Mengapa Festival HAM 2021 Diselenggarakan di Semarang?

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Festival Hak Asasi Manusia (HAM) akan diselenggarakan 16-19 November  2021 di Semarang, baik secara daring maupun  luring. Alasan Festival HAM diselenggarakan adalah agar pemerintah daerah menjadi aktor untuk menjamin HAM, yakni ada kerja sama antara pemerintah daerah dan masyarakat dengan menampilkan “Champion” kota/kabupaten dan mendorong pemda lain agar bisa menerapkan HAM di daerah masing-masing.

Mengapa festival HAM diselenggarakan di Semarang? Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM pada Ngobar (ngobrol bareng) Road To Fesival HAM 2021 di Trijaya FM, Senin (15/11) menyatakan mengapa Semarang dipilih menjadi penyelenggara sebab Semarang memiiliki politik  dan pendokumentasian yang baik, termasuk pada layanan pendidikan, kesehatan dan layanan publik lainnya. Juga terkait kerukunan antar umat beragama serta dalam penyelesaian kasus kerukunan beragama. Menurut Beka, kemajemukan adalah keniscayaan, meski tren kasus-kasus perselisihan antar umat beragama masih tinggi.

Beka menyebut kota-kota yang memiliki potensi ramah HAM adalah Wonosobo, Bogor, Singkawang, Pematang Siantar dan Salatiga. Sebelum dipilih, dua orang wali kota yakni Semarang dan Bogor mempresentasikan proposal penyelenggaraan di hadapan Komnas HAM, KSP dan INFID.

Lalu apa saja toleransi di Kota Semarang dan yang membuatnya berbeda? I Nengah Warta Dharmayana, Wakil Ketua FKUB Kota Semarang dalam Ngobar menyatakan bahwa 40 tahun lamanya ia tinggal di Semarang ada konflik antar umat beragama tetapi selalu bisa diselesaikan. Menurutnya, dibanding kota lain, Semarang sangat nyaman. Di Semarang ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang tidak hanya berfungsi sebagai “pemadam kebakaran”. Kerukunan yang dibangun di Semarang tidak datang dengan tiba-tiba. Di Semarang, pendirian tempat agama juga tidak perlu izin. Jika sudah lama berdiri dan ini tidak menimbulkan konflik, dan cukup hanya membuat surat permohonan. Semarang juga mendapat penghargaan sebagai Kota Harmoni.

Dalam konferensi pers, pada 9 November 2021, Sugeng Bahagijo, Direktur Eksekutif INFID, menyatakan Semarang menjadi kota pelaksana karena sudah banyak capaian yang dilakukan dalam hal HAM seperti toleransi, inklusi dan lainnya. Itu terlihat dari sudah diberikannya izin pendirian gereja yang izinnya terganjal selama 20 tahun, ada juga kebijakan yang melindungi warga negara khususnya penyandang disabilitas. Berbeda dengan Surabaya yang memiliki infrastuktur yang baik tapi aspek HAM di kota Surabaya tidak tampak. Sugeng Bahagijo menambahkan bahwa ada studi kasus, analisa masalah dan banyak lagi. Ia menambahkan Semarang adalah salah satu kota yang mewakili Indonesia sebagai Local Open Goverment. Kota Semarang memiliki ciri sebagai kota yang responsif. (Yohanes Handharu Pratistha/Astuti),