Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

PERS RILIS

TANGGAPAN ATAS PEMBERITAAN TERKAIT INVENTARISASI DAN PENYITAAN ASET terpidana kasus korupsi PT. Jiwasraya dan PT. ASABRI atas diri Benny Tjokrosaputro DI PARANGGUPITO, WONOGIRI

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah diberikan kepada kita semua, berupa nikmat sehat, nikmat ihsan maupun iman.

Kami, Paguyuban Petani Paranggupito yang merupakan wadah bagi Petani/Masyarakat pemegang hak milik, yang menguasai dan mengolah atas tanah sekitar 135 ha yang terletak di Desa Gudangharjo, Desa Paranggupito, dan Desa Gunturharjo, di wilayah Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri, yang terbentang di kawasan pantai selatan Paranggupito mulai dari Sembukan hingga Nampu.

Sehubungan dengan beredarnya berita tentang inventarisasi asset PT. Batik keris sebagai tindak lanjut dari Putusan Pengadilan terpidana kasus korupsi PT. Jiwasyara dan PT. ASABRI atas diri Benny Tjokrosaputro di Desa Paranggupito, Desa Gudangharjo dan Desa Gunturharjo yang berada di Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri, perlu kami sampaikan sebagai berikut :

1.      Bahwa berita yang beredar selama ini adalah berita yang tidak berimbang dengan bersumber pada satu pihak saja, Masyarakat sebagai pemilik lahan sekaligus yang menguasai dan mengolah lahan tidak pernah dimintai keterangan sebelum berita tersebut dipublikasikan, sehingga sangat diragukan kesahihannya dan membentuk persepsi yang sesat di Masyarakat.

2.      Bahwa pada tahun 1989, ada program pengembangan daerah pariwisata di daerah Paranggupito yang meliputi Desa Paranggupito, Desa Gudangharjo dan Desa Gunturharjo yang pada waktu itu masih berada dibawah Kecamatan Giritontro sebelum dipecah menjadi Kecamatan Paranggupito. Dalam program tersebut dilakukan pengadaan tanah dengan melakukan pelepasan tanah milik Masyarakat di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Wonogiri dan sebagai investornya adalah PT. Batik Keris.

3.      Dalam pengadaan tanah tersebut dilakukan penentuan harga secara sepihak sebesar             Rp 100,- (Seratus Rupiah) per-meternya, pembayaran dilakukan tanpa melakukan pengukuran atas lahan tersebut dan tidak memperhitungkan karang kitri (tanaman diatasnya) yang ada, bahkan ada yang masih kurang pembayarannya atau bahkan belum dibayar.

4.      Dalam pembebasan lahan tersebut banyak sekali praktek-praktek intimidasi yang melibatkan pemerintahan Desa, Kecamatan dan Kabupaten serta aparat Keamanan seperti Polisi dan TNI agar Masyarakat mau melepaskan tanah mereka, banyak juga yang karena ketakutan kemudian menyerahkan tanah mereka. 

5.      Masyarakat tetap menguasai dan mengolah lahan tersebut hingga sampai dengan saat ini. Dalam proses memiliki, menguasai dan mengolah lahan tersebut tidak pernah ada yang menyampaikan keberatan, penolakan maupun perlawanan.

6.      Bahwa belum ada perubahan dokumen baik itu letter C maupun sertifikat hak milik warga Masyarakat kepada PT. Batik Keris.

7.      Masyarakat sampai dengan hari ini masih membayar pajak Bumi atas lahan tersebut.

8.      Bahwa pada tanggal 27 Juli 2023 pagi, masyarakat mendapat pemberitahuan mendadak dari Ketua RT dan dipaksa untuk berkumpul di pendopo Pantai Sembukan guna sosialisasi kegiatan pengukuran lahan dari Kejagung sebagai langkah pemeriksaan asset milik terpidana kasus korupsi PT. Jiwasyara dan PT. ASABRI atas nama Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro, di Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, Jawa Tengah.

9.      Bahwa terpidana dalam kasus ini adalah Benny Tjokrosaputro sebagai individu bukan bertindak atas nama PT. Batik Keris sehingga tidak bisa melakukan klaim atas tanah yang dinyatakan masih sengketa antara PT. Batik Keris dengan Masyarakat tersebut.

Demikian informasi ini kami sampaikan, semoga menjadi klarifikasi terhadap isu tersebut.

