Catatan FGD Jampisawan yang Melibatkan Para Pemangku Kepentingan dan Kebijakan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ada beberapa catatan dari kegiatan FGD yang dilakukan oleh Jaringan Masyarakat Pedulii Sungai Juwana (Jampisawan) didukung Yayasan YAPHI pada Rabu, (15/6) bertempat di Sekolah Tinggi Agama Islam Pati (STAIP). FGD dihadiri oleh antara lain para anggota Jampisawan, DPRD, BBWS dan BPDAS, Bappeda Pati serta akademisi. Dibuka dengan memperkenalkan Jampisawan dan kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukannya, Sunhadi, ketua panitia sekaligus ketua Jampisawan mengatakan bahwa pihaknya pernah menggelar Festival Sungai Juwana. Jampisawan mendorong agar proses normalisasi sungai berhasil dilaksanakan.

Ari Subekti, narasumber dari Jampisawan dan tinggal di dekat sungai Juwana. Menurutnya pelaku kebanyakan adalah tetangganya, sehingga saat Ari melaporkan justru menjadi korban karena tidak disenangi oleh tetangganya. Dalam paparan materinya, Ari menyampaikan terkait Sungai Juwana antara harapan dan ancaman. Sungai Juwana dahulu adalah sumber penghidupan banyak orang, namun kini perlu dipertanyakan lagi, apakah bisa menjadi seperti dulu atau justru menjadi ancaman karena banyaknya sampah.

Harapan Ari, Sungai Juwana bisa menjadi sumber penhidupan masyarakat. Pertama terkait pengairan, jika sungai rusak akan banyak petani yang mata pencaharian hilang. Kedua, ratusan nelayan tradisional menggunakan sungai juwana untuk menuju laut. Saat ini kendalanya ialah sampah. Banyak sampah yang menyangkut di kipas kapal. Kedua ancaman berupa sungai meluap. Terakhir dua bulan yang lalu masih terjadi luapan sungai. Padahal para petani harus tandur empat kali baru bisa panen sekalipun tidak maksimal. Ancaman berikutnya ialah pencemaran sungai. Setiap hari ada mobil-mobil yang menurunkan sampah. Sungai menjadi pembuangan limbah, bukan hanya masyarakat sekitar tapi juga dari luar. Pencemaran sungai sangat parah ketika musim kemarau.

Kemudian masalah-masalah terkait penataan ruang : garis sempadan sungai minimal 100 meter dari pinggir sungai namun faktanya banyak rumah dan pabrik yang dibangun mepet dengan Sungai Juwana. Kebijakan pengembangan wilayah industri. Masyarakat tidak paham dengan pabrik-pabrik yang ada di dekat Sungai Juwana karena tidak ada sosialisasi. Berikutnya terkait kebijakan normalisasi, garis koordinasi lintas sektor pelaksana kegiatan.

Berikutnya masalah-masalah proyek, sosial dan lingkungan. Normalisasi yang dilakukan pemerintah selama ini sepotong-potong. Aturan parkir kapal di Sungai Juwana dalam Perda RTRW yang baru dihilangkan. Jampisawan berharap bukan hanya secara fisik tapi juga harus memberi edukasi kepada masyarakat untuk menjaga sungai dan lingkungan. Harapannya ada pencerahan dari apa yang sudah disampaikan.

Perubahan Iklim dan Efek Pemanasan Global

Dr.Ir. Rina Kurniati, MT., dosen di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro sebagai narasumber kedua menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan isu utama. Terkait pengelolaan air, di siang hari air sering panas karena tidak ada area hijau, selain itu dampaknya air menjadi keruh. Ia mengatakan bahwa pengelolaan lingkungan merupakan peran semua pihak. Air dan ruang hijau merupkan hal penting yang harus ditetapkan dalam kebijakan penataan ruang, dan harus ada “water sensitive”.  

Rina mengambil contoh dari kota-kota di dunia misalnya Hongkong yang mengantisipasi bencana banjir dengan cara menangkap air ke dalam saluran buatan bawah tanah sebelum dialirkan ke laut. New Zealand menangkap, menyimpan, mempurifikasi dan menggunakan kembali air hujan. Meningkatkan standar drainase untuk mengurangi kelebihan air hujan, mengintegrasikan badan air alami dengan buatan untuk meningkatkan fungsi ekosistem dan memberikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi publik. Bangkok membuat kolam retensi (pemisahan) berupa taman kota. Saat tidak hujan air disimpan dalam penampungan untuk penyiraman di musim kering. Ketika banjir air ditampung untuk digunakan, overflow dialirkan ke drainase kota. Taman dapat digunakan pada saat kering dan basah.

