Perhimpunan Jiwa Sehat Tagih Komitmen Setelah Sahnya UU TPKS

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Perlu adanya berbagai bentuk sosialisasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) karena undang-undang ini sudah ditunggu oleh masyarakat. Selain itu perlu juga implementasi ke semua aparat penegak hukum. Begitu sambutan Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam sambutan pada webinar perlindungan bagi penyandang disabilitas dalam UU TPKS yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Kamis (16/6).

Hal senada juga disampaikan oleh Willy Aditya, Ketua Baleg DPR RI, yang menyatakan bahwa  RUU PKS kemudian menjadi UU TPKS adalah kerja bersama antara eksekutif dan partisipasi masyarakat. UU TPKS  hadir memberi kepastian hukum bagi kelompok rentan. Termasuk  menjadi titik penting menurut Willy, bagaimana undang-undang ini adalah melindungi penyandang disabilitas. Pasal norma krusial pasal 40, pasal 45 ayat 4. Di situ memuat keterangan saksi penyandang disabilitas  memiliki kekuatan hukum serta pasal 65 ayat 5 poin e. Pasal tersebut menyediakan kebutuhan khusus sesuai kondisi penyandang disabilitas.

“Perjuangan kita tidak berhenti sampai di sini. Membangun budaya literasi yakni pertama di APH dan masyarakatnya, pada APH yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lain-lain karena mereka memiliki sendiri korban disabilitas. Selanjutnya kita menunggu 5 aturan turunan yakni PP,” terang Willy.

Sementara itu dalam webinar, Yeni Rosa Ketua PJS menyatakan bahwa pihaknya pernah berkonflik dengan Komnas Perempuan. Terkait pasal usulan.  Akhirnya pihaknya membuat daftar isian masalah (DIM) sendiri dan posisioning serta konsinyering dengan berbagai pihak. Ada banyak pasal yang mereka perjuangkan. Juga terkait tentang kesaksian, sebab hal tersebut menyulitkan penyandang disabilitas. Lalu  pada tanggal 5 April 2022 pihaknya mendapatkan draft terakhir kemudian hal yang dilakukannya adalah beberapa kali bertemu dengan menteri beserta berbagai pihak dan melakukan diskusi habis-habisan.

Advokasi terhadap RUU TPKS sudah dilakukan oleh PJS semenjak rancangan RUU TPKS dibahas oleh DPR RI periode yang lalu (2014-2019). Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) dan PJS terlibat aktif dalam memberikan input terhadap draft RUU TPKS masa itu yang difasilitasi oleh Komnas Perempuan. Yeni Rosa menyatakan bahwa mereka sempat ada konflik dengan Komnas Perempuan tentang pasal 104 yang berisikan pasal diskriminatif yang menyatakan bahwa pemaksaan kontrasepsi terhadap perempuan penyandang disabilitas mental bukanlah tindak pidana, asal dimintakan oleh keluarga dan disetujui oleh dokter. Komnas Perempuan akhirnya mencabut pasal itu dari draft. (Ast)