Pentingnya Pembelajaran Sosial dan Emosional

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Myra Diarsi, pendidik feminis dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Jaya dalam webinar  terkait pentingnya pembelajaran sosial dan emosional pada peserta didik di era pendidikan saat ini yang diselenggarakan oleh Yayasan Cahaya Guru mengatakan bahwa untuk membahasnya, perlu menanggalkan kaca mata kuda.

Di dunia pendidikan saat ini, salah itu tidak boleh. Pun bertanya juga tidak boleh. Dengan cara pengajaran yang ada, bertanya sebaiknya jangan,  hanya meniru. Harus kreatif tapi terbatas dan berbatas. Banyak penyeragaman di mana-mana  sampai pada cara berpikir dan antikritik karena tidak boleh salah. Pendidikan saat ini juga terlalu menekankan kapasitas teknikal, padahal penelitian terbaru tahun 2020, kebutuhan manusiawi nonteknis meningkat tiga kali lipat.

Myra menegaskan kembali bahwa meskipun  belum sempurna tetapi watak pendidikan malah sudah berubah, persis berseberangan dengan yang dideskripsikan (tidak boleh salah, tidak boleh bertanya, dll).

Oleh karena watak dunia pendidikan demikian,maka dampaknya, baik bagi  guru dan siswa itu "keliru" hampir sama dengan dosa. Sedangkan  secara sikap sangat pesimis, yang terjadi kemudian  pikiran yang tertutup, susah mencari alternatif, dan  cepat melakukan penghakiman. Dengan iklim pendidikan ini, soft kill makin dilemahkan, ujung-ujungnys berakibat terganggunya kesehatan mental. Dibuktikan dengan makin tingginya kasus kekerasan dan kecenderungan asosial.

Keterampilan sosial pada dasarnya adalah kegairahan dan kelenturan berelasi dengan orang-orang lain di segala aras, baik kognisi, sikap dan behavior.Pada kognisi, perlu keterbukaan dan openmind serta berpikir kritis. Pelaku didik, dimohon untuk  menyiapkan diri sebelum memberikan pengajaran. Dimohon pula mendorong dan semangati siswa untuk bertanya. Nilai kinerja ditentukan apabila banyak pertanyaan. Bila tidak ada, bisa jadi mereka tidak mengerti, atau tidak terseberangkan pesan Anda.

Dari sikap antusiasme dan fleksibilitas serta behavior yang komunikatif dalam menyampaikan dan mendengar, menurut Myra aktivitas mendengar itu butuh dilatihkan. Selain itu penting juga untuk mengelola emosi, dan yang juga sulit tapi penting yaitu menerima perbedaan. Beda itu bukan musuh dan bukan menolak. Ini harus terus-menerus harus dihidupkan bahwa sejatinya kita memang berbeda dan berbeda itu biasa. Sedangkan dalam keterampilan emosional, yang paling penting relasi antara pelaku didik yaitu stay in touch, bukan relasi teknis sepanjang bahan ajar sudah disampaikan. Peserta didik perlu terlibat di situ, stay in touch, dan ini harus jadi perhatian guru.

Hal yang perlu dilakukan oleh pendidik sebelum ke peserta didik, penting untuk memastikan bahwa para pelaku pendidikan (guru/mentor/coach) berkomitmen dan bersepakat memajukannya. Tidak sekadar dianggap hasil ikutan dari pengajaran teknis, tapi hal-hal softskill perlu di kedepankan.

Myra kemudian memberikan tips yang dapat dilakukan : 1. Pembelajaran di sekolah secara khusus harus relasional dengan mengoptimalkan keselarasan relasi, 2. Metode kompetisi dengan pembiasaan "kalah dan menang".

Jika Emosi Sedang Negatif, Jangan Banyak Bicara

Shahnaz Haque sebagai narasumber kedua dalam diskusi pendidikan mengatakan ada sebuah penelitian terkait level emosi yang berguna untuk mengetahui hal apa yang perlu menjadi perhatian peserta didik dan guru. Menyikapi soal emosi menurut Shahnaz, kalau emosi lagi negatif maka jangan banyak berbicara. Kalau bicara maka ucapannya jelek. Selain orang dewasa kadang seseorang secara tak sengaja mengucap hal jelek dan akibatnya kalau kita negatif, anak-anak juga negatif. Padahal yang dihadapi oleh pendidik itu misalnya  peserta didik banyak yang orangtuanya bercerai. Ketika di rumah ia mendapat luka batin maka ia berharap di guru pengobatnya. Namun itu tak dijumpainya ketika guru pun memperlakukannya demikian pula.

Shahnaz sebagai praktisi juga suka mengajar komunikasi dengan orang lain. Menurutnya perlu dicoba untuk  memberi waktu satu hari belajar untuk mendengarkan. "Dia bisa mendengar. Namun belajar "mendengarkan" itu terlatih. Latihlah mendengarkan,"ujar Shahnaz.

Lantas kapan boleh ngomong? Jika label emosi pendidik adalah  positif. Shahnaz menambahkan jika kebahagiaan itu menjadi tanggung jawab masing-masing dan bukan orang lain. Banyak orang siap menikah tapi tidak siap jadi orangtua. Menikah dan punya anak adalah dua hal yang  berbeda. Para pendidik wajib hukumnya untuk mengecek kesehatan jiwanya, sebab ketika pendidik  marah lalu gagal.

Betapa bahagianya seseorang ketika dianggap "tidak diperhitungkan"  karena tidak memiliki beban. Bahkan kata seorang dokter, yang termasuk jarang terkena depresi siapa? Si optimis bukan pesimis.

Terkait soal penghargaan kepada guru, yang masih minim. Mengapa orang bahagia?  karena dia memilih sesuatu yang sulit. Ada semacam tip sebagai resep yang dikemukakan oleh Shahnaz sebagai berikut : Empat E : Easy (gampang), Enjoy (menikmati), Exellent (personal branding), Earning something (mendapatkan sesuatu dan tidak selalu uang).

Tingkat depresi manusia berbeda-beda tetapi ditemui angkanya lebih tinggi  pada laki laki yang tidak mudah untuk bercerita. (ast)