Jaringan Masyarakat Sipil Desak DPR RI Segera Sahkan RUU PPRT

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Dalam kurun waktu 2017-2022 Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat ada sekitar 3.635 kasus multi kekerasan yang berakibat fatal terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) , 2.031 kekerasan fisik dan psikis, serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi.

Kekerasan-kekerasan yang terjadi pada PRT tersebut diakibatkan karena tidak adanya RUU PPRT yang diharapkan menjadi payung hukum untuk memberi perlindungan PRT. Penahanan pengesahan RUU PPRT akan menambah daftar panjang kekerasan yang dialami oleh PRT di berbagai wilayah di Indonesia.

Dian Septi Trisnanti, dari Marsinah.id, yang juga Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBI) menjadi moderator pada konferensi pers,  Senin (22/7) bersama Jaringan Masyarakat Sipil (JMS), mendorong segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), "Puan Menyandera Sarinah, Sahkan RUU PPRT."

Belasan nama aktivis yang datang dari seluruh wilayah Indonesia hadir melalui zoom meeting dan menjadi narasumber pada konferensi pers dan mereka mengemukakan realitas atas problem yang menimpa PRT saat ini  sehingga sangat urgen untuk RUU PPRT segera disahkan.

Uli, dari LBH Apik Jakarta  mengatakan bahwa saat ini ada pendampingan 13 kasus di LBH Apik Jakarta dan sulit diproses secara hukum  . Saat pendampingan ada upaya penyelesaian non litigasi atau mediasi. Aparat Penegak Hukum (APH) juga memfasilitasi untuk upaya mediasi dengan cara keluarga pelaku juga diberi nomor telepon dan sebagian pendamping korban sebagian dimintai alamat korban, dan diimingi nilai rupiah.

Jika korban tidak mau mediasi, ada tekanan dari pelaku dan pengacara pelaku bahwa korban akan diancam dengan pasal yang lain dan terbukti bahwa korban dilaporkan dengan pasal lain. Menurut Uli ini dilema sebab ketika korban berani speak up tapi ada tantangan seperti ini. Belum adanya pengakuan negara terhadap pekerja rumah tangga menjadi penyebab itu semua.

Tahun 2023 bersama LBH Apik  Semarang pihaknya mendampingi kasus SK, yang diperlakukan sebagai budak dan tidak manusisiawi. Ketika PRT alami kekerasan maka berdampak psikis. Korban terabaikan dan tidak mendapat pemulihan. Korban dengan menggunakan Undang-undang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) seharusnya mendapat restitusi dan selama korban memaafkan pelaku, dan putusan meringankan pelaku .

Sebagai lembaga pendamping kasus yang mendampingi PRT, Uli berharap jangan tumpul di atas. Karena  melihat korban PRT kasusnya tidak berjalan sesuai harapan, maka penting segera sahkan RUU PPRT agar PRT bisa keluar dari kekerasan yang dilakukan oleh pemberi kerja.

Di DI.Yogjakarta keadaannya tidak jauh beda dengan di kota lain. Demikian dikatakan Jumiyem, PRT aktivis yang menyuarakan kaumnya. Mereka yang mengalami diskriminasi rentan alami kekerasan fisik, ekonomi dan psikis. Teman Jumiyem ada yang disiram air panas.

Di Jogja kira-kira setengah tahun lalu ada kasus PRT yang kerja di majikan. Tahun kemarin diketahui dia selama 10 tahun alami kekerasan dengan sering dipukul dan dianiaya. Saat ini ia mengalami trauma. Jumiyem mengalami pendampingan bersama LBH di Jogja. Korban ternyata selama 10 tahun ini menjalani jam kerja 14-16 jam kerja dengan upah sangat kecil sebesar 800-1 juta dan tidak memiliki cuti atau libur. Ketika ia mengajukan libur, Upahnya dipotong.

