Cerita dari Warga Desa Wadas dan Kekerasan yang Dialami oleh Mereka

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Rabu pagi (9/2), WhatsApp Group  (WAG) publikasi dan dokumentasi (PuDok) Yayasan YAPHI diramaikan dengan pemberitahuan bahwa telah terjadi kekerasan dan intimidasi terhadap warga masyarakat Desa Wadas, tak terkecuali para perempuan dan anak. Peristiwa itu dipicu atas penangkapan kepada 64 warga yang terjadi pada Selasa sore hari sebelumnya (8/2). Mereka terdiri dari warga desa, 13 di antaranya masih berusia anak dan beberapa pendamping dari LBH. Kericuhan tersebut jelas tergambar pada tayangan video yang beredar yang menggambarkan perlakuan kasar dan represif oleh aparat kepolisian. Cerita berlanjut Rabu pagi itu, ribuan polisi merangsek ke  Desa Wadas dengan senjata lengkap. Mereka mendirikan tenda-tenda mengepung wilayah desa dan menurunkan banner protes warga desa yang menolak tambang batu andesit.

Dari dua orang perempuan anggota Kelompok Belajar Kartini (KBK) dampingan Yayasan YAPHI yakni Lala dan Ratih diperoleh keterangan bahwa perempuan dan  anak-anak banyak mengalami trauma. Saat itu ada pemadaman listrik di rumah-rumah warga. Dan sebagai bentuk solidaritas mereka kepada para perempuan dan anak-anak Wadas, mereka kemudian melakukan aksi di media sosial dengan merekam video solidaritas ajakan untuk berpihak kepada warga Desa Wadas. Aksi dilakukan dengan menabuh alat-alat rumah tangga sebagai bentuk solidaritas, dan menyerukan menolak kekerasan yang tengah terjadi. Video kemudian diunggah di media sosial dalam bentuk reels dan tiktok dilengkapi berbagai tagar seperti #wadastolaktambang, #wadastolakkekerasan.

Kemudian pada pukul 9 pagi, berbagai elemen masyarakat dan pendamping yang bersolidaritas kepada warga mengadakan konferensi pers dengan media zoom meeting. Dengan peserta lebih dari 180 orang, konferensi pers yang berlangsung kurang dari satu jam tersebut menggambarkan keadaan terkini dari masyarakat Desa Wadas dan bagaimana tidak berpihaknya pemerintah daerah kepada mereka. Dari konferensi pers pula masih terjadi pemadaman listrik di rumah warga. Dan terjadi pelarangan pemberitaan tentang apa yang saat itu tengah terjadi di Desa Wadas dengan adanya intimidasi dan kekerasan yang telah dilakukan kepada jurnalis Sorot.id.

Dari WAG jurnalis di Komnas HAM diperoleh pers rilis yang dikeluarkan secara resmi respon Komnas HAM RI Terhadap Dugaan kekerasan dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.

Sementara itu Tempo.co  menulis bahwa pemerintah daerah atau Gubernur Jawa Tengah melakukan pembiaran terhadap aksi tersebut. Menyusul pernyataan tuntutan dari warga Desa Wadas, Yayasan YAPHI pun kemudian juga menerbitkan pernyataan sikap tuntutan kepada Negara atas insiden kekerasan, intimidasi dan represi yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas.

Siang hari sekira pukul 14.00 muncul video permintaan maaf Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada masyarakat Desa Wadas disusul dengan kunjungannya ke desa tersebut sore harinya. Namun apa lacur, yang ditampilkan dalam gambar video pada akun medsos Instagram Ganjar Pranowo adalah kunjungan kepada masyarakat yang setuju adanya penambangan dengan mengajukan pertanyaan yang mengiris hati,”Duitnya mau buat beli apa, Mbah?”Dengan kelakuan seperti itu saja kita tahu sebenarnya siapa sesungguhnya yang telah memporak-porandakan hati warga Desa Wadas.

Insiden demi insiden masih saja terjadi misalnya yang dialami oleh Sinta Maharani, jurnalis Tempo yang menjadi korban intimidasi.

Ada upaya pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD mendistorsi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat. Pernyataan Mahfud MD disampaikan Rabu (9/2). Mahfud menyampaikan bahwa suasana mencekam yang digambarkan dialami oleh warga Desa Wadas adalah tidak benar. Senada Mahfud, Polri pun melabeli situasi di Wadas sebagai hoaks atau berita bohong. Termasuk akun  twitter @DivHumas_Polri yang menyematkan setempel hoaks.

Hal ini yang kemudian melatarbelakangi terbitnya pers rilis oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dengan melihat fakta lalu menyerukan agar pemerintah menghentikan pelabelan hoaks peristiwa Wadas yang sewenang-wenang, mengimbau pers nasional menjalankan fungsi kontrol sosial seperti amanat UU Pers termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal berkaitan kepentingan umum, pers memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara, dan agar jurnalis bersikap independen.

Pada Sabtu (12/2) sekira pukul 20.21, lewat WAG jurnalis diperoleh informasi  terbaru “Komnas HAM RI Turun Lapangan ke Desa Wadas dengan menerjunkan tim ke Desa Wadas dan diperoleh fakta peristiwa Selasa (8/2). Temuan awal Komnas HAM sebagai berikut : 1. Menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju, 2. Mendapati informasi beberapa warga belum pulang ke rumah masing-masing karena masih merasa ketakutan, 3. Banyak warga dewasa dan anak mengalami trauma, 4. Mendapati fakta terjadi  kerenggangan hubungan sosial kemasyarakatan antar warga yang setuju dan menolak penambangan batuan andesit. Tim Komnas HAM RI akan melanjutkan upayanya esok (Minggu, 13/2/2022) untuk meminta keterangan beberapa pihak terkait lainnya. (astuti)