Lintas Berita

Orang dengan HIV dan AIDS serta Perlindungan Bagi Mereka

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Orang terdekat Anda, baik teman atau saudara tak mustahil menjadi orang yang positif Human Immunodeficiency Virus (HIV). Lalu bagaimana cara kita untuk menghadapinya? Anda bisa mempelajari tentang HIV. Anda mungkin belum mengetahui perbedaan HIV dan AIDS, maka penting untuk mempelajarinya. Kedua adalah menjaga rahasia orang yang positif HIV. Ketiga luangkan waktu untuk mendampinginya dan membantu mereka untuk menjalani gaya hidup sehat serta mengedukasi orang-orang di sekitar tentang HIV dan AIDS.  

Umumnya Orang dengan HIV (ODHIV) dan Orang dengan AIDS (ODHA) memiliki stigma negatif di masyarakat. Mereka tidak berani berbicara, padahal mereka membutuhkan pengakuan. Jarang sekali media menuliskan tentang itu, kalaupun ada pasti jelang peringatan Hari AIDS.

Padahal jika tidak secara intens ditulis, maka persoalan terkait pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tidak dianggap. Bisa dikatakan bahwa HIV/AIDS adalah silent epidemic, jadi di sinilah kemudian peran NGO atau organisasi masyarakat untuk turun di lapangan menyuarakan suara-suara yang ada. Untuk itu mendampingi populasi kunci menjadi kerja-kerja mereka yang terjun di isu HIV/AIDS. Lalu siapa yang disebut populasi kunci?

Seperti disebutkan dalam Permenkes nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS, Populasi Kunci adalah mereka yang rentan terinfeksi HIV, sebagaimana yang dimaksud adalah : pengguna NAPZA suntik, perempuan pekerja seks, pelanggan perempuan pekerja seks, Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), waria atau transpuan. Label tidak bermoral, menyalahi kodrat, berdosa, hingga tuduhan melanggar norma dan nilai sosial membuat populasi kunci ini sulit dijangkau. Ketika sulit dijangkau, pasti akan sulit pula untuk melakukan tracing.

Maka sangatlah penting kepemilikan hak identitas diri bagi populasi kunci yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektrik dan NIK supaya bisa di-tracing. 85% orang yang terinfeksi HIV berada di usia produktif dengan katar belakang pekerjaan formal dan non formal. Namun sayangnya saat ini belum ada sinergitas yang satu pintu antara Kemenkes dan Kemenaker.

Pengguna NAPZA suntik kerap menggunakan alat suntik yang tidak steril. Mereka juga rentan mengalami penyiksaan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 60% dari tersangka kasus narkotika mengalami kekerasan fisik oleh kepolisian untuk mendapatkan keterangan tersangka secara utuh. Sebuah catatan menyatakan bahwa bahwa pada tahun 1987, di Indonesia sudah ada kasus positif HIV. Penularan HIV dapat terjadi melalui darah, air mani dan air susu. Perilaku yang berisiko tinggi bisa menyerang kepada diri mereka sendiri lalu menularkan ke pihak lain.

Pada awal Desember lalu di sebuah siaran radio swasta terkait peringatan Hari AIDS Sedunia yang menghadirkan seorang pendamping Pekerja Seks (PS) yang di bawah Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) mengakui bahwa stigma terkait ini sangat negatif. Amara, nama samaran si pendamping, menyatakan bahwa saat ini di dampingannya ada 20 ODHIV dan ada yang LFU (Lost Follow Up)/ putus obat.

ODHIV ada yang sudah menunjukkan gejala sakit, ada yang kena syaraf mata, sampai akhirnya tidak bisa melihat. Sebagai pendamping, ia merasa bingung lalu berjejaring dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) tingkat kota dan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) . Pasien tersebut saat ini sudah membaik. Amara mengakui bahwa masih ada perlakuan diskriminasi dan keluarga tidak mendukung/menerima. Padahal menurutnya pengalaman di lapangan, para ODHIV butuh support. Amara yang mendampingi kadang sampai menangis jika melihat kesakitan ODHIV dan tidak mendapat dukungan keluarga. (Astuti)