mengajak untuk merevisi, dimana hasil dari Bappenas akan nyambung dengan GEDSI dan akan ditinjau juga sebagai kajian serta akan dibahas selanjutnya.

Adi C. Kristiyanto selaku moderator menjelaskan bahwa dari agenda pertemuan  tersebut akan bisa didiskusikan kembali mengenai masukan karena aksesibilitas layanan publik khususnya untuk kota Surakarta masih banyak bolongnya  seperti temuan guiding block yang masih digunakan untuk parkir motor atau dipakai untuk menaruh pot bahkan di atasnya untuk berjualan. Adi juga menjelaskan terkait perubahan gedung Yayasan YAPHI yang sekarang berbenah agar lebih inklusif. Adi juga menyampaikan terkait materi yang pernah disampaikan dalam kelas GEDSI yang satunya adalah mengajarkan cara mendampingi teman netra dan ada dua  teman YAPHI yang mengadaptasi untuk bisa inklusi dengan belajar bersama mengenai bahasa isyarat.

Salah satu peserta, yakni Rahmat bertanya di bidang pendidikan, bahwa apakah infrastruktur dalam dunia pendidikan sudah dianggarkan agar lebih ramah disabilitas dan apakah sudah dianggarkan? Nuraini menjawab  dari sektor pendidikan khususnya universitas lebih kembali kepada Unit Layanan Disabilitas  (ULD) universitas yang akan membantu dalam menyampaikan saran kepada rektor. Nuraini menjelaskan bahwa UNS membuka untuk opini dan bukan hanya di Fisip  saja. Nuraini menceritakan pengalamannya  bekerja di universitas dan di ULD universitas tersebut sudah mampu dengan sigap memberikan tanggapan. 

Pamikatsih, fasilitator pada diskusi kemudian mengumpulkan usulan-usulan kegiatan oleh Pasar GEDSI  dari peserta di antaranya mengadakan pelatihan dan bimbingan terkait isu-isu disabilitas, mengadakan kolaborasi dan kerjasama dengan pihak lain, penjadwalan yang tepat dan terstruktur, meredefinisi kota inklusi sosial dalam politik mitra pemerintah sosial semua, tetap belajar GEDSI , dan advokasi aksesibilitas visual, mengajak teman-teman yang baru dan kelas GEDSI dilanjutkan

Bagaimana cara agar kelas GEDSI bisa berkelanjutan dan bisa membangun jejaring, sehingga apa yang dipelajari di ruang lebih luas?  Kelas GEDSI akan sampai pada satu pemahaman tentang konsep kesetaraan yang sesungguhnya dan selanjutnya membagi pemahaman tersebut di kehidupan riil dan kelas dilanjutkan dengan tema-tema yang lain

Setelah kelas selesai semua topik, rencananya ke depan mengundang stakeholder dan teman-teman NGO lain untuk memaparkan hasil kelas dan diskusi lanjut. (Renny Talitha/ Ast)