Sosok

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Dipandu oleh Yosi Krisharyawan dan Astuti, Ngobrol Bareng Yaphi (NGO-PHI), siaran podcast di kanal  YouTube Yayasan Yaphi edisi Hari Pers menghadirkan dua narasumber yakni Ichwan Prasetyo, redaktur Solopos dan Lukas Ispandriarno dari Katolikana, Rabu (6/2). NGO-PHI kali ini membahas tentang peran jurnalisme warga dalam demokratisasi informasi. Mengawali obrolan, Yosi mengemukakan pertanyaan mendasar tentang perbedaan pers dan jurnalisme warga. Bahwa jurnalis pers secara individu ada di bawah perusahaan dan ia mengalami sejumlah tahap pendidikan yang khusus, atau pelatihan. Tetapi tidak pun juga tidak apa-apa.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberi peluang warga dan masyarakat sipil memanfaatkan jurnalisme warga dengan aneka bentuknya. Individu maupun komunitas menyampaikan berbagai ekspresi, kritik, dukungan, kemarahan, perlawanan atas kecenderungan otoritarianisme pemerintahan baru. Ini tantangan berat karena media massa sebagai salah satu pilar demokrasi mengalami kesulitan selain hambatan hukum, politik, dan ekonomi. Masyarakat sipil, termasuk kelompok agama hingga kampus pun dibujuk dengan kekuasaan dan tawaran, seperti izin eksplorasi tambang.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Beberapa persoalan mengalami terus keberulangan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sukoharjo. Persoalan-persoalan tersebut antara lain : visum terhadap korban masih berbayar, pemberian bantuan dilakukan rombongan ke rumah korban oleh dinas dengan pakaian seragam, belum tersedia psikolog yang memadai selain di RSUD Ir.Soekarno, respon kasus masih birokratif, belum ada pendampingan anak korban saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), petugas kepolisian (PPA) ketika bertanya pada korban anak sifatnya kasar dan tidak punya perspektif, pemulihan korban hanya dalam kegiatan pemberian bantuan sembako, akses test DNA masih berbayar, korban masih mendapat stigma, perbaikan akses layanan korban diberikan secara kasus per kasus, belum menjadi sistem layanan yang integrasi dan komprehensif. Demikian identifikasi penanganan kasus yang dilakukan oleh Jaringan Layanan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Sukoharjo (JLPAK2S) dalam diskusi yang digelar di Ruang Anawim, Yayasan YAPHI, Kamis (16/1).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Tidak banyak orang Indonesia yang menekuni isu ianfu. Yang jumlahnya tidak banyak itu biasanya mereka peneliti independen karena Indonesia belum peduli tentang para penyintas.Demikian dikatakan Eka Hindra, penulis dan peneliti  independen dengan isu Ianfu dalam YouTube LetssTalk Feminist on Facebook #7. Eka mengatakan mendapat inspirasi karena pada tahun 1999 pernah bekerja sebagai jurnalis di kantor radio Internews Indonesia. Ia bekerja pada womans program, program pertama di Indonesia yang berperspektif feminis, dan bukan isu perempuan infotainment tapi jurnalis yang harus turun ke lapangan dulu sebelum riset.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati berlarian di dalam kelas. Ketika ia sudah diam berdiri di pojok, ia segera dihampiri oleh teman-temannya, memberitahukan jika acara akan segera dimulai. Arul namanya. Tubuhnya gempal dengan wajah bulat tak menghalangi kelincahan dirinya. Arul menjawab pertanyaan dengan santai.Ia mengatakan  senang jika tiba waktunya bermain dengan teman-teman dari Yayasan YAPHI. Katanya, permainan yang diadakan saat kunjungan dua bulan sekali selalu membawa kegembiraannya. Sebab, katanya  lagi, selain diajak berpikir, juga  bermain layak dan semestinya diperoleh anak-anak seusianya.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Kekerasaan itu ada jika mengakibatkan penderitaan di antaranya adalah  fisik, psikis, seksual dan penelantaran. Mengapa bisa terjadi kekerasan?Karena adanya kultur budaya. Jika ada yang mendapat kekerasan, dianggap aib, ditutup-tutupi, tidak dilaporkan. Ada lagi misalnya kalau anak akan menikah, terutama anak perempuan, ada wejangan dari orangtua, yang harus menyimpan segala permasalahan dalam rumah tangganya nanti hanya untuk dirinya sendiri. Kalau disampaikan akan dianggap membuka aib. Maka jika ada tindak kekerasan, si korban tidak dapat berani bersuara.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Ratusan pasang mata menatap ke atas panggung Wayang Kampung Sebelah (WKS) pada Sabtu malam, 14/12 di Lapangan Segitiga, Kerten, Laweyan. Surakarta. Tak hanya ditonton oleh masyarakat sekitar, helatan Yayasan Yaphi dalam rangka penutupan Hari HAM sebagai rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) dengan mendatangkan masyarakat petani yang didampinginya yakni dari Sambirejo Sragen, Paranggupito Wonogiri, masyarakat Porang Paring, serta masyarakat jaringan seperti KOMPAK, Jaringan Peduli Sungai Juwana (Jampisawan), Jaringan Visi Solo Inklusi, Forum Peduli Kebenaran dan Keadian Sambirejo (FPKKS), Komasipera, JPPAS, MPPS dan lainnya.