Peringatan Hari Teknologi Alat Bantu Sedunia untuk Inklusivitas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

dr. Nida Rohmawati dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Usia Produktif, dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan dalam seminar nasional peringatan hari teknologi alat bantu sedunia di Purworejo, Selasa (4/6) menyatakan bahwa program yang diembannya mulai dari ketika janin dalam kandungan hingga seterusnya. Terkait konsep dan strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas perlu dipahami bagaimana latar belakang dan praktik baik dan rancangan pelaksanaan yang inklusif penyandang disabilitas dan bagaimana harapan bagi semua.

Indonesia telah memiliki  Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 yang didalamnya penyandang disabilitas dibagi menjadi empat : penyandang disabilitas fisik, intelektual, mental serta sensorik dan ada yang multiple atau difabel ganda.

Lantas berapa banyak penyandang disabilitas di Indonesia? berdasarkan provinsi ada 1,43%, penduduk penyandang disabilitas terdiri dari 1,53 perempuan 1,34% laki-laki. Yang terbanyak ada di Yogyakarta, kedua Nusa Tenggara Timur (NTT), Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB) serta Gorontalo yang pernah melakukan audiensi ke Kementerian Kesehatan untuk menyusun peraturan daerah (perda). Setelah provinsi Gorontalo adalah Jawa Tengah. Anak-anak dengan disabilitas di Indonesia jumlahnya 3,3% atau sekitar 1,6 juta  di rentang usia 5-17 tahun yang angkanya cukup besar. Karena penduduk Indonesia 278 juta, maka 1,6 juta anak itu ada yang lahir karena down syndrome.

 

45% Puskesmas Tidak Aksesibel

Upaya pemenuhan hak dan layanan kesehatan menjadi tantangan  karena sebagian puskesmas masih kurang dari sumber daya tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan dan pelayanan inklusif bagi penyandang disabilitas. Yang paling banyak adalah tenaga yang sudah terlatih melakukan intervensi dini tumbuh kembang dari balita, dilihat dari perkembangannya. Untuk yang terlatih psikoterapi, psikolog,dan fisioterapi ini masih sangat terbatas.

Bagaimana fasilitas penyandang disabilitas di puskemas? Kursi roda dan plengsengan/bidang miring masih susah diakses. Belum semuanya punya antrean khusus dan toilet ramah disabilitas. Toilet ramah disabilitas itu toilet ketika penyandang disabilitas bisa masuk kursi rodanya dan berputar serta terdapat pegangan. Parkir bagi pengguna kursi roda juga khusus serta ada guiding block atau jalur pemandu untuk difabel netra dan media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) .

Penting dilakukan pelatihan kepada petugas puskesmas dan memberikan akses fasilitas layanan kesehatan sehingga disabilitas rungu atau Tuli bisa berkomunikasi dengan baik dan mendapatkan arahan yang baik pula. Hampir setengah  atau 45% dari jumlah puskesmas di Indonesia susah diakses oleh penyandang disabilitas  karena ada yang rumahnya jauh dari layanan kesehatan tersebut  sehingga banyak hambatan.

Dalam transformasi sistem kesehatan ada  transformasi layanan primer, yang artinya . Pelayanan itu tidak harus puskesmas tetapi di puskesmas pembantu (pustu). Di puskesmas pembantu ini juga akan ditingkatkan layanannya. Juga telah ada posyandu ibu hamil, balita, usia produktif dan lansia. Pelayanan posyandu juga perlu ditingkatkan untuk deteksi dini penyandang disabilitas. "Kita akui adanya kendala bagi penyandang disabilitas serta mulai ibu hamil sampai lansia. Kalau kita lihat, kunjungan ke Puskesmas yang paling banyak adalah disabilitas fisik. Yang lain tidak, "tutur dr. Nida.

 dr. Indra Kurnia S.U, M. Kes, salah seorang narasumber dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan terkait Program Gangguan Indera dan Fungsional, menyatakan bahwa selama ini program yang sudah berjalan ada skrining berbasis sekolah dan penjaringan kesehatan berkala. Pelaksana program tersebut adalah guru Unit Kesehatan Sekolah (UKS), dan petugas puskesmas melalui metode :pemeriksaan mata dan pemeriksaan telinga, juga skrining berbasis komunitas yakni di posyandu dengan pelaksana kader dan petugas puskesmas dengan metode pemeriksaan mata. Serta deteksi dini berbasis fasilitas kesehatan yang terintegrasi layanan primer dan pelayanan terpadu Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan pelaksana petugas puskesmas dengan metode pemeriksaan mata dan telinga.

Selama ini baru tujuh (dari 50-an) alat bantu yang dikaver oleh BPJS  : alat bantu dengar (hearing air) 7.690 kasus, korset tulang belakang 39.879 kasus, kacamata 1.313.941,kruk 12.216, collar neck 4.242 kasus, prothesa anggota gerak kaki 372 kasus, prothesa anggota gerak tangan 29 kasus, prothesa gigi 39.926. (Ast)