Menjelang hari raya, PRT tidak mendapat tunjangan, tidak punya jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan. Kalau punya jamkes harus ia harus bayar sendiri. Langkah yang ditempuh jika ia sakit tidak berobat atau bayar sendiri  dengan berutang kepada kawan sendiri atau rentenir. Ketika mengalami kecelakaan kerja PRT tidak dikaver karena tidak punya kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan.

Suryati dari Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Damar Lampung menyatakan situasi di Bandarlampung juga sama dengan di Yogjakarta. Di Lampung tidak banyak yang mengalami kekerasan fisik tapi banyak yang alami gaji tidak dibayar, upah yang kecil. berbagai persoalannya adalah : Kalau PRT sakit dipotong dari gaji  artinya bayar berobat sendiri dan tidak punya jaminan kesehatan. Jam kerja sudah melebihin apa yang ditentukan. Tidak sesuai perjanjian dan tidak ada upah lembur. PRT di kampung tidak ada hari libur. Tidak ada THR misal gaji sebulan atau sekadar uang separo, hanya sembako sirup dan kue kering. SPRT Damar pernah melakukan Momerandum Of Understanding (MoU) dengan pemerintah daerah setempat hingga lahir adanya perwali untuk PRT perempuan namun kurang sosialisai padahal ada perwali PRT perempuan.

Pergantian pejabat juga mempengaruhi kerja sama SPRT dan pemda, maka perlu kerja sama kembali agar perwali maksimal. Pengesahan  RUU PPRT  sangat mereka butuhkan agar ada kepastian hukum bagi PRT.

Rara Ayu, dari LBH Apik Semarang  berbagi kisah bahwa pengalaman LBH Apik Semarang selama ini mendampingi kasus  masih mendapat laporan kekerasan  terhadap PRT. Catahu Komnas Perempuan 2016-2022 lebih dari 100 kasus dan belum ada perlindungan hukum. Kekerasan Dalam Rumah Tangg (KDRT) yang dialami oleh PRT berupa kekerasan seksual, psikis, bahkan ada yang, lumpuh sampai meninggal dunia. Rara berharap kasus-kasus kekerasan pada PRT tidak ada lagi dan segera hadirkan UU PPRT.

Yuli Riswati, buruh migran dari Konfederasi Serikat nasional (KSN) mengatakan bahwa bahwa data saat ini ada 274. 764  orang PRT. Mereka bekerja dengan latar belakang karena harus menjadi tiang penyangga keluarga, akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim serta kelangkaan pangan. Mereka juga mengalami hal yang sama seperti terurai di atas : rentan pelanggaran HAM dan perdagangan orang. Pemerintah dan DPR membiarkan situasi ini tanpa adanya regulasi.

Pengesahan RUU PPRT  sangat penting dan dibutuhkan oleh PRT dalam dan luar negeri. Menurut Yuli kalau ada undang-undang maka tidak ada pencurian upah. Yuli menambahkan informasi mengapa untuk PRT di luar negeri kondisinya tidak lebih baik misalnya dari PRT yang berasal dari Philipina  ternyata karena pengaruh ada tidaknya UU PPRT. Philipina telah meratifikasi ILO 169. Mereka juga  punya undang-undang tentang PRT yang disahkan pada 2013. Undang-undah itu selain berisi pencegahan jeratan utang juga  standar upah minimum. UU PRT di Philipina menjamin jaminan sosial. Kalau dibandingkan lebih jauh, undang-undang di Philipina dan RUU PPRT  masih jauh. Maka ketika disahkan akan melibatkan  ekonomi kerakyatan. Yuli  menyebutkan itu sebagai bukti karena pengesahan RUU PPRT sudah sangat mendesak

 