Di sekitar sungai merupakan ekosistem yang unik. Sebelum ada jalan darat, masyarakat biasa menggunakan sungai sebagai jalan. Ada hal penting yang bisa diperhatikan, yaitu terkait Waterfront settlement. Waterfront settlement merupakan ekosistem unik dengan berbagai macam potensi serta masalah dalam pemanfaatan sumber daya alam, pertumbuhan ekonomi dan pelestarian ekologi.

Rina memberi paparan pengetahuan terkait Fungsi dari waterfront settlement sebagai, Cultural waterfront, untuk aktivitas budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan, Environment waterfront, yang berupaya meningkatkan kualitas lingkungan, Historical waterfront, yang dikembangakan ke arah konservasi kawasan atau bangunan sejarah, Mixed-used waterfront, yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, perdagangan, atau kebudayaan, Recreational waterfront, yang menyediakan sarana rekreasi, Residential waterfront, yang digunakan untuk permukiman, Working waterfront yang mewadahi aktivitas industri dan fungsi pelabuhan.

Ia mengutip kebijakan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam rencana tata ruang antara lain RPDAS yang diinternalisasi ke dalam rencana tata ruang wilayah. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruhi aktivitas daratan (PP 37/2012 tentang Pengelolaan DAS). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah (PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).

Jumlah Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang diinternalisasi ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah banyaknya rencana pengelolaan DAS yang masuk dalam kebijakan dan srategi pemanfaatan ruang wilayah baik berdasarkan wilayah administratif, fungsi, kegiatan dan nilai strategis kawasan (dalam mendukung wilayah sungai). Adanya RTRW yang selaras dengan rencana pengelolaan DAS secara terpadu dalam mendukung pelindungan fungsi DAS terhadap dampak negatif akibat pemanfaatan ruang wilayah yang tidak terkendali.

RTRW Harus Disesuaikan dengan Situasi Lingkungan

Pembangunan wilayah dan DAS pendekatan menyeluruh pembangunan wilayah berbasis pengelolaan DAS secara terpadu menuntut suatu manajeman terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga terkait. Pendekatan terpadu juga memandang pentingnya peranan partisipasi masyarkat dalam pengelolaan, mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan penerima manfaat. Pengelolaan daerah aliran sungai adalah suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan, dengan daerah bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu perubahan penggunaan lahan di daerah hulu akan memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya.

Tujuan pengelolaan DAS sendiri adalah : Terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari;tercapainya keseimbangan ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan; terjaminnya jumlah dan kualitas air yang baik sepanjang tahun; terkendalinya aliran permukaan dan banjir; terkendalinya erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya.

Pengelolaan DAS harus diupayakan tidak hanya untuk mengelola hubungan hidrologi, tetapi juga memiliki 3 tujuan: 1. Melestarikan dan memperkuat basis sumber daya alam dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk konservasi, 2. Meningkatkan produktivitas pertanian dan sumber daya alam lainnya yang berbasis kegiatan, 3. Mendukung mata pencaharian pedesaan untuk mengurangi dan mengentaskan kemiskinan.

Kebijakan DAS selama ini cenderung sektoral sehingga harus dilakukan secara terpadu dari hulu dan hilir, tidak parsial atas dasar kepentingan sektor atau daerah pemerintahan. Untuk itu pengelolaan DAS perlu menganut prinsip keterpaduan “satu sistem perencanaan dalam satu daerah aliran sungai” (one river one plan one management).

“Mengatur aliran air seperti mengatur antrian. Perlu adanya perencanaan kemana air hujan akan mengalir. Maintenance dilakukan supaya air langsung terserap tanah. Harus ada Inisiatif mengelola hujan,” ungkap Rina.  

Penataan ruang DAS sebagai bentuk kerja sama penataan ruang antar daerah sebagai masukan untuk revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi, kabupaten, dan kota. Permasalahan yang sering ditemui dalam penanganan sungai yang ada saat ini adalah terkait koodinasi yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah administratif. Pengelolaan sungai perlu diperkuat dasar hukumnya dalam RTRW.

