Dialog Interaktif Pro 1 RRI Surakarta Bersama Yayasan YAPHI dan UPT PTPAS : Angka Kekerasan Meninggi

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Data tentang kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di kota Surakarta pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini dikemukakan oleh Siti Dariyatini, Kepala UPT Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Kota Surakarta (PTPAS) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) pada dialog interaktif Pro 1 RRI Surakarta, Jumat (26/8). Pada acara dialog yang bertema tentang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut menghadirkan pula Haryati Panca Putri, Direktur Pelaksana Yayasan YAPHI.

Data kekerasan yang ditangani oleh UPT PTPAS disampaikan oleh Siti Dariyatini pada 3 tahun terakhir yakni pada 2020 ada 54 kasus, tahun 2021 sebanyak 79 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 53 kasus menimpa anak, serta data terbaru tahun 2022 (hingga Agustus) adalah 72 kasus. Data itu terkumpul salah satunya berasal dari satgas atau Pos Pelayanan Terpadu (PPT) yang ada di kelurahan-kelurahan.

Untuk kasus  kekerasan terhadap perempuan dan anak paling banyak adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).  Pelaku KDRT biasanya orang dekat atau keluarga. Angka tertinggi kedua adalah kekerasan berbasis online. Kekerasan yang dilakukan berawal dari online lebih mengarah pada kekerasan seksual.

Data kekerasan terhadap perempuan dan anak juga bisa dibaca pada aplikasi SIMFONI yang dimiliki oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Namun menurut Siti Dariyatini, beberapa waktu terakhir, aplikasi sedang ada masalah.

Haryati Panca Putri mengutip data SIMFONI hingga Agustus di tahun 2022 di Surakarta hanya ada 17 kasus, yang jelas dipertanyakan validasinya sebab aplikasi saat ini sedang bermasalah. Di kabupaten Boyolali 28 kasus, Kabupaten Sukoharjo 44 kasus , dan Kabupaten Wonogiri sebanyak 21 kasus. Angka kekerasan secara nasional ada 14.000. Sedangkan data statistik Jateng 1.300 kasus. Haryati menyatakan bahwa meningkatnya kasus kekerasan ini sangat luar biasa.

Yayasan YAPHI sendiri pada tahun 2021 menangani 3 kasus, dan kasus KDRT yang berakhir dengan perceraian sebanyak 13 kasus, dan kekerasan seksual pada anak 1 kasus. Dan pada tahun 2022 hingga Agustus ini menangani kasus 3 anak. JIka di Surakarta saat ini ada 36 lembaga, jika dikumpulkan, seperti fenomena gunung es. Dalam.pendampingan kasus yang  pertama dilakukan adalah investigasi, pemetaan kebutuhan, berupa apa saja yang dibutuhkan korban. Juga akses hak korban berupa pembelaan, pendampingan psikologi, kesehatan, pendidikan, dan reintegrasi. Reintegrasi pada korban adalah bagaimana korban kembali dan dihargai.

Menjawab pertanyaan Arfin Muhammad, Host pada dialog interakif  terkait pemicu terjadinya kekerasan terhadap perempan dan anak, Haryati mengatakan bahwa mayorias adalah karena alasan: ekonomi, budaya, sosial, keterbukaan informasi, dan hambatan komunikasi. Menariknya, fenomena kekerasan terhadap perempuan ini juga saat ini banyak dijumpai pada kasus Kekerasan dalam Pacaran (KDP).

Untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Yayasan YAPHI selama ini melakukan satu proses penguatan pada korban supaya peristiwa tidak terulang. Keberanian dari korban untuk berbicara dan menghubungi pengada layanan atau lembaga pendampingan hukum menjadi poin tersendiri karena hal itu artinya ada peningkatan kesadaran.

Saat ini sering djumpai masih adanya aparat penegak hukum dan masyarakat awam yang malah menyalahkan korban. Untuk itu Yayasan YAPHI melakukan pendidikan kepada masyarakat dalam upaya pencegahan di beberapa kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakara. YAPHI  juga lakukan sosialisasi bagaimana anak harus terlindungi  dengan melakukan kerja sama dengan dinas pendidikan.  Hal ini untuk mengantisipasi angka perkawinan anak dengan dispensasi yang juga cukup tinggi di Kota Surakarta. (Ast)