Memetakan Organisasi di Konsolidasi Organisasi Masyarakat Pati

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

Selama dua hari 10-11 November 2020, perwakilan Organisasi Masyarakat Pati melakukan konsolidasi yang difasilitasi oleh Yayasan YAPHI di Peace Place atau Rumah Damai Pati.  Husaini, fasilitator pertemuan menyatakan bahwa masyarakat perlu  melakukan analisisi risiko karena terkadang mereka mensukseskan kasus tapi tidak berhasil mengubah ke arah yang lebih baik. Misalnya seperti gerakan  penolakan semen di Sukolilo berhasil dengan harapan lingkungan terjaga, namun nyatanya lingkungannya tidak terjaga karena masyarakat juga menambang. Lalu perilaku masyarakat yang belum sadar lingkungan dengan membuang sampah di aliran sungai juga menjadi masalah tersendiri.

Husaini juga menekankan tentang bagaimana  harus merumuskan tujuan perjuangan, misalnya ada persoalan perubahan ruang dari hutan lindung dialihkan ke tanaman semusim (Jagung). Dampaknya yang mengalir ke sungai bukan hanya air namun tanah dan batu. Jadi ketika kita membuka hutan jadi kebun itu para petani tersebut  diuntungkan, namun bagaimana dengan yang lain?

Menurut gambar piramida yang mengacu kepada tiga pilar maka harus ada elemen pemerintah, pemodal/investor dan masyarakat. Ia menambahkan bahwa dalam pergerakan masyarakat, ada tokoh yang berani seperti Mbah Jan dari Tambakromo, ada yang kerjanya berpikir, lalu ada yang menyiapkan logistik. Lalu menurutnya mengapa penting membicarakan soal organisasi dan mengapa masyarakat kecil harus berorganisasi?

Husaini menyatakan bahwa tiga pilar inilah yang membuat kehidupan bernegara berjalan. Kalau ketiga sisi ini hubungannya normal maka akan terwujud keadilan sosial atau tujuan bernegara hingga mencapai kesejahteraan. Namun hari ini kita tidak yakin hubungan ketiganya normal. Realitanya yang harmonis hanya hubungan antara pengusaha dan pemerintah. Di sisi lain pekerjaan-pekerjaan mereka juga berhubungan dengan masyarakat. Undang-undang  tidak bisa lepas dari pengusaha, contohnya saja saat ini RUU Cipta Kerja, 80% dibuat oleh pengusaha dan para menteri yang juga pengusaha.

Saat ini relasi pemerintah dengan masyarakat adalah objek kebijakan. Maka pemerintah seringkali berdalih bahwa semua sudah ada aturannya, masyarakat akan dipidanakan kalau tidak menurut. Pemilik modal memperlakukan kita sebagai buruh. Strateginya adalah pemodal selalu menawarkan banyak lapangan kerja. Selain itu masyarakat juga dianggap sebagai konsumen. Keberadaan dan eksistensi ketiga kelompok ini tidak seimbang. Kalau dua instrumen pemerintah dan pemodal itu sewenang-wenang namun masyarakat kompak, itu contohnya seperti peristiwa di tahun 1998.

Dengan piramida sebaiknya bisa lebih jelas memetakan siapa teman siapa lawan. Kewenangan siapa itu juga perlu dipetakan. Husaini menambahkan bahwa ada politik adu domba yang masih berlaku. Misalkan saat mereka demo tambang, yang dihadapkan kepada para pendemo  pasti centeng-centengnya. “Kita akan dihadapkan pada sesama masyarakat sipil sendiri yang sama-sama mencari makan. Itu adalah politik. Sebelum masuk ke organisasi, harus ingat bahwa setiap komponen bangsa itu berubah. Entah itu pengusaha ataupun investor itu berubah seiring dengan perubahan isu global."

“Problemnya hari ini kita melihat masyarakat sipil semakin lemah karena masyarakat ada yang menjadi antek perusahaan, mata-mata pemerintah, sementara mereka itu menindas. Yang kedua masyarakat persoalannya terpecah dan tidak kompak. Pemerintah dan investor itu kompak sementara masyarakat terpecah itu ya kapan kita akan mencapai menang?” ungkap Husaini.

Husaini menegaskan bahwa pekerjaan YAPHI adalah menyatukan masyarakat. Menurut Husaini jika sedang bermasalah di organisasi sehingga lembaga-lembaga seperti YAPHI berusaha mengingatkan para penggerak yang ada di sini. “Namun apa yang sudah dilakukan Bu Putri lewat Yayasan YAPHI,  Yayasan Sheep dan kami, itu juga dilakukan oleh negara. Kalau soal sumberdaya mulai dari ahli sampai bumi air itu negara punya,”ujar Husaini. (Astuti)