 

Wonogiri, 11 Agustus 2023

Hormat Kami

 

 

 

Ketua : Mulyono                                                                                              

Sekretaris : Ismanto

 



Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Sepasang mata Ara, seorang remaja siswa kelas 1 SMA seakan berbinar saat dirinya menapak di pintu masuk Pura Indraprasta yang terletak di Kelurahan Sondakan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Baru pertama kali ini remaja yang tergabung dalam Forum Anak Damai Kelurahan Tipes mengunjungi tempat ibadah umat Hindu tersebut. Bersama  40 anak lainnya, pada pertengahan Juli 2023 lalu Ara melakukan safari kebhinekaan dengan berkunjung ke tempat-tempat ibadah ke-6 agama di Kota Surakarta dan didampingi oleh Yayasan YAPHI.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas memiliki potensi yang harus dimaksimalkan, termasuk di sektor digital dalam menghadapi era digital yang tidak bisa dihindarkan. Hal ini ditegaskan Abdurahman Hamas Nahdly, selaku Direktur Program Siberkreasi Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam pengantar Literasi Digital Inklusi Disabilitas di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (20/7).

"Terlepas dari dinamika yang ada, peluang dan tantangan bagi disabiitas di era digital harus dihadapi. Dengan berbekal potensi-potensi yang dimiliki kaum disabilitas sekirnya mampu dimaksimalkan oleh semua pihak. Siberkreasi kementerian Kominfo mengawal dan memastikan hak-hak tersebut dan mendampingi pelaksanaan dari kebijakan pemerintah" terang Hamas.

Acara yang diselenggarakan oleh Difapedia dengan bekerja sama dengan UKM Peduli Difabel UGM dan didukung Siberkreasi ini dihadiri oleh 124 peserta,r 98 di antaranya adalah disabilitas. Difapedia adalah lembaga yang berfokus pada advokasi dan pemberdayaan difabel yang salah satu concernnya di sektor digital.

Dalam sambutannnya,  M. Karim Amrullah yang mewakili Difapedia menegaskan bahwa harus ada keterlibatan aktif dari disabilitas untuk kemajuan di sektor digital. Oleh karena itu, perlu membangun kesepahaman bahwa semua warga negara Indonesia harus terlibat aktif di dalamnya.

"Kami juga mengapresiasi kepada difapedia yang sudah mengadakan acara ini. Dengan acara ini dapat menjadikan momentum bagi disabilitas agar lebih mandiri dan memperluas dalam usaha" terang Mugiarto, perwakilan UGM dalam sambutan terpisahnya.

Workshop dengan tema "Mewujudkan penyandang disabilitas yang mandiri dan berdaya melalui tranformasi digital yang inklusif” ini menghadirkan dua praktisi konten kreator dan marketplace, yakni Weliyan Tanoyo dan Lalu Bintang Wahyu Putra.

Weliyan Tanoyo, praktisi marketplace memaparkan materi tentang "Manajemen Marketplace dan Optimalisasi Penjualan bagi Pelaku Usaha Diabilitas". Sedangkan Lalu Bintang Wahyu Putra menyampaikan materi "Media Sosial sebagai Alat Juang Difabel".

"Acaranya sangat baik. Harapan kami workshop ini ditindaklanjuti dengan pelatihan-pelatihan bagi penyandang disabilitas" kata Dwi, salah satu peserta disabilitas rungu. (ast)


Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang

Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) memberikan apresiasi kepada 65 pengadilan di Indonesia yang memiliki komitmen untuk menjadi inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas. Apresiasi diberikan melalui kegiatan Diseminasi Hasil Pemantauan Pengadilan Inklusif yang dilaksanakan bersama Mahkamah Agung RI didukung Pemerintah Australia melalui program Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) pada Senin (7/8).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Yayasan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA) meluncurkan Catatan Tahunan Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas Tahun 2022 (Catahu KBGD 2022) dalam rangka merayakan hari ulang tahun ke-18 lembaga SAPDA. Catahu mengangkat tajuk “Akomodasi yang Layak: Antara Angka dan Realita”, sesuai dengan highlight utama dari temuannya. Kegiatan ini berlangsung dengan dukungan Pemerintah Australia melalui program Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2).

Catahu KBGD 2022 ini disusun dengan kolaborasi antara SAPDA bersama 26 lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dan pemerintah dari 12 provinsi di Indonesia, dan berhasil mendokumentasikan 81 kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD) yang terlaporkan sepanjang tahun 2022. Hasil pencatatan menemukan KBGD paling banyak terjadi pada korban dengan ragam disabilitas rungu-wicara sebanyak 31 kasus, disusul ragam disabilitas intelektual sebanyak 22 kasus dan ragam disabilitas mental sebanyak 14 kasus. Catahu juga mencatat berbagai praktik baik pemenuhan akomodasi yang layak oleh lembaga penyedia layanan, yang bisa menjadi referensi bagi terselenggaranya pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas korban kekerasan.

“Catatan Tahunan KBGD 2022 telah menghimpun berbagai pembelajaran penting dari praktik baik pemenuhan akomodasi yang layak oleh berbagai lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dan pemerintah di Indonesia. Ini menjadi PR bersama yang perlu kita kawal secara teknis di semua wilayah di Indonesia, sebagai bentuk komitmen implementasi atas UU Disabilitas, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan berbagai regulasi lainnya,” ungkap Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani dalam sambutannya.

