Buletin

Sekolah Gender Padang : "Perjuangan tentang Kesetaraan Gender itu Bukan oleh Perempuan tetapi Semua Orang"

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Sekolah Gender Padang kembali menghelat sesi belajar soal gender bersama semua staf Yayasan YAPHI pada Jumat (21/5). Menghadirkan Wahyu sebagai narasumber yang pernah menjadi korban kekerasan seksual  lalu berani bersuara sebagai penyintas, ia menceritakan pengalamannya di masa lalu. Wahyu mengaku pernah juga sebagai pelaku kekerasan seksual secara verbal dan menimpa salah seorang temannya.

Menurut Tuba Falopii dari Sekolah Gender Padang, di sekolah yang diampu secara virtual untuk belajar bersama ini lebih mengutamakan diksi-diksi misalnya soal pemilihan kata ‘korban’  ditujukan bagi yang belum berani bersuara keluar, sehingga ketika berani bersuara maka dia menjadi penyintas. Tuba menambahkan bahwa pelaku pun bisa masuk sekolah gender tetapi harus ada komitmen yang dijalankan sebab secara praktik masuk di  RUU-Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). Ia mengimbuhkan bahwa si pelaku jangan sampai jika ia ada di satu kolektif kemudian langsung ‘membunuh’ pelaku tersebut. Sebab tidak ada yang menjamin kalau di dikeluarkan, dia tidak melakukan kekerasan lagi.

Di kelas virtual keempat ini Tuba menyampaikan yang terjadi di lingkungannya selama ini dan bisa jadi di tempat lain terkait empat kompleksitas gender seperti gender kompromitas, gender non kompromitas dan cheese gender.  Gender kompromitas dimaknai seseorang yang berperilaku sesuai gender yang ada di masyarakat yakni kelamin yang diberikan oleh sosial, Ia mencontohkan  seorang Habib (teman Tuba) dikonstruksi sebagai maskulin. Jenis kelamin umumnya diberikan oleh sosial. Sedangkan Tuba sangat dididik sebagai seorang feminin, maka harus tetap gemulai memasak di dapur.  Gender non kompromitas dapat diartikan misalnya ketika belajar tentang SOGIESC, ada pernyataan dari para peserta bahwa meski berjenis kelamin perempuan, namun berlaku maskulin, dan tidak sedikit perempuan yang bekerja dengan membuka bengkel, misalnya. Sedangkan cheese gender dimaknai seseorang yang mengidentifikasi gendernya seusai dengan kelaminnya.

Sebulan sebelumnya, di April 2021, Sekolah Gender Padang bersama Yayasan YAPHI belajar tentang SOGIESC yakni konsep pemahaman mengenai ketubuhan, orientasi seksual, dan gender yang dapat membuka pikiran para peserta. SOGIESC kepanjangan dari Sexual Orientation, Gender Identity, Expression, Sex Characteristic. Pembelajaran kala itu menggunakan media The Genderbread Person dengan menganalisis pada diri masing-masing peserta. Dan dijumpai kenyataan bahwa sebagian besar peserta  memiliki kecenderungan keberagaman identitas gender, ekspresi  dan orientasi.

Haryati Panca Putri, Direktur Yayasan YAPHI menanggapi sekolah gender dengan menyatakan bahwa sekolah online ini tidak hanya belajar tentang teori saja namun  praktik terkait gender performance, bagaimana sebenarnya hal itu erat kaitannya dengan pekerjaan baik di kantor maupun di rumah. Pengorganisasian sekolah gender ini juga bisa dikatakan berhasil karena menimbulkan kerinduan-kerinduan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan.(Astuti)