Berbagi Ilmu dalam Sekolah Konstitusi

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

 

Minggu, (10/10/2020) Haryati Panca Putri, Direktur Yayasan YAPHI berbagi pengetahuan hukum kepada Forum Kajian Hukum Mahasiswa (FKHM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Kegiatan Sekolah Konstitusi bertajuk kontribusi mahasiswa menuju masa depan hukum yang berintegritas ini dilakukan via daring dengan media Zoom. Selain menambah wawasan bagi mahasiswa, kegiatan ini juga bertujuan untuk berbagi pengalaman mengingat realita hukum yang ada masih jauh dari pemahaman teoritis yang dipelajari di bangku perkuliahan.

Topik penyelesaian sengketa menjadi isu utama dalam diskusi kali ini. Penyelesaian sengketa secara litigasi (peradilan) dan non litigasi (di luar peradilan) menjadi materi yang disajikan oleh narasumber dalam kegiatan ini. Materi non litigasi menjadi ranah Yayasan YAPHI dalam sesi pertama, sedangkan materi Litigasi diserahkan kepada Bambang Riyanto S.H selaku advokat. Bambang Riyanto merupakan dampingan YAPHI di wilayah Pati yang dulunya aktif melakukan penolakan tambang. Saat ini Bambang Riyanto telah menyelesaikan studi dan berprofesi advokat profit serta masih melakukan pendampingan di wilayah Pati.

Poin penting yang ditekankan oleh Haryati Panca Putri adalah karakter negara Indonesia yang merupakan negara hukum dengan dasar Bhinneka Tunggal ika. Kebhinnekaan yang tunggal dan Ketunggalan yang Bhinneka menjadi satu pegangan untuk tetap menjaga keutuhan kehidupan berbangsa. Dalam kondisi yang demikian perbedaan menjadi hal yang wajar, namun tak jarang perbedaan tersebut menghasilkan sebuah konflik yang berdampak luas atau struktural. Tentunya dalam penyelesaian kasus struktural perlu dicari dengan cara yang bijaksana baik itu secara litigasi maupun non litigasi. Analisis sosial menjadi poin penting dalam penyelesaian kasus struktural. Analisis pemecahan yang tepat sasaran tidak dapat diperoleh tanpa analisis sosial.

Cerita-cerita pendampingan YAPHI juga dibagikan kepada para mahasiswa. Seperti di Giriwoyo, Wonogiri, pendampingan YAPHI di sana diawali dengan keluhan adanya pengeboran dan pohon-pohon yang di cat. Masyarakat tidak tahu menahu apa yang terjadi di sana sehingga YAPHI mencari informasi di lini pemerintahan. Dari informasi yang diperoleh diketahui bahwa di wilayah tersebut akan dibangun Pabrik Semen. Merespon hal tersebut YAPHI berperan membangun kesadaran wawasan kepada masyarakat tentang dampak pembangunan pabrik semen. Atas perjuangan masyarakat yang sedemikian rupa pada akhirnya pabrik semen bisa dipindahkan ke wilayah lain.

Berganti topik dengan materi litigasi, Bambang Riyanto memaparkan tahapan proses penyelesaian sengketa secara litigasi. Sebagai advokat, materi lebih pada berbagi pengalaman dan celah-celah hukum dalam penanganan perkara. Proses penyelidikan di kepolisian mendapatkan banyak kritikan dari Bambang Riyanto. Menurutnya proses penyelidikan ini sering kali menjadi ruang pungutan liar (pungli) bagi aparat penegak hukum. Terkait dengan diteruskan atau tidaknya suatu perkara dalam tahap ini menjadi ‘dagangan’ yang seringkali ditawarkan.

 

Terkait aspek hukumnya sendiri, Bambang mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) indonesia masih perlu dilakukan perubahan. Sekalipun undang-undang tersebut sudah buatan bangsa kita, namun masih perlu perbaikan di beberapa aspek. Untuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu sudah harus diganti karena masih merupakan warisan Belanda. Sebenarnya sudah ada Rancangan KUHP, namun beberapa waktu lalu undang-undang tersebut banyak mendapat penolakan dari masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat masih kurang diberi pemahaman dan ditambah lagi maraknya informasi bohong yang beredar di media.

Para mahasiswa cukup antusias dalam acara tersebut, terbukti dari pertanyaan-pertanyaan diajukan secara kritis dari narasumber. Satu hal yang menarik disampaikan bahwa di masyarakat sendiri profesi advokat lekat dengan pemahaman membela yang membayar. Pemahaman ini tentunya cukup menggelitik bagi dua narasumber. Merespon hal tersebut narasumber menjelaskan bahwa advokat tidak hanya fokus pada yang membayar namun lebih fokus pada pihak yang membutuhkan. Dalam hal ini yang dibela seorang advokat bukan pada perbuatannya namun lebih pada hak-hak setiap manusia baik dalam posisinya sebagai korban ataupun pelaku.

Dari diskusi tersebut mahasiswa memberikan respon positif terhadap pengetahuan dan pengalamandari para narasumber dan berharap kebersamaan dengan YAPHI tidak hanya berakhir sampai pada saat ini saja namun tetap berlanjut. ( J. Prima Cahya K, S.H.Penanggung Jawab bidang Advokasi Yayasan Yaphi Surakarta)