Kebijakan penyelesaian RTRW tidak hanya terkait dengan batas wilayah administrasi, namun juga perlu mengembangkan RTRW yang berbasis batas alam yang bersifat strategis seperti karakteristik DAS dan Pulau.

Rina kembali menuturkan bahwa terdapat praktik baik juga yang dilakukan di Jogja yang menggunakan metode Mundur, Munggah, Madep Kali yang mengubah sungai yang sebelumnya sebagai halaman belakang rumah diubah menjadi halaman depan rumah.

Tanggapan Peserta Diskusi

Darto dari BPDAS memberi tanggapan mengelola sungai tidak mudah karena lintas kabupaten. Bentuk DAS Sungai Juwana unik seperti mangkok dan ada tujuh sungai yang masuk ke Sungai Juwana. DAS merupakan wilayah daratan yang dibatasi bukit yang berfungsi untuk menampung air. “DAS merupakan rumah kita. Baik-buruknya DAS tergantung masyarakat yang ada di atasnya. Kemampuan pemerintah sangat terbatas yaitu sebagai fasilitator pengelolaan DAS. Kelola kelembagaan sangat penting, dimana harus ada proses edukasi kepada masyarakat agar masyarakat merasa memiliki,”ujar Darto.

Senada dengan Darto, Darno juga dari BPDAS, memberi masukan ke depan perlu pelibatan dinas pendidikan sebab masyarakat masih banyak yang abai. Menurutnya harus dimulai dari perubahan mindset yaitu pendidikan. Secara wilayah BPDASHL mengelola daerah hulu. Terkait internalisasi sudah pernah dilakukan pada tahun 2017, hanya saja kelemahan ada di bidang monitoring untuk implementasi.

Sementara itu perwakilan dari BBWS menyampaikan terkait sanksi atas  pelanggaran-pelanggaran sungai sangat memberatkan bila benar-benar diterapkan. Harapannya hanya satu, Jampisawan bisa membantu mengkaver kegiatan-kegiatan yang dilakukan BBWS. Yang harus menjadi prioritas adalah perilaku masyarakat yang masih membuang sampah di sungai. BBWS khususnya bagian SOP, menurutnya yang jadi tugasnya menjaga bangunan-bangunan yang berkaitan dengan sungai yang telah dibuat.

Sesi Diskusi dan Tanya Jawab

Beberapa masalah terekam dari para pelaku sendiri misalnya terungkap bahwa dari nelayan kecil sampai besar melabuhkan kapalnya di Sungai Juwana. Di situ sering terjadi masalah karena macetnya alur sekalipun sudah membentuk tim terpadu. Sulit mengatur kapal yang berlabuh karena kapal yang besar-besar. Menjelang ramadan kapal biasanya penuh sampai sungai tidak bisa dilalui. Macetnya alur membuat sampah rumah tangga maupun enceng gondok sampai diinjak tidak amblas. Hal tersebut menggangu aliran sungai sehingga nelayan-nelayan tidak bisa bekerja. Bahkan ada yang sampai meninggal di sungai karena ingin pulang namun tidak bisa akibat alur sungai yang terhambat.

Terkait kapal besar, dari dinas kelautan mengupayakan membuat tambat kapal. Karena keterbatasan biaya hal tersebut belum bisa dilakukan. Tujuan penambatan kapal supaya kapal yang bersandar bisa terurai. “Kami mengusulkan, bahkan udah sering menyampaikan namun belum ada respon. Sebaiknya dilakukan normalisasi sungai, khususnya bagian hilir dan di pinggir sungai dibuat akses jalan,”ujar nelayan.

Bappeda Pati lewat perwakilannya menjawab terkait normalisasi sudah menjadi prioritas, dan sampai sekarang kegiatan masih berjalan. Terkait dengan penanganan sampah sedikit sulit karena menurutnya Indonesia adalah penghasil sampah terbanyak di bawah China. Sampai dengan awal Februari sudah diupayakan eskavator, namun terkendala biaya yang mahal.

Di akhir acara diskusi terfokus yang dimoderatori oleh Husaini, Ari Subekti, ketua Jampisawan berharap melalui kegiatan ini, upaya Jampisawan untuk “mencari teman” berhasil, karena banyak pihak-pihak terkait yang hadir dan berharap ada tindak lanjut. (Yohanes Handharu, Yosi Krisharyawan, Ast)