Lintas Berita

Gandeng NGO dan LBH, OPSI Paparkan Program dan Berbagai Tantangan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Jawa Tengah lewat paralegal dan Community Based Monitoring Field Officer (CBMFO) didukung IAC dan Global Fund melakukan pertemuan bersama beberapa NGO, layanan kesehatan dan komunitas seperti Mitra Alam, SPEKHAM, Yayasan YAPHI, KPA, Puskesmas dan Komunitas Sehati Boyolali di Hotel Ibis, Kamis (18/11). Memaparkan capaian program selama Februari hingga November 2021, Wahyu Supriyadi bersama Supriyanto secara bergantian menjelaskan bahwa program yang mereka jalani selama ini selain melibatkan layanan kesehatan juga melibatkan lembaga bantuan hukum.

 

OPSI bersama Yayasan YAPHI beberapa kali menggelar acara diskusi hukum serta pendidikan dan penyuluhan hukum yang dilakukan baik secara daring maupun luring. Sedangkan bersama SPEKHAM, paralegal bersama-sama menangani kasus dan melakukan pendokumentasian sebanyak 5 dari 14 kasus yang tercatat.

 

Dalam melaksanakan sosialisasi, OPSI melakukan pendekatan berbasis individu penerima manfaat. Juga pemberian informasi dengan melakukan pendekatan yang berpusat kepada kebutuhan individu (people centered approach) di layanan HIV. Selain itu juga uga melakukan afirmasi kepada pemberi layanan kesehatan, adanya pemahaman pentingnya pendekatan yang berpusat kepada klien pada komunitas ketika mengakses layanan HIV dengan tujuan untuk meminimalisir angka Lost to Follow Up (LFU)/putus obat.

 

Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan OPSI antara lain memberikan sosialisasi dan pendidikan hukum dan HAM kepada kelompok rentan (populasi kunci) yakni pekerja seks, pengguna NAPZA, MSM, Transgender, ODHIV dan melakukan sensitivitas isu HIV kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat. Beberapa kegiatan dengan Yayasan YAPHI bertajuk belajar hukum tentang Undang-undang ITE, Perda HIV dan diskusi dalam melakukan pendampingan hukum. Sedangkan kegiatan yang dilakukan bersama SPEKHAM adalah terkait pendampingan kasus serta fasilitasi tempat magang kerja. 

 

Dalam berkegiatan, OPSI juga mengalami berbagai tantangan di antaranya adalah ketiadaan sekretariatan, situasi pandemi, masih ada layanan yang belum bersedia memberikan informasi terkait logistik obat ARV, masih adanya stakeholder yang menyepelekan surat tugas dan belum memiliki perspektif serta kegiatan yang dijalankan saat ini hanya mengikuti budget line yang sudah ada.

 

Beberapa hal kemudian menjadikan rekomendasi yakni adanya dukungan psikologis bagi korban, melakukan cyber campaign, upaya pemerataan pengetahuan hukum saat pendampingan baik secara virtual maupun daring  untuk menjembatani mereka yang belum berani terbuka, adanya form rujukan kasus, dukungan media, kolaborasi dengan WPA, monitoring ARV secara intens dan memperluas jangkauan pendampingan paralegal yang tidak hanya terfokus di kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali saja tetapi eks karesidenan Surakarta. (Astuti)