Catahu KBGD 2022 turut mendapati bahwa hampir setiap korban mengalami setidaknya dua hingga empat bentuk kekerasan sekaligus. Apabila melihat dari jenis kekerasan yang dialami korban, Catahu mengidentifikasi 140 bentuk kekerasan terjadi kepada penyandang disabilitas. Jenis kekerasan berbasis disabilitas menempati posisi tertinggi yakni 39 kasus, disusul kekerasan seksual-perkosaan sebanyak 18 kasus dan kekerasan psikis dalam rumah tangga sebanyak 15 kasus.

Catahu KBGD 2022 juga memotret kerentanan berlapis di balik situasi kekerasan pada penyandang disabilitas. Menurut olah data Catahu, korban kebanyakan adalah perempuan dan anak, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dalam kondisi miskin, tanpa pekerjaan atau penghasilan yang tetap, dan menyandang berbagai kondisi lain yang membuatnya rentan mengalami kekerasan. Situasi ini diperburuk dengan minimnya dukungan keluarga dan lingkungan, dimana mayoritas kekerasan terjadi pada ranah privat dengan pelakunya justru berasal dari orang terdekat yang seharusnya memberikan perlindungan.

Sementara itu, terkait dinamika dalam pemenuhan Akomodasi yang Layak sebagai bagian dari hak penyandang disabilitas korban kekerasan, Catahu menemukan dari total 81 kasus, 75 penyandang disabilitas korban kekerasan telah mendapatkan pemenuhan akomodasi yang layak ketika mengakses layanan. 5 korban tidak terpenuhi akomodasi yang layak, sedangkan 1 kasus tidak teridentifikasi.

Meskipun secara kuantitatif hampir semua penanganan kasus telah memberikan akomodasi yang layak di dalam prosesnya, di balik angka tersebut, Catahu KBGD 2022 merekam bahwa upaya pemenuhan akomodasi yang layak masih menemui berbagai hambatan dan tantangan, seperti sarana prasarana yang belum sepenuhnya aksesibel, tidak adanya rumah aman yang mudah diakses bagi disabilitas, dan layanan kesehatan yang belum memadai.

Hambatan terbesar salah satunya juga disebabkan oleh ketiadaan penilaian personal, baik dalam penanganan kasus di level internal lembaga maupun saat kasus dirujuk antar lembaga. Alih-alih dilakukan penilaian personal, informasi tentang kondisi kedisabilitasan korban sering kali sebatas disampaikan secara verbal. Proses penilaian personal juga tak jarang menutup ruang partisipasi bagi penyandang disabilitas, dimana otoritas untuk menentukan kondisi, hambatan dan kebutuhan korban justru semata diberikan kepada ahli. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan kebutuhan khusus penyandang disabilitas tidak teridentifikasi secara penuh, sehingga pemenuhan akomodasi yang layak sulit berjalan optimal dan proses peradilan menjadi terhambat.

Minimnya perspektif isu disabilitas juga memberikan tantangan tersendiri, terlihat dari masih adanya kewajiban Juru Bahasa Isyarat untuk bersertifikat, belum adanya metode pemeriksaan yang ramah bagi korban dengan hambatan mental dan intelektual, masih digunakannya sterilisasi dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap korban disabilitas kejiwaan, serta berbagai pendekatan penanganan kasus lainnya yang belum mengedepankan pemberdayaan dan pemenuhan hak disabilitas.

Lebih lanjut, berbagai kebijakan yang ada juga terlalu mengedepankan syarat administratif dan belum sensitif terhadap hambatan penyandang disabilitas. Misalnya, masih ada penyandang disabilitas korban KBGD yang harus berkali-kali melakukan laporan berulang di kantor kepolisian yang jaraknya sangat jauh dari tempat tinggalnya. Terdapat pula korban yang harus melalui rumitnya proses birokrasi untuk memperoleh hak restitusi. Situasi ini bukan hanya menghambat korban dalam proses penanganan kasus, tetapi secara tidak langsung juga berdampak pada penundaan pemenuhan hak-haknya.

Webinar ini menghadirkan beberapa institusi untuk menanggapi temuan Catatan Tahunan KBGD 2022 yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Nasional Disabilitas, dan Forum Pengada Layanan. Perwakilan aparat penegak hukum turut hadir memberikan tanggapan, yakni Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Pokja Akses Keadilan Kejaksaan Agung RI, Pokja Perempuan, dan Anak Mahkamah Agung RI.

Sinergitas antara lembaga layanan dan aparat penegak hukum sangat penting untuk mewujudkan layanan penanganan kasus yang lebih berperspektif disabilitas. Penyidik, organisasi pendamping disabilitas, psikolog, psikiater ataupun tenaga medis lainnya perlu saling berkolaborasi menghadirkan pemeriksaan terpadu sesuai hambatan dan kebutuhan khusus penyandang disabilitas korban kekerasan. (ast)