Buletin

Diskusi Perda Penyandang Disabilitas : Butuh Sosialisasi yang Akses dan Kawal Penyusunan Perwali

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Jaringan Disabilitas Inklusi Surakarta (kemudian berganti nama Jaringan Visi Solo Inklusi_red) yang dibentuk pada akhir Maret 2021 oleh para penyandang disabilitas pegiat di Surakarta perwakilan dari berbagai ragam disabilitas bekerja sama dengan Yayasan YAPHI menyelenggarakan diskusi Perda nomor 9 tahun 2020, pada Sabtu (10/4) secara luring dan daring via zoom meeting menghadirkan Roy Saputra, Ketua Pansus dan Yeni Apriliawati, Kasubbag Hukum, Setda Kota Surakarta. 

Perda Kota Surakarta nomor 9 Tahun 2020 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas telah disahkan pada akhir Desember 2020. Namun meski perda ini sudah berumur tiga bulan, masih banyak penyandang disabilitas di Surakarta belum mengenal apalagi memahami isi perda tersebut.

 

Roy Saputra dalam keterangannya menyatakan bahwa perda ini lahir dikarenakan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Penyandang Disabilitas, dan hal itu menjadi alasan harus adanya penyesuaian terhadap perda penyandang disabilitas di Surakarta.

 

Dalam rapat-rapat pembahasan dan diskusi, ia melibatkan para penyandang disabilitas dan proses pembahasan di DPRD memakan waktu selama setahun. Ia juga sudah mengundang komunitas-komunitas difabel meskipun bersifat pendelegasian dalam pelaksanaannya. DPRD Surakarta juga melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat terkait Undang-Undang Disabilitas yang baru ini. Roy menggarusbawahi bahwa yang menjadi dasar terbitnya perda penyandang disabilitas ini adalah perubahan kebutuhan dari penyandang disabilitas itu sendiri.

 

Narasumber lain, Yeni Apriliawati menjelaskan bahwa inisiatif Perda ini dari DPRD, akan tetapi draf Perda ini juga sudah ditunjukan kepada walikota yang saat itu masih dijabat oleh FX. Hadi Rudyatmo. Waktu itu laki-laki yang akrab dipanggil Pak Rudy itu mempertanyakan apakah pembuatana draft sudah melibatkan peran aktif dengan dilakukannya diskusi dengan para penyandang disabilitas. Untuk mengkonfirmasi hal tersebut bagian hukum sudah melakukan diskusi yang saat itu dilakukan oleh Dinsos. Bagian hukum juga membantu audiensi terlebih dulu, akan tetapi mungkin masih ada pihak-pihak yang tidak bisa hadir, dan diskusi tetap dilaksanakan sembari menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang belum keluar.

 

Saat ini Perda nomor 9 tahun 2020 sudah bisa dicari di JDIH Surakarta dan pemerintah kota membuat tiga model agar enak dibaca. Dalam perda ini juga mencakup tentang penghargaan, konsesi dan lain-lain serta dan perda ini memadatkan sembilan hal yang harus ada Perwalinya.

 

Pada saat pembahasan perda di DPRD  sangatlah dinamis, akan tetapi karena yang dimuat hanya norma-normanya saja maka sedikit sulit. Dan saat pembahasan perda, pemerintah mencoba tidak menyentuh hal-hal teknis. Terkait naskah akademik perda ini sudah ada dan bisa diminta ke Setwan. “Perda ini sebenarnya memiliki lebih banyak aspek yang dilindungi daripada perda sebelumnya,”jelas Yeni.

 

 

Pembuatan Perwali Agar Sesuai Peran Sektor dan Adanya Kebutuhan Sosialisasi yang Akses

 

Karena perda penyandang disabilitas mengamanatkan untuk penyusunan perwali,   Yeni menyatakan bahwa nantinya bagian hukum bisa meminta kepada dinas terkait untuk untuk memberikan masukan atau membantu pembuatan perwali agar sesuai dengan peran sektor-sektor.

 

Terkait adanya Rencana Aksi Nasional, seperti yang diungkapkan oleh Sunarman dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang turut hadir pada diskusi yang juga diselenggarakan secara luring di Ruang Anawim, Yeni menyatakan bahwa bagian hukum menunggu agar diselaraskan dengan RPJMD Surakarta.

Mengenai konteks “kemampuan daerah” dalam perda, bagian hukum sudah banyak sekali menjalankan kewajiban dan terkait hal ini pihaknya berusaha  melihat kemampuan daerah, agar tidak ada teguran dari provinsi jika benar-benar pemerintah Surakarta tidak mampu menjalankan.

 

Senada dengan Yeni, Roy Saputra menambahkan bahwa ia menemukan semangat dari perda ini yaitu semua dinas terlibat. Akan tetapi saat ini masih terkendala masalah data. Dirinya berharap walikota yang baru bisa membuat “big data” yang bisa digunakan. “Yang paling penting terkait Perda ini bisa dijalankan dulu agar bukan sekedar tulisan saja, dan bisa memberika pemenuhan hak-hak teman-teman disabilitas,” ungkapnya.

 

Pamikatsih, dalam kata sambutan menyatakan bahwa diskusi semacam ini agar terus diselenggarakan dan harus ada rencana tindak lanjut. Prakata demikian juga diiyakan oleh Haryati Panca Putri, Direktur Yayasan YAPHI yang berharap agar para penyandang disabilitas di Kota Surakarta tanpa terkecuali mengetahui dan mengenal perda ini, sebab masih banyak penyandang disabilitas yang tidak mengikuti diskusi secara online dan hal ini perlu mendapat perhatian agar eksistensi penyandang disabilitas di kota Surakarta yang terkenal sebagai kota rehabilitasi dan ramah disabilitas benar-benar terwujud.

 

Gagasan agar sosialisasi perda ini bisa diakses oleh semua penyandang disabilitas kemudian mengerucutkan sebuah rencana pembuatan media sosialisasi perda berbentuk audio, infografis dan videografis seperti yang diusulkan oleh Purwanti, penanggap diskusi siang itu yang dimoderatori oleh Christian Pramudya.  (Astuti)