Marni Sulastri dari Kabar Bumi juga bersaksi bahwa banyak sampingannya bekerja sebagai PRT. Mereka banyak menangani kasus-kasus perempuan yang bertatus PRT. Kalau ia meihat bahwa perjuangan para PRT ini sekitar 20 tahun, ini sangat tidak adil. Banyak sekali tindakan kekerasan fisik meminta mereka dan tidak hanya fisik sebab ada yang terjerat Tindakan Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan ada yang menjalani hukuman atas sesuatu yang tidak dilakukan. Maka kalau tidak segera disahkan akan banyak korban. Kalau undang-undanh segera disahkan maka PRT akan mempunyai hak dan memegang pelindungan : harus bekerja sehari berapa jam, berapa jam istirahat dan berapa cuti dalam seminggu. PRT di luar negeri adalah sumber devisa kedua terbesar  karena meningkatkan taraf hidup  kalau tidak disahkan maka peristiwa kekerasan akan terus berulang. "Kalau Bu Puan tidak mensahkan, berarti dia menyandera Sarinah di seluruh indonesia, " tegas Marni Sulastri.

Ermelina dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PP MAN) menyampaikan orasinya bahwa RUU PPRT ini sudah sangat lama sekali tapi belum disahkan. Lantas mengapa sampai komunitasnya terlibat karena ada latar belakang bahwa PRT, baik yang bekerja di dalam dan luar kebanyakan adalah perempuan dari desa dan berasal dari komunitas masyarakat adat  dengan tujuan bekerja dalam rangka perubahan kehidupan. PP MAN tidak langsung berurusan tetapi pada isu perampasan HAM, kerusakan lingkungan hidup dan tambang, adanya PSN dan privat sektor di komunitas masy adat menimbulkan dampak besar. Tanah mereka dirampas lalu mereka berhijrah dan bekerja sebagai PRT. Dan saat negara melakukan kekerasan dengan masuk ke masyarakat adat, terjadi perampasan hak mereka, sehingga mereka kehilangan pekerjaan. Mereka tidak dilindungi, maka terjadi pula kasus kekerasan berkaitan kekerasan seksual.

Lusi Peilouw dari Gerak Bersama Perempuan berasal dari Maluku. Di provinsi tempat tinggalnya yang berupa kepulauan hanya ada empat pulau besar. Sisanya adalah pulau yang tidak mengalami pemerataan yang jumlahnya lebih dari 300. Dan Sarinah berasal dari 300-an pulau itu. Mereka tidak bisa mengakses pasar kerja formal karena tidak ada di daerah mereka. Kaburnya mereka dengan harus bermigrasi. Karena tidak punya pendidikan dan skill memadai maka pangsa kerja yang mereka masuki sebagai  PRT. Tidak sedikit majikan feodal. Tidak segan bersikap semena-mena terhadap orang lain. Ada kekerasan fisik dan verbal. Tidak segan majikan mengeluarkan kata-kata kasar bahkan hinaan. Juga eksploitasi ekonomi. Ada yang masuk sebagai buruh cuci tetapi juga disuruh melakukan kerjaan lain. Mereka bekerja lebih dari 24 jam. Mereka jauh dari keluarga dan belum punya serikat sehingga  beruntung mereka yang bisa berjejaring lembaga layanan. Beberapa pengaduan yang mereka alami adalah bentuk perbudakan moderen. K

Yessi Talibo dari Manado konsen  terkait pekerja di bawah umur atau pekerja anak. Merujuk pada situasi yang melibatkan anak yang faktual saat ini maka pihaknya mendorong keterlibatan pemerintah demi pengakuan dan perlindungan  hukum serta melindungi anak dari PRT. Di dalam PRT anak ini ada dampak panjang keterputusan pendidikan, eksploitasi dan pemutusan Hak Asasi Manusia (HAM) serta dampak perkembangan anak. Yessi Talibo yang berasal dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mendorong pemerintah cepat memberi perhatian pekerja  rumah tangga anak-anak.

Di Manado akhir-akhir ini belum ada laporan tapi Yessi berempati dan mendorong cepat RUU PPRT ini segera dilirik oleh Mbak Puan. Karena seorang pekerja rumah tangga bukan pembantu biasa. Ia mengajak semua nersama-sama mengedukasi ke masyarat bahwa PRT adalah pekerjaan individu yang harus dibela.

