Pelibatan Laki-Laki dalam Gerakan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

Salah satu gerakan anti kekerasan terhadap perempuan yaitu Gerakan Aliansi Laki-laki Baru (ALB) yang merupakan gerakan pelibatan laki-laki untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan. Gerakan tersebut sangat eksis untuk menyerukan aksi baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Strategi Gerakan ALB yang efektif dan ampuh untuk melakukan perlawanan terhadap kekerasan ialah melalui akun media sosial twitter. Dalam akun twitternya ALB selalu mengupdate tentang informasi kegiatan yang sering dilakukannya dan juga membuat postingan dengan tema anti kekerasan yang menarik bagi kaum milenial khususnya yang sering menggunakan twitter untuk keperluan peselancaran informasinya. Mereka juga menggunakan fitur replies dan fitur retweet untuk berinteraksi dengan followers maupun non followersnya. ALB menggunakan teknik replies tweet yang netral , solutif, dan argumen yang disertai data untuk menegakkan prinsip yang sesuai dengan jalan gerakan itu.

Bahasa verbal dan non verbal yang digunakan ALB di akun twitter juga disesuaikan dengan konteks dan penegas wacana yang diunggah. Representasi male feminist oleh akun twitter tersebut juga dideskrepsikan sebagai laki-laki yang dapat sensitif, takut, penuh kasih sayang, tidak mendominasi dalam relasinya dengan perempuan, dan dapat berbagi peran di luar peran biologis dengan perempuan. Banyak harapan ALB dapat mengembangkan metode promosi untuk menyerukan prinsip anti kekerasan terhadap perempuan seperti pembukaan channel youtube untuk pembuatan konten video kampanye kekerasan anti perempuan maupun di akun instagram yang sampai sekarang merupakan primadona kalangan milenial untuk mengeksplorasi informasi.

Kemudian banyak peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap masyarakat bahwa perlakuan kekerasan terhadap pasangan khususnya disebabkan oleh beberapa nfaktor yaitu pengalaman mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak. Ketika masih berusia dini mendapat perlakuan kekerasan, maka akan memperngaruhi kondisi psikisnya dan ketika ia besar nanti menganggap perlakuan itu adalah perlakuan yang wajar dilakukan kepada istri maupun anaknya karena didikan orangtua pada zaman dahulu. Faktor sifat dan penggunaan alkohol maupun zat adiktif lain juga dapat menyebabkan kekerasan terhadap pasangan. Tingkat kemarahan seseorang dapat memicu tindakannya untuk melakukan sesuatu apalagi jika dipengaruhi oleh alkohol maupun zat adiktif yang lain.

Ada juga faktor keterlibatan dengan perilaku kekerasan di luar rumah. Seseorang yang sering bergaul dengan orang lain yang sering melakukan tindak kekerasan menyebabkan suatu kebiasaan yang ia tidak sadari akan membawa dampak buruk di keluarganya.Maka dari itu pekerjaan ini tidak mudah, mulai dari sifat pemarah, kebiasaan bergaul, dan mengubah kebiasaan orang-orang dahulu harus segera dihilangkan untuk menekan angka kekerasan terhadap pasangan.

Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Adit Kurniawan di suatu lembaga terhadap para partisipan yang melakukan konseling. Ditemukan bahwa pasangan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga cenderung tidak melanjutkan ke proses hukum karena beberapa alasam. Keterbatasan dalam pemenuhan ekonomi bagi istri menjadi salah satunya. Mereka berpikir bahwa akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup jika harus berpisah dengan sang suami dan memilih untuk berusaha memperbaiki hubungan dari awal lagi. Ada juga yang menganggap ketika memutuskan untuk bercerai dengan sang suami, maka akan mendapat stigma janda dan dikhawatirkan efek labelisasi dari masyarakat. Para istri ini memilih jalan untuk memperbaiki hubungan sekalipun mereka tahu bahwa tidak menjamin kekerasan yang dilakukan oleh sang suami tidak akan terulang kembali.

Oleh sebab itu peran psikolog memiliki peran yang cukup vital. Mereka berusaha untuk membangun komunikasi kepada para partisipan, menggali pribadi, dan berusaha membenahi kesalahan yang telah dilakukan oleh partisipan sekaligus mempelajari keterampilan baru  dalam membangun relasi dengan pasangan tanpa kekerasan. Antara laki-laki dan perempuan juga diperlukan komunikasi yang baik dan nyaman untuk memaksimalkan peran satu dengan yang lain. Adanya ruang dialogis yang nyaman bisa memberikan keharmonisan bagi pasangan yang menjalani hubungan dan tidak menimbulkan miss komunikasi atau kesalahpahaman di antara mereka..

Sekalipun sudah ada aturan mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Ternyata hal ini tidak serta merta menekan angka kekerasan dalam rumah tangga. Tetapi setidaknya masyarakat sadar dan berani untuk melapor kepada Pihak yang berwajib apabila mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu Undang-Undang ini juga mendorong terbentuknya pos pelayanan penanganan terhadap perempuan dan anak.

Maka dari itu seluruh komponen masyarakat khususnya laki-laki yang mendukung aksi anti kekerasan perlu menjadi rule of model untuk menghapus budaya patriarki yang cenderung mensuperiorkan kaum laki-laki dibanding perempuan. Mulai dari hal-hal kecil seperti membiasakan anak-anak kita dari sejak dini untuk mengkotak-kotakkan mainan yang biasa dimainkan perempuan ataupun laki-laki maupun kebiasaan orangtua untuk terlalu dominan dalam menjalankan peran sehingga anak menganggap seimbang peran yang dilakukan oleh ayah maupun ibunya. (Hastowo Broto Laksito/Astuti P)