Evaluasi Pelaksanaan Posbakum dalam Proses Peradilan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Penyediaan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) berkaitan dengan suatu akses keadilan sebagai hak fundamental setiap warga negara yang didalamnya adalah equality before the law yang mengandung arti bahwa semua manusia sama dan setara di hadapan hukum.

Keberadaan peradilan untuk memberikan  akses keadilan dan hak bagi pencari keadilan maka layanan hukum diberikan. Keberadaan peradilan juga memberi akses termasuk bagi masyarakat tidak mampu dan kelompok lainnya.

Mahkamah Agung (MA) dalam peran tersebut melalui pelayanan dengan membentuk kelompok kerja (pokja-pokja) penguat termasuk membangun  masyarakat disabilitas dengan lahirnya Peraturan MA (perma) nomor 76 tahun 2021. Dari Perma kemudian melahirkan kebijakan. Kemudian setiap dirjen mengeluarkan kebijakan berupa surat keputusan untuk difabel bisa mengakses keadilan. Juga ada pokja perempuan dan anak sejak tahun 2016 dan  saat ini anggotanya lebih komplit. Pokja ini bertugas untuk pemantauan kebijakan. Demikian dikatakan oleh Sudharmawatiningsih, Panitera Muda Pidana Khusus (Panmud Pidsus) Mahkamah Agung pada peluncuran modul diklat paralegal dan diskusi publik penguatan perspektif bantuan hukum bagi penyandang disabilitas oleh Sigab Indonesia, Senin (10/6).

Terkait dengan Pokja. Di antaranya melahirkan Perma nomor 1 tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum kepada masyarakat tidak mampu di pengadilan. Perma 03 tahun 2017 tentang pedoman perempuan berhadapan dengan hukum. Sedangkan rancangan perma pedoman difabel saat di pengadilan saat ini dalam tahap uji publik .

Lantas bagaimana terkait layanan di dalam posbakum? Berkaitan pemberian layanan dengan Perma 17 tahun 2014, hakim dalam melihat pelaku atau korban difabel apalah pelaku atau korban ada pendamping? Semestinya sudah ada sejak non litigasi. Hal baru tentang pendamping itu semula adalah paralegal. Salah satu kendalanya ketika sidang terkait yang akan hadir di pengadilan yakni status apakah paralegal atau bukan.

Kemudian bagaimana arah ke depan keberadaan paralegal sebagai pendamping yang berkaitan. Pendamping hadir ketika sebelum sidang. Ketika hadir sebagai sidang perlu dipertegas apakah sebagai pendamping, sebagai pengacara atau orang yang bisa dipercaya untuk mendampingi korban.

Terkait kebijakan MA, dengan kehadiran Perma nomor 7 tahun 2022 persidangan sudah berbasis elektronik.Persidangan ini diselenggarakan secara elektronik dengan dukungan-dukungan yang disiapkan secara elektronik dan apabila ditemukan dokumen dokumen oleh pengguna layanan itu bukan sebagai pengguna layanan elektronik, maka dokumen itu akan di-scan dan dipindah lalu dialihkan sebagai dokumen elektronik. Artinya bahwa proses persidangan baik di tingkat pertama, kedua, banding maupun Tata Usaha Negara (TUN) di Mahkamah Agung sudah berbasis elektronik. Perkembangan penerapan persidangan elektronik dalam persidangan di tingkat pertama sudah berjalan beberapa waktu lalu namun persidangan berkaitan administrasi dan elektronik upaya peninjauan kembali sudah di launching  oleh Ketua MA. Terhitung akta peninjauan kembali tertanggal 1 Mei maka berkas perkara tersebut dikirim secara elektronik dan berkas perkara cetak sudah tidak dikirimkan ke MA. Inilah sebagai kebijakan terbaru di MA yang saat ini akan disosialisasikan  upaya hukum  kasasi dan peninjauan kembali secara elektronik. MA saat ini sudah masuk dalam tahap berbasis elektronik secara keseluruhan dan serentak.

Sehingga berbagai upaya hukum yang diajukan sejak Mei per 2 Mei semua proses berbasis elektronik. Sudah tidak ada lagi mengirim secara pos.

Bagaimama akses keadilan dalam bentuk pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan? Akses meliputi : posbakum yang ada di pengadilan tingkat pratama, yang ruang lingkupnya berupa layanan pembebasan bea perkara. Kedua sidang di luar gedung pengadilan. Ketiga adalah posbakum di pengadilan. Semua berasa di pengadilan tingkat pertama.

Dalam posbakum sesuai dengan Perma nomor 1 tahun 2014 tersebut, kita melihat pelayanan hukum di pengadilan tersebut mempunyai tujuan di antaranya adalah bagaimana meringankan biaya beban  yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi di pengadilan. Bagaimana tujuan yang lain adalah meningkatkan akses keadilan bagi masyarakat yang sulit atau tidak mampu menjangkau gedung pengadilan akibat keterbatasan biaya fisik dan disabilitas serta kondisi geografis. Lantas ada layanan pengadilan di luar pengadilan. Juga memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak bisa mengakses konsultasi hukum untuk memperoleh informasi konsultasi, advis dan pembuatan dokumen dalam menjalankan proses di pengadilan. Tujuan keberadaan layanan hukum tersebut adalah tidak hanya bagaimana ketika mereka akan bersidang tetapi juga bagaimana para pencari keadilan baik korban, membuat dokumen, membuat surat permohonan, membuat gugatan, dan bagaimana cara pembelaan misalnya hal-hal apa yang akan dikonsultasikan ada di layanan di pengadilan tersebut.

Juga mempunyai tujuan peningkatan kesadaran bagi masyarakat tentang penghargaan, perlindungan tentang hak dan kewajibannya serta tentang hak dan layanan prima bagi para pencari keadilan. Layanan berkaitan dengan tujuan di posbakum tersebut mengandung maksud memastikan semua warga negara tanpa memandang status ekonomi memiliki akses yang setara dengan keadilan. Bagaimana ketika akses ini bisa diperoleh yang setara dengan keadilan? Artinya akses ini bisa diperoleh oleh semua orang termasuk disabilitas, perempuan disabilitas  maupun orang yang tidak mampu sehingga akses bisa dinikmati semua orang dan semua orang ada kesamaan di mata hukum. (Ast)