Ansy Damaris Rihi Dara dari LBH Apik NTT menyampaikan bahwa ketidaksetiaan hukum yang mengatur dan melindungi  kedudukan perempuan pekerja rumah tangga dianggap bukan sebagai pekerja tetapi sanak saudara sendiri. Perekrutan senagai PRT atas dasar kulkural atau kekeluargaan tanpa adanya  kepastian hukum.

Ketika majikan mencari PRT dengan adat Oko Mama. Keluarga anak akan tinggal yang di keluarga yang dipandang mampu dengan dalih kemanusian dan kekeluargaan mirip. Mereka ingin dapat tenaga murah.

Problematika saat ini adalah eksploitasi anak sebagai PRT. Di NTT banyak yang tidak mendapat upah dan makan. Mnum saja mereka tidak mendapatkan. Kemiskinan di NTT adalaj wajah perempuan sebab NTT menempati peringkat ketiga termiskin di indonesia.

TPPO banyak terjadi di NTT dengan korban perempuan dan anak. Mereka bekerja sebagai PRT di dalam negeri dan luar negeri dan tidak ada kepastian hukum. Maka kalau ada UU PRT akan jadi harapan  mencegah eksploitasi.

Nabila perwakilan anak muda menjelaskan tentang perempuan PRT yang rentan kekerasan dan pelanggaran HAM. Nabila beranggapan bahwa sikap Puan Maharani yang diam adalah  melanggengkan sikapnya. "Maka sebagai orang muda, mari kita dorong dan ciptakan Indonesia yang bebas dari perbudakan, "terang Nabila.

Ika Agustina dari Kalyana Mitra menuturkan poin penting yang sudah banyak disampaikan oleh perwakilan kelompok masyarakat sipil di atas maka urgensi pengesahan yang hingga hari ini masih butuh tantangan bahkan untuk diakui sebagai pekerja pun, mereka belum diakui.

Padahal menurut Ika, jika tidak didukung PRT, maka para pemberi kerja tidak dapat bekerja. Beberapa pertimbangan jika  tidak bisa bekerja, maka kalau anggota DPR juga terhambat  aktivitasnya oleh karena ketiadaan PRT dan tidak bisa menjalankan pekerjaan dengan baik. Banyak PRT yang bekerja pada rumah tangga, itu menggambarkan bahwa begitu banyak perawatan keluarga. Kehadiran dan peran PRT  dibutuhkan kontribusinya untuk negara. Karena tidak adanya undang-undang maka berpotensi berulangnya kekerasan. Sebenarnya terbitnya RUU PPRT agar segera disahkan jadi undang-undang sudah didorong oleh komisi CEDAW di tahun 2021 kepada pemerintah Indonesia.

Pada akhir sesi konferensi pers, Dian Trisnanti membacakan tuntutan dan rilis jaringan masyarakat sipil  untuk keadilan gender berkaitan beragam persoalan yang disampaikan disampaikan bahwa :

1. Mendesak ketua DPR RO untuk tidak menahan RUU PPRT untuk segera mensahkan RUU tersebut.

2. Mengajak semua jaringan masyarakat sipil dan untuk mendorong aksi  pada 15 Agustus  2024

Jumisih daru Jala PRT memberikan keterangan bahwa kota masih punya waktu satu bulan untuk mendesak DPR untuk segera sahkan RUU PPRT dan seluruh organisasi supaya berkenan untuk mengikuti aksi jelang peringatan proklamasi. Aksi dan demo ini adalah aksi ke ratusan kali.

Ika dari Kalyana Mitra  mengatakan bahwa Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) sejauh ini terus berkoordinasi agar terus mendorong pengesahan RUU PPRT. Dan akan turun di tanggal 15 Agustus 2024. Mereka juga sudah terus-menerus melakukan kampanye, puasa, jaring ke anak muda, berkoordinasi dengan serikat buruh, Komnas Perempuan, LPSK dan presiden sudah memberi surat  kepada DPR RI. (Ast)