Lintas Berita

Kelompok Belajar Kartini Purworejo Belajar tentang Gender

Penilaian: 2 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ketimpangan yang ada di masyarakat terkait persoalan yang tidak berpihak kepada keadilan gender, serta kosongnya pengetahuan terkait gender pada masyarakat dampingan, maka Yayasan YAPHI menyelenggarakan diskusi dan pelatihan dengan bertatap muka bersama Kelompok Belajar Kartini (KBK) Purworejo, Sabtu (24/10). Diskusi juga mengemukakan persoalan-persoalan perempuan dan bagaimana situasi perempuan saat ini di tengah budaya patriarki, Diskusi menghadirkan narasumber Dewi Candraningrum yang menjelaskan definisi feminisme dan apa itu gender.

Menurut Dewi, feminisme adalah gerakan perempuan untuk menuntut hak-haknya.  Gender yang awam kenal selama ini hanya dua : laki-laki dan perempuan. Padahal ada lima jenis gender lain. Lalu apa beda gender dan jenis kelamin? Gender adalah konstruksi sosial, politik dan budaya. Dewi menggambarkan bagaimana perempuan dibiasakan atau diasumsikan suka memakai perhiasan maka ia memakai anting. Lalu soal pilihan  warna yang identik perempuan adalah pink. Padahal warna itu tidak memiliki gender dan warna pink boleh dipakai oleh laki-laki. Warna tidak memiliki gender.

Dewi yang hadir secara virtual lewat aplikasi google meet di hadapan para ibu, kemudian  mengajak para perempuan anggota KBK Kartini  tersebut untuk berselancar melihat kondisi kesenjangan  perempuan yang -ada di belahan bumi  Eropa, Amerika, Asia Tengah, Afrika dan negara-negara Skandinavia serta Indonesia sendiri. Negara-negara lainnya seperti Jepang presentase pemimpin perempuannya kurang dibanding Taiwan. Kemudian di China pada tahun 1979 ada kebijakan satu anak sampai tahun 2016. Banyak kasus ketika hamil anak perempuan maka kemudian anak tersebut digugurkan.

Sedangkan sebuah penelitian di Saudi Arabia hanya 1% perempuan berada di wilayah pekerjaan. Di sana, perempuan jika ke mana-mana harus ditemani, anak-anak perempuan masih dilarang untuk berada gedung-gedung olah raga. Perempuan tidak boleh menyetir mobil, kemudian kebijakan ini  berubah sedikit demi sedikit Sebuah penelitian menggambarkan ada 260 toko pakaian dalam di Saudi Arabia dijaga oleh laki-laki, dan hanya lima toko saja dijaga oleh perempuan. Di China hanya ada 1 perempuan dari 10 pemimpin perusahaan, yang terbesar adalah banyaknya angka aborsi.

Menurut Dewi Candraningrum,  ada aspek yang membesarkan patriarki yakni tafsir agama, dan persoalan perempuan tidak sama antara satu sama lain. Hal itu bukan melulu tentang keluarga miskin. Ia lalu memberi contoh yang terjadi pada Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher. Enam bulan di awal masa pemerintahannya , saking patriarkisnya, ia dilatih untuk supaya berpidato tidak dengan suara cempreng. Jika di Indonesia, tentu persoalan yang dihadapi Kartini zaman dulu, beda dengan situasi yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) hari ini. Dewi menutup presentasi sebelum sesi tanya jawab dengan mengemukakan gender hanya salah satu dari ras kelas sosial, politik, budaya, agama dan difabilitas. Di pembahasan terkait Interseksualitas ada teori persinggungan.  (Astuti)