Sorot

Laut Apa Laundry?

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

"Lha jane iki Laut apa laundry?" (Ini sebenarnya laut apa laundry?_red) menjadi salah satu kelakar yang ikut terjaring dalam pikiran bersama dengan permasalahan lain yang diceritakan oleh beberapa nelayan rajungan di daerah Keboromo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.

Sampah. Lagi-lagi menjadi masalah. Oh, bukan-bukan. Bukan sampahnya yang menjadi akar masalah, tapi mentalitas si para pembuang sampah di sungai. Gerakan ayunan tangan dengan genggaman kantong plastik yang diikuti dengan suara "byuur" ternyata menjadi petaka besar untuk para nelayan. Tunggu, masih ada yang mau mengelak dengan mengatakan "kan aku cuma buang 1 kantong sehari" "Emang apa ruginya, toh buangnya kan bukan di depan rumahmu" atau "Nanti juga kebawa arus kok sampahnya.”

Salah seorang nelayan memulai ceritanya. Sehabis subuh para nelayan rajungan berangkat berlayar berbekal harapan akan ada banyak rajungan yang menghampiri alat tangkap miliknya. Waktu berjalan dan alat tangkap terasa mulai berat. Dengan semangat para nelayan rajungan mengangkat alat tangkap itu namun setelah alat tangkap muncul ke permukaan alih-alih melihat rombongan rajungan, yang terlihat oleh mereka adalah pampers, kotang (Bra_red), sarung bantal dan sampah lainnya. "Lha iyo, jane kuwi laut opo laundry" (Ini sebenarnya laut apa laundry_red) Sahut nelayan lain yang duduk dipojok. Mendengar sahutan itu, sudah dipastikan mulut ini tak bisa ditahan lagi untuk tertawa. Bodoh. Ini masalah tapi tetap saja mengundang tawa. Ya, emosi dalam setitik canda.

Lagi, cerita pengalaman lainnya bersama dengan sampah, ulah si tangan yang tak beretika. Waktu itu dia berlayar dengan perahu andalannya. Tak berselang lama, dia menyadari ada sesuatu yang menghambat putaran kipas di perahunya dan berujung pada kerusakan. Kipas nya pecah dan jelas kapalnya pun tak mampu lagi berlayar. Dia menghubungi salah satu teman nelayannya untuk mengantarkan kipas pengganti. Menit demi menit yang seharusnya menghasilkan rajungan harus dikorbankan untuk menunggu pertolongan. Tidak berhenti disitu, dia harus berenang untuk mengambil kipas pengganti yang sudah dibawakan oleh temannya. Basah kuyup disertai bayang-bayang biaya yang harus dia keluarkan tiap kali perahunya rusak; sekali lagi karena sampah!

Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sumber yang sama menyebutkan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.

Sampah adalah benda mati. Jadi keberadaannya akan menjadi masalah atau tidak, sangat tergantung pada kita yang adalah makhluk hidup. Kalaupun belum mampu memanfaatkannya, setidaknya kita mulai dengan mendidik tangan kita untuk lebih beretika ketika membuang sampah.

Bisa jadi kita tertawa ketika mendengar cerita para nelayan rajungan ini. Tertawalah tanpa melupakan emosi yang tersirat dalam setitik canda. Karena cerita mereka bukanlah sekadar dongeng pengantar tidur dan bukan juga rangkaian materi komedi yang cukup hanya didengar tanpa mengusik batin kita untuk berpikir. (Dorkas Febria Krisprianugraha)

 

Sumber:

https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/menenggelamkan-pembuang-sampah-plastik-di-laut