Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Semua upaya mendampingi korban adalah menyuarakan suara-suara orang yang dibuat tidak bersuara. Namun ketika menceritakan kepada pihak ketiga harus menghormati hak korban dan etika.Pendamping korban bisa memberikan gambaran dengan konteksnya. Setiap orang beragam terkait aksesnya, dan tekanan yang dihadapi. Ketika pendamping menceritakan pengalaman orang lain itu perlu cukup jelas tentang kasusnya dan upaya yang dia lakukan serta upaya dari contoh kasus tersebut. Sedangkan sebagai korban, biasanya ia melihat dirinya yang salah dan buruk serta dianggap sebagai dia yang mengundang. Dia juga melakukan defending atas dirinya. Kekerasan itu dilihat sebagai personal dia dan masyarakat cenderung menyalahkan dia.



Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan dalam melakukan perjalanan dari lokasi tempat tinggal ke lokasi pelayanan yang dibutuhkan. Ukuran kemudahanlah yang kemudian dijadikan indeks aksesibilitas. Ada dua macam aksebilitas, yaitu fisik dan non fisik. Aksesibilitas fisik adalah aksesibilitas terkait dengan infrastruktur bangunan dan lingkungan, seperti gedung, dan website. Aksesibilitas nonfisik terkait dengan lingkungan sosial, seperti etika interaksi, penyampaian informasi, dan teknologi dan disertai perspektif dan paradigma.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Sesuatu yang sangat penting, mungkin untuk sebagian orang, ketika berbicara tentang ibadah saat pandemi COVID-19 adalah adanya bahasa isyarat dengan adanya box kecil di layar. Tapi sebenarnya setiap orang Kristen bisa beribadah, artinya umat dengan disabilitas bukan kali ini saja tetapi sejak zaman dulu sudah terbentuk, dengan mengundang setiap orang dengan disabilitasnya. Saat ini berkembang isu tentang intergeneration worship. “Malam ini kita ngomongin sesuatu yang pernah didengar dan dilihat tetapi belum diobrolkan secara serius,” ungkap Isabella Novsima dalam siaran IG Live akun @teologi_disabilitas bersama Cindy Ginting.  


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Laili Nur Anisah, S.H, M.H, Dosen Viktimologi Universitas Widya Mataram Yogyakarta dalam zoom meeting yang dihelat oleh Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) UGM, Kamis (12/5) melihat peran masyarakat dalam kerangka hukum Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Bahwa undang-undang ini partisipatif yang pembuatannya melibatkan masyarakat sejak awal. Juga merupakan undang-undang yang memberikan porsi yang paling besar kepada masyarakat untuk masuk dalam proses hukum acara pidana, serta berisi tentang peran masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan TPKS.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Vera Kartika Giantari, alumni Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret tahun 1984, ketua BEM dan  aktivis 98, merefleksi tantangan terkait terbitnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seskual (UU TPKS) dalam webinar bertajuk Wedangan IKA UNS seri ke-105. Menurutnya, dengan disahkannya undang-undang ini tantantangannya adalah penanganan kasus kekerasan seksual menjadi ‘PR’ luar biasa. Selama ini tidak mudah bagi korban untuk mengaku bahwa dirinya jadi korban. Trauma korban menjadi tantangan tersendiri dan menjadi hal yang semakin berat ketika cara pandang di masyarakat masih bias dan memberikan stigma kepada korban, tidak ada dukungan, dan dianggap sebagai pihak yang salah.