Sekolah Pemikiran Perempuan seri ketiga sudah berlangsung di 22-24 Juli 2022. Salah satunya serialnya adalah Etalase Pemikiran Perempuan, Panggung Refleksi UU TPKS yang menghadirkan Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, seperti yang termuat dalam Youtube Sekolah Pemikiran Perempuan.
RUU TPKS menempuh perjalanan panjang sejak diusulkan secara formal pada 2012. Para pejuang HAM dan gerakan perempuan telah melakukan beragam cara dalam mengadvokasi pengesahan RUU ini. Salah satunya melalui budaya. Melalui panel etalase pemikiran perempuan, para peserta tidak hanya diajak merayakan pencapaian tetapi juga merefleksikan kerja-kerja yang telah dilakukan, terutama bagaimana merawat semangat, kekuatan, kerja sama, dan tindak lanjut pasca disahkannya UU TPKS pada 13 April 2022 lalu.
Andy menyelesaikan pendidikan di Fisipol UI dan magister program media and communication dari Goldsmiths University or London, Inggris. Salah satu ketertarikannya adalah mendokumentasikan cerita mengenai perempuan Indonesia, permasalahan dan perjuangannya bertahan. Ia juga merupakan salah satu pengelola Sekolah Pemikiran Perempuan sekaligus Etalase Pemikiran Perempuan.
Andy Yentriyani menyatakan harapan dan memberikan apresiasi kepada sahabat peretas yang menjadi mitra penyelenggaraan, juga alumni Sekolah Pemikiran Perempuan (SPP) dan semua pendukung. Menurutnya UU TPKS ini banyak sekali terobosan berarti dalam upaya memutus kekerasan seksual. Di dalam undang-undang ini banyak ditemui pengakuan TPKS yang semula tidak dikenali atau diatur secara parsial dalam sistem pidana kita seperti pelecehan seksual, fisik dan non fisik.Pemaksaan sterilisasi, kontrasepsi dan pemaksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual,kekerasan seksual berbasis elektronik, juga ada terobosan hukum acara pidana yang kerap jadi penghalang untuk akses keadilan bagi korban, serta kewajiban pemenuhan hak korban yang diatur dalam undang-undang ini.
Sebagai salah satu inisiator UU TPKS, Andy di Komnas Perempuan menyimak bahwa undang-undang ini secara intrinsik memuat seluruh reformasi dan semangat gerakan perempuan di mana gerakan perempuan setidaknya ada lima penandanya yaitu : Pertama : UU TPKS merespon salah satu rekomendasi utama dan pertama salah satu dari Tragedi Mei 98 yakni untuk merombak hukum pidana tentang kekerasan seksual. Kedua ; Rumusan UU TPKS merujuk pada paradigma pemenuhan HAM sebagai mandat konstitusi di mana tanggung jawab pemenuhan ada pada negara terutama pemerintah. Ketiga : rumusan yang berangkat dari pembelajaran pengalaman perempuan korban kekerasan termasuk menerapkan konsep sistem peradilan terpadu penanganan terhadap perempuan yang terus dikembangkan sejak 1998. Keempat proses perumusan ini berangkat dari bawah atau bottom-up. (Ast)