Standarisasi Norma dan Pengaturan Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Komnas HAM menerbitkan Standar Norma Pengaturan (SNP) untuk mendorong harmonisasi regulasi dan sebagai pegangan untuk melaksanakan prinsip-prinsip penegakan HAM yang disusun dari banyak elemen masyarakat seperti akademisi, kementerian lembaga, dan masyarakat sipil. Memang hak atas tanah tidak disebutkan dalam Kovenan Human Rights tapi masuk dalam hak atas kesejahteraan karena bisa menyangkut dari pekerjaan. Demikian dikatakan Sandrayati Moniaga, Komisioner Komnas HAM dan Mimin Dwi Hartono, Plt Kabiro Dukungan HAM Komnas HAM pada satu sesi diskusi Festival HAM di Semarang, Kamis (18/11).

Terkait kawasan hijau biasanya juga digunakan untuk perumahan atau real estate yang ke depan mungkin bisa menyebabkan longsor atau banjir.  Hak atas lingkungan yang sehat adalah hak asasi yang juga diakui dalam konstitusi. Pemerintah yang memberikan izin serta pemrakarsa harus membuat AMDAL yang tidak sekedar copy paste dari daerah lain. Tidak berarti kawasan hijau tidak boleh diubah untuk tujuan tertentu. Pemerintah daerah seharusnya membuat KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) tekait daya dukung dari wilayah tersebut, jika dilakukan dengan benar maka dapat mencegah longsor dan perusakan lingkungan hidup.

Tanah menjadi sumber konflik yang menjadi komoditas dengan nilai ekonomi tinggi. Sebenarnya negara tidak berhak memiliki tanah namun mengelola tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di mana banyak masyarakat yang bahkan belum memiliki tanah tetapi beberapa orang juga memiliki tanah dalam skala yang cukup besar porsinya. Tugas Komnas HAM sebagai lembaga independen hanya sebatas pengawasan penyelenggaraan pemerintahan yang berdasar koridor prinsip-prinsip HAM. Terkait penyelesaian permasalahan tanah lembaga yang berwenang adalah Kementerian ATR/BPN.

Pemerintah harus memetakan tiap-tiap permasalahan yang ada sebelum permasalahan-permasalahan yang baru timbul. Pembaruan agraria yakni setiap orang harus memiliki tanah untuk bekerja harus menjadi dasar pemerintah dalam penyelesaian konflik. Masyarakat harus lebih cerdas, pemerintah harus lebih bijaksana, pengusaha harus mawas diri.Misalnya banyak konflik masyarakat dengan perkebunan ataupun di kota terkait status tanah, maka bisa cek di BPN. Kalau tidak merespon, lalu melapor dan bila ada dugaan pelanggaran HAM melapor  ke Komnas HAM, misalnya menerbitkan sertifikat di atas tanah A. Penerbitan sertifikat ganda berarti mengabaikan adanya hak atas tanah dari pemilik aslinya. Jika permasalahannya soal penyelewengan pelayanan maka bisa melapor ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).Jika berkonflik terkait kehutanan bisa melapor ke kantor-kantor Sekretariat Perhutani terdekat, lalu melapor ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), baru kemudian ke Komnas HAM.

Sebagai statemen terakhir, para narasumber menyatakan bahwa pemerintah seharusnya mengupayakan penyelesaian konflik agraria dengan jalan reforma agraria yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah daerah dan seharusnya pemerintah daerah dapat memfasilitasi konflik agraria daerah entah secara langsung maupun membuat platform untuk menghubungkan kepada kementerian lembaga terkait. (Hastowo Broto Laksito/Astuti)