Lintas Berita

Perempuan Joyotakan Berbagi Cerita tentang Dampak COVID-19

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Pandemi COVID-19 yang hingga hari ini masih melanda Indonesia dan dunia, benar-benar membawa dampak pada warga masyarakat terutama perempuan. Seperti yang dialami oleh Jumini, perempuan yang biasanya aktif berkegiatan di PKK kelurahan dan kecamatan tersebut mau tidak mau harus menanggalkan kegiatannya. Tak urung, dari Maret 2020 hingga Desember 2020 tidak ada satu pun kegiatan secara luring ia kerjakan. Pada Desember 2020 kegiatan mulai berangsur dengan kenormalan baru, itu pun masih sangat terbatas. Demikian unek-unek yang disampaikan oleh Jumini bersama para perempuan Joyotakan lainnya dalam kegiatan bersama Yayasan YAPHI yang berlangsung di Taman Cerdas Kelurahan Joyotakan, Sabtu (3/4).

Rasa tidak enak, atau disharmoni sempat menjangkiti warga Joyotakan tatkala sebagian warga yang secara ketat melaksanakan protokol kesehatan, namun sebagian warga yang lain sering lalai dengan tidak mengenakan masker, sehingga menimbulkan kecurigaan akan membawa virus COVUD-19. Apalagi mereka ada yang tinggal di wilayah yang kebetulan ada pasien positif COVID-19 lalu meninggal. Tentu ini membutuhkan perjuangan terus-menerus untuk mengingatkan warga agar taat prokes. Tidak mudah menjalankan amanat sebagai tokoh masyarakat, apalagi harus terus berkoar mematuhi prokes. Jumini pernah kena tracking yang kemudian masuk kategori orang yang harus melakukan isolasi mandiri, meski kemudian hasil swab dinyatakan negatif, namun kekhawatiran untuk keluar rumah itu masih ada.  

 

Lain lagi cerita Wahyuni, sesama warga Joyotakan, bahwa ia terkaget-kaget karena akhirnya masyarakat dipaksa dengan adaptasi baru seperti kalau pulang dari bepergian ke mana pun harus mencuci tangan dan kali terlebih dahulu. Lalu harus memakai masker dan lain sebagainya. Belum lagi banyak berseliweran berita hoax yang terus meresahkan masyarakat dan kadang membuat orang percaya dengan berita hoax tersebut. Sebagai upaya untuk meng-counter berita-berita hoax tersebut, Wahyuni melakukan kerja sama dengan pihak PKK RW dan Puskesmas, di tengah kesulitan ekonomi yang disandangnya yakni sebagai tulang punggung keluarga karena suami tidak lagi bekerja. Entah dengan cara dengan berjualan tanaman, hingga kemudian ada pekerjaan lagi. Banyak hal dinamika dalam keluarga terjadi misalnya dengan sering mengingatkan tentang prokes, juga menemani anak belajar karena tuntutan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). “Dampak positif saya akui, dalam masa pandemi ini saya mendapatkan bantuan, terus ada waktu dengan keluarga itu banyak,” terang Wahyuni.

 

Cerita Kris, seorang perempuan lansia berusia 71 tahun berbeda lagi. Pengalamannya beribadah misa yang biasanya secara luring kemudian daring menjadi pengalaman tersendiri. Menurutnya, di masa pandemi ini yang tidak memiliki telepon genggam akan mengalami dampak lebih besar. Ia memprihatinkan bagi siswa-siswa yang tidak memiliki telepon genggam maka tidak bisa mengikuti PJJ, sehingga mereka lebih banyak bermain. Lain hal, kebetulan rumah tinggalnya di dekat musala, dan ia menilai bahwa selama ini yang patuh mengenakan masker adalah kaum perempuan, sedangkan laki-laki banyak yang tidak patuh. Akhirnya yang dilakukan oleh Kris adalah memperingatkan para laki-laki itu untuk ketat mengenakan masker.

 

Dampak Pandemi Pada Ekonomi Kreatif Bagi Masyarakat

 

Di saat pandemi jika dipandang dari sisi ekonomi perempuan itu lebih kreatif karena bisa dilihat dari status WhatsApp kelihatan bahwa semua status itu berjualan. Ada yang jualan sebagai perantara/reseller, ada juga sebagai menjualkan, dan ada yang produksinya itu sendiri. Ini justru tantangan karena dimana perempuan dalam suasana terpojok/terjepit itu kok seperti ide kreatifnya itu muncul. Jadi semakin tertekan semakin muncul idenya. Demikian yang disampaikan oleh Endang, salah seorang peserta sarasehan. Endang berdagang empon-empon, menjualkan dagangan teman. Ia juga berjualan bandeng yang kemudian oleh para ibu lainnya muncul kreativitas ditambah jualan sambal ijo.

 

Pergerakan masyarakat Joyotakan dalam bergotong-royong juga bisa dilihat ketika mereka saling bahu-membahu membantu warga masyarakat yang lain. Selain dengan cara mengiur untuk membuat masker, juga berbagi makanan saat mereka berlebih. Juga pemberian bantuan alat-alat kebersihan seperti sabun untuk mencuci piring, odol serta sikat gigi. “Kemudian ada lagi membuat sayur dan karena harus makan buah dan kebetulan di wilayah kami ada yang baru terkena PHK anak muda dan dia berkreatif sampai dia bilang ayo kita ganti bantuan membelikan sayur. Masyarakat senang kita bisa menolong warga yang baru memulai usaha sayur, manfaatnya itu ternyata banyak,” terang Endang.

 

Dunung Sukocowati dan Hastowo Broto dari Yayasan YAPHI yang menjadi fasilitator pertemuan sarasehan pada pagi hari itu kemudian mendengarkan dan memberi apresiasi yang bagus atas sharing pengalaman yang dipaparkan oleh para ibu. Hastowo menambahkan bahwa banyak sekali dampak positif yang disampaikan terkait pandemi COVUD-19. Terkait gerakan yang dilakukan oleh warga masyarakat Joyotakan jauh hari sebelum pencanangan “Jogo Tonggo” oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Hastowo mengapresiasi dengan baik. Terkait payung hukum ia menjelaskan bahwa ada sekira tiga kali Surat Edaran (SE) muncul atas kebijakan kekarantinaan kesehatan. “Memang pencegahan dan penanggulangan COVID-19, ini dasar aturannya banyak tidak cuma SE saja, tetapi ada juga PP no 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Ada pula Keputusan Presiden, Peraturan Menteri Kesehatan juga Keputusan Menteri,”pungkas Hastowo Broto. (Garindra Herayukana/Astuti)