Menguji Kolaborasi Payung Hukum Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Penanganan kasus kekerasan seksual di kampus selama ini terkait kondisi di lapangan ada banyak hal ditemui, di antaranya adalah : tidak ada mekanisme penanganan yang jelas, payung hukum yang tidak tepat sasaran terhadap kekerasan seksual, perspektif yang mengedepankan nama baik kampus, minimnya sumber daya manusia yang berperspektif korban dan pemulihan korban tidak menjadi prioritas utama.

Sedangkan dampak bagi korban biasanya mereka mengalami hal-hal seperti laporan tidak ditangani dengan tepat sasaran, tidak mendapatkan kesempatan untuk pulih,korban mencari keadilan lewat media sosial atau opini publik, korban menjadi korban kembali.

Speak-up di media sosial, dengan tujuan korban mencari keadilan lewat media sosial atau opini publik menjadi pilihan bagi korban karena dia tidak ditangani dengan baik.
Pendidik, kampus dan mahasiswa banyak dilibatkan dalam upaya pencegahan.  Setelah adanya permendikbud 30 tahun 2021, lalu ada satgas PPKS. Kemudian disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi tonggak awal bahwa Permendikbud 30 tahun 2021 dan UU TPKS  saling mendukung, demikian penjelasan dari Joce Timoty Pardosi, Dirut HopeHelps Network, pada sebuah talkshow di akhir Mei 2022 yang dihelat oleh IJRS.

Lalu apa yang menjadi jaminan UU TPKS bisa terimplementasi? Jawabannya adalah  masih adanya kebutuhan peraturan internal untuk membantu dan mempermudah dalam pelaksanaan. Media berbasis data juga diperlukan untuk mendorong implementasi di setiap sektor. Ada pertanyaan mencuat lagi, siapa yang menjadi penanggung jawab satgas PPKS? Bagaimana kalau yang menjadi pelaku adalah satgas PPKS? Satgas PPKS adalah satgas independen. Ketika sanksi diberikan atas dasar rekomendasi dari Satgas.

Rektor tidak bisa leluasa memberi sanksi sehingga mau tidak mau ada yang bertanggung jawab pada Satgas. Di dalam satgas ada mahasiswa dan pendidik serta tenaga pendidik. “Ada balancing power di dalam. Kalau Satgas sendiri jadi pelaku? Harus ada SOP yang harus dijabarkan mekanisme bagaimana Satgas jadi pelaku dan tentu sanksi akan lebih berat,” terang Joce.

UU TPKS tidak dibuat untuk gender tertentu. Semua sama dan bisa mengakses. Lalu mekanisme apa yang bisa diberikan dalam Permendikbud adalah apa dulu yang harusnya dilindungi, keamanan dan perlindungan, identitas, rumah aman, korban dan saksi. Siapa yang menyelenggarakan ini? Semuanya oleh kampus. Tentu hal ini tidak dapat berjalan sendiri misalnya untuk kampus yang tidak besar bisa bekerja sama dengan lembaga yang punya Rumah Aman.

Kalis Mardiasih, salah seorang penanggap pada talkshow menyatakan perjuangan para korban, pendamping korban, sangat menguras waktu tenaga sehingga dirinya berpikiran bahwa UU TPKS sangat berdampak positif kepada korban dan pendamping.

 

Kolaborasi Permendikbud 30 tahun 2021 dan UU TPKS

 

Gebrakan Permendikbud 30 tahun 2021 ada banyak hal di antaranya adalah : adanya pengaturan definisi kekerasan seksual yang komorehensif dan tepat sasaran  Pelibatan (a) perguruan tinggi (b) pendidik dan tendik, dan ( c )mahasiswa dalam upaya pencegahan, penegasan upaya penanganan yang terdiri dari 4 bentuk (a) pendampingan (b) pelindungan , ( c ) pengenaan sanksi administratif , dan (d) pemulihan korban, pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), pengaturan mekanisme penanganan kekerasan seksual oleh Satgas PPKS, kepastian atas hak korabn dan saksi, dan pengaturan tentang pemantauan dan evaluasi implementasi.

Kolaborasi UU TPKS dan Permendikbud 30 tahun 2021, yang berupa kolaborasi hukum pidana dan hukum administrasi negara adalah adanya sanksi administratif Permendikbud 30 tahun 2021 yang tidak menyampingkan sanksi pidana UU TPKS. Pemidanaan atas pelaku tidak serta merta berdampak pada kewenangan hak dan kewajiban pelaku di lingkungan kampus dan mekanisme penanganan dan pemulihan korban di Permendikbud 30 tahun 2021 seprinsip dengan UU TPKS.

Tantangan yang dihadapi ke depan terkait hal di atas adalah penyelesaian peraturan pelaksana UUTPKS dengan Permendikbud 30 tahun 2021. Selain itu, UU TPKS menganut Double Track System, adanya Pidana Pokok : Pidana, denda, Pidana lainnya menurut undang-undang, dan Pidana Tambahan : a. pencabutan hak asuh anak atau pencabutan pengampuan, b. pengumuman identitas pelaku,perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Kekerasan Seksual, tindakan berupa rehabilitasi medis dan sosial, dan reintegrasi sosial dan kewajiban restitusi atau ganti kerugian yang didapat korban kekerasan seksual. (